-->
Temen kantor gw, si Opik, percaya banget sama zodiak.
Ada apa aja pasti nganalisisnya pake pendekatan zodiak. Si anu begini karena
Libralah, si itu begitu karena Cancerlah. Semua tolak ukurnya pake zodiak.
Gw sebagai orang yang percaya bahwa zodiak itu bulshit
(ya well, masa lo mau menganalisis perilaku manusia pake pergerakan bintang?
Kagak nyambung sis~), udah to the point fed up banget kalo Opik udah ngomongin
zodiak.
Gw pengen analisis perilaku/personality manusia itu
pake pendekatan yang lebih ilmiah. Misalnya, Myers-Brigg. Tapi kan mahal ya
kalo tes Myers-Brigg, jadi kita pake versi yang udah di-simplify-nya (dan
gratis) aja, 16personalities.
Jadi gw iseng ambil tes 16personalities lagi kemarin.
Dulu gw udah pernah tes tapi lupa hasilnya apa, akhirnya tes lagi.
Gw mendapatkan hasil ini.
-->
But turns out, my conscience is ahead of me this time.
Ternyata gw menyimpan hasil tes gw yang sebelumnya, which is ini.
I was like… holyshit, I changed a lot!
How come??? It’s only been 2 years~
So I can’t help but analyzing it.
Sedikit konteks, tes yang pertama itu gw ambil bulan
Januari 2017, waktu itu gw masih di kuliah Melbourne. Sedangkan tes yang kedua
gw ambil Desember 2019 ketika gw sudah kembali menetap dan bekerja di Jakarta.
Selang waktu hampir 2 tahun, ternyata gw semakin
introvert. Yang tadinya 64%, sekarang jadi 81%. Kalo ada reason yang bisa gw
berlakukan, maybe karena di Melbourne gw banyak ketemu orang baru, yang mana gw
harus membuka diri untuk bisa bersosialisasi. Gw pun ga ada ketakutan untuk
membuka diri terhadap mereka, karena hubungan gw sama mereka hanya short-term.
Beda sama di Jakarta, di sini orang2nya udah banyak
yang kenal gw dari kecil, jadi mereka mostly udah tau gimana2nya gw. Membuka
diri lebih jauh sama orang2 di sini bikin gw insecure banget, karena simply gw
takut dibanding2in, takut diomongin, which is not good karena orang2 di sini
adalah orang2 yang hubungannya sama gw long-term—kenal selamanya. Semua fakta
sama diri gw bisa di-twist sedemikian rupa yang bisa membuat image gw
buruk—yang maybe efeknya ga gw rasakan langsung, tapi pasti ada, long-term.
So yeah, the less the know about me, the better. It’s
a cruel society here.
Okay next, dalam 2 tahun gw telah berubah dari
Observant menjadi Intuitive. Kalo dari penjelasan di website-nya sih ini
berarti gw lebih berimajinasi daripada praktikal, lebih thinker daripada doer.
Wait a minute, I’m pretty sure gw praktikal kok orangnya, dan sangat hands-on.
Gw justru ga suka mikir lama2, tapi kenapa gw dibilang imajinatif ya?
Poin kedua ini sepertinya tidak legit.
Oke, poin selanjutnya juga berubah. Dulu gw ambil
keputusan berdasarkan feeling, sekarang lebih ke thinking. Dulu ngikutin heart,
sekarang ngikutin head. This is weird coz I think I always follow my head all
this time, sangat jarang gw ngikutin hati. Makanya gw sering dicap ga punya
perasaan, karena decision making gw rasional banget.
Lalu kenapa gw lebih “berhati” di Melbourne? Maybe
because the city taught me to. Di Melbourne gw dibiasakan jadi manusia yang
always put other first before me. Selalu mementingkan orang lain sebelum
mementingkan diri sendiri. Diajarkan memanusiakan manusia.
Orang2 di sana lebih sincere, lebih ramah, lebih
selfless, lebih empati, lebih tanpa pamrih. Selalu melihat orang lain dari sisi
terbaiknya dan ga pernah nge-judge. Beda banget sih sama di sini.
Dari situ, hati gw terlatih dan terbudaya, yang mana
kemudian ambil bagian di decision making. Mungkin ini penjelasan rasional
kenapa gw lebih berhati di Melbourne.
Next, gw berubah dari prospecting ke judging, yang kalo
dari penjelasannya, prospecting lebih ke going with the flow, judging lebih ke
planning dan terarah. Hmmm… pretty sure gw judging anaknya, tapi selama di
Melbourne gw going with the flow? Mungkin karena hidup gw di Melbourne arahnya
udah pasti gitu, kuliah sampai lulus. Jadi ya gw ga harus plan lagi.
Di Jakarta ini gw harus carefully plan semua kegiatan
yang gw lakukan, kalo ga ada plan hidup bener2 ga terarah dan kalo itu terjadi
efeknya bisa jangka panjang. Harusnya gw mulai ngeplan hidup gw untuk di
Jakarta sejak di Melbourne ya. Kalo inget2 ini, jadi menyesal, coz everything
is too late now~
The last one, gw berubah dari assertive menjadi
turbulent. Gw yang dulu lebih percaya diri daripada gw yang sekarang, dan gw yang
sekarang lebih gampang stress daripada gw yang dulu. Untuk yang satu ini gw
tidak menyangkal. Again, keadaan yang sekarang tidak semudah yang dulu.
So yeah, within 2 years span, I changed a lot, guys. Penampakan
gw mungkin gitu2 aja, tapi kalo ketemu gw jangan terus men-generalisasi bahwa
gw nggak berubah. Gw berubah hampir total dalam konteks kepribadian. So don’t assume
and please act accordingly in front of me. Jangan bawa2 masa lalu, jangan berkaca
pada masa lalu, fokus pada gw yang ada di hadapan lo sekarang dan gw yang akan
ketemu lagi sama lo suatu saat nanti. Focus on the present and the future, not
the past.
Dua tahun lagi gw akan tes lagi, and we’ll see what it’ll
take me!
-->
Bye!
No comments:
Post a Comment