Friday, August 14, 2020

Nearly Always Right

 Hi, guys! How y’all doin?

Ada berita alumni beasiswa Purpose disuruh mengembalikan dana beasiswa senilai hingga 700 juta, karena ybs ga pulang dan mengabdi di Indonesia setelah studinya selesai. In fact, she isn’t the only one, ternyata ada 50 orang lebih yang nasibnya serupa.

 

I was like… damn~~ The system works!

 

Gw kira selama ini sistemnya bobrok, karena banyak juga temen2 gw yang menolak balik ke Indo setelah lulus. Ada yang merit sama orang Osi, keterima kerja di sana walaupun kerjaan serabutan (yang penting pay the bills), merasa lebih cocok tinggal di sana dibanding di Indo, dan alasan2 lainnya~

 

Lucunya, mereka ga kedeteksi tuh, sampai sekarang masih aman sentosa tinggal di Osi. Lalu kenapa cuma si cewek itu dan 50 orang lainnya yang ketauan dan disuruh bayar denda? Gimana sih mereka mendeteksinya? Kenapa temen2 gw ga ketangkep?

 

Anyway.. yang mau gw bahas sebenernya bukan itu, lebih ke hubungannya kejadian ini sama gw.

 

Gw inget banget waktu gw kuliah di Osi, ga pernah sedikitpun terlintas di pikiran gw untuk ga pulang ke Indonesia. Ya, gw se-idealis, secinta Indonesia, dan sepede itu. Gw merasa berhutang ke negara karena udah ngebiayain gw kuliah, sehingga gw harus membalasnya dengan bekerja di Indonesia, karena dengan bekerja di Indonesia:

 

1. Ilmu yang gw dapatkan bisa langsung diterapkan lewat perusahaan manapun yang akan menjadi playground gw nantinya dan bersama2 kita menggerakkan roda ekonomi Indonesia

 

2. Gw membayar pajak penghasilan yang bisa dipakai untuk menyejahterakan rakyat Indonesia

 

That’s the least thing I could do for my country dalam konteks “bayar utang” beasiswa. The best thing-nya adalah bekerja sesuai dengan jurusan kuliah gw—namun pada kenyataannya sulit diwujudkan karena lapangan pekerjaannya tidak semudah itu untuk dimasuki. So for now, I’d just stick to the least thing.

 

Waktu itu ga ada keraguan sama sekali dalam diri gw untuk nggak pulang. Yes living in Melbourne is really nice and all that, but I have to go home.

 

Padahal gw bisa aja mengakali kepulangan gw itu dengan berbagai cara, cari internship misalnya yang bisa extend visa up to 6 months, atau apply for work holiday visa yang bisa extend visa up to 1 year. Tapi 2 opsi itu ga gw lakukan. Keputusan gw untuk pulang firm banget.

 

Setelah pulang ke Indo, hidup ga berarti jadi lebih gampang. Cari kerjaan susah, gw ga berhasil dapetin kerjaan yang gw mau, kembali ketemu drama2 kehidupan yang stressful, ketemu orang2 yang gw benci, masalah ekonomi, banjir, dan lainnya~

 

Menyesal pulang? Tentu saja, apalagi pas gw ke Osi tahun lalu, semua orang pengen gw balik, makin menyesal deh~ Sempet pengen impulsif apply work holiday visa, tapi urung karena umur.

 

So I carry on with my life in Indo.

 

Dan ternyata… itu sebuah keputusan yang tepat!

 

Have I stayed in Osi and not coming back… nasib gw akan seperti si cewek itu!

 

Gila~ Ngebayanginnya aja serem, it’s like being an international fugitive!

 

Sometimes, it’s very mind-blowing that this kind of circumstances happens. I mean, satu hari kita bisa menyesali keputusan, hari lainnya kita tersadarkan atau pada akhirnya mengetahui bahwa keputusan yang kita buat itu ternyata tepat.

 

Idealisme gw untuk pulang ke Indonesia kala itu, menyelamatkan gw dari malapetaka besar didenda pemerintah.

 

Ini sama kasusnya dengan ketika gw proses rekrutmen sama Hooq Indonesia. Udah setengah jalan rekrutmen, eh ga ada kabar. Waktu itu pengen banget rasanya gw telpon bosnya Hooq, karena kebetulan udah tukeran nomer, buat menanyakan kelanjutannya. Tapi niat itu gw urungkan, and again I carry on with my life.

 

Eh... Hooq gulung tikar 2 tahun kemudian.

 

Keputusan gw tepat lagi.


Same thing happened ketika gw diterima kerja di Bekraf pas baru balik dari Osi. Ini belum pernah gw ceritain sebelumnya di blog ini, but yeah gw diterima kerja di Bekraf tepat 2 minggu setelah gw pulang dari Osi. 


Hampir gw ambil, karena gw mau langsung kerja sebaliknya ke Indonesia. Ga mau jadi pengangguran dalam waktu lama (udah ngerasain, trauma banget). Selain itu, Bekraf waktu itu lagi shining2nya dengan segala program2nya.


Tapi akhirnya ga gw ambil. Alasan utama karena gaji (sorry not sorry), kedua karena role yang gw dapatkan di sana tidak sesuai passion, background pendidikan dan pengalaman kerja, ketiga karena status gw di sana honorer saja, bukan pegawai tetap~


Eh... Bekraf dibubarin di periode kedua Jokowi~


Another mind-blowing decision-making experience. 

 

Pengalaman2 kayak gini sedikit banyak mengingatkan gw pada quote-nya Remus Lupin di HP7.

  

“And I’d tell [Harry] to follow his instincts, which are good and nearly always right.” Harry looked at Hermione, whose eyes were full of tears.

 

“Nearly always right,” she repeated.

 

Ya, gw pun begitu, keputusan yang berat dijalankan dan banyak konsekuensinya itu, insting gw itu… nearly always right.

 

So yeah, in the future, I will still follow it. :)


No comments:

Post a Comment