Hi, guys! how y’all doin?
Triggered untuk bikin postingan ini karena melihat postingan ini di Twitter:
Kemudian teringat jargon kantor lama a.k.a Dian, yang sejak bergabung sama perusahaan Papajek tahun 2018, jadi ikutan menerapkan jargonnya si Papajek. Apa saja jargonnya?
Tahun 2018 itu gw masih anak baru di Dian. Sebagai anak baru, gw melihat jargon2 tersebut sebagai sesuatu yang WOW banget. Statement-statement luar biasa yang menjadi koentji sukses Papajek. Si anak baru ini juga dengan naifnya semangat 45 untuk menerapkan jargon2 tersebut selama bekerja. Hahaha~~
Ini bagaimana gw menginterpretasi 6 jargon tersebut tahun 2018 (sesuai urutan di atas):
#1
Gw harus worship customer dan menempatkan diri gw di posisi customer supaya bisa mengerti apa kebutuhan mereka—dan mengabulkannya. Apapun yang gw lakukan di kantor ini harus bisa menyenangkan customer dan membawa kebaikan untuk customer.
#2
Gw harus percaya sama colleague gw. Dengan percaya sama colleague, pekerjaan gw akan jadi lebih mudah. Percaya bahwa semua orang di kantor ini bekerja untuk satu tujuan yang sama. Percaya bahwa semua orang punya pemahaman yang sama dengan kita.
#3
Gw harus agile dan fleksibel akan segala jenis perubahan. Karena industri ini sangat fast-paced, perubahan bisa terjadi setiap detik. Pastikan untuk selalu bisa beradaptasi dengan cepat akan setiap perubahan itu. Harus mau belajar dan multitasking. Remember, every change = your opportunity to grow.
#4
Always set high-standard. Harus jadi high-achiever, aim higher and higher.
#5
Inisiatif itu penting. Kalo perlu apa2, kalo bisa dikerjain sendiri, kerjain aja, ga usah nungguin orang lain. Kalo punya ide, keluarin. Semakin gila idenya, semakin bagus, karena elo akan semakin terekspos, keliatan di mata atasan2 dan senior2.
#6
Work-life balance itu penting. Jangan kerja terus, harus menikmati hidup juga. Make sure lo enjoy kerjaan lo, bahagia di sana, jadi hidup lo pun lebih content.
***
2,5 tahun berlalu sejak mendengar, menginterpretasi, dan menerapkan jargon2 itu, lalu apa yang terjadi?
Hahahahaha~ Ketawa aja deh.
Pada kenyataannya, tidak seindah itu bund, or should I say, they are all BULSHIT alias BS~
Lemme break it down for ya!
Spill tea cheeeeeeccckkkkk~~~
#1
Banyak takeaway realistis dari jargon ini. Itu yang sebenarnya 1st adalah shareholders, kedua customers, employee paling terakhir. Bilang customers first tapi kerjaannya nipu customer mulu. Diskon 99%? Total lies. Gratis ongkir? Extra lies. There are no such things. Jangan sekali2 percaya USP-USP ecommurz, they just want your money and they’ll do everything for it. Kenapa? Karena harus cepet2 untung, break even point, dan balikin modal shareholders. Gotta tell you, they are not patient.
Also, employee akan selamanya jadi prioritas terakhir. They don’t care about employee well-being whatsoever. They just need you to work your ass off, supaya bisa balikin modal shareholders secepatnya. It’s such a shame because a company's most precious assets are supposed to be its people. Hence, they gotta treat ‘em right. But in reality, they just treat us like machines, with crazy workloads and working hours. Zero fucks given to our well-being and mental health.
#2
Haha~ Pengalaman pribadi sih punya bos yang micro manage banget, which is good sometimes. Tapi apa yang terjadi kalo bos ini banyak mau dan ngoyo banget sama maunya itu? Hehehe~ Kerjaan ga kelar2, padahal udah deadline.
Apart from those, setelah kerja 2,5 tahun, gw sadar bahwa emang ga bisa asal percaya sama orang. Beberapa kali gw melakukan kesalahan di kantor lama itu karena gw mencoba percaya orang2 tertentu. Kenyataannya? They betrayed me. Setelah gw usut itu karena goals dan pemahaman gw dan orang2 itu berbeda. Tidak align, dan tidak akan bisa align, karena KPI pun berbeda. Ini natural terjadi sebenarnya, karena segitu banyaknya role dan divisi yang ada di perusahaan tersebut. Each with their own system, complexities and problems. So, tidak semua KPI bersinggungan. If that happens, trust can be very dangerous and one cannot simply trust another.
#3
Ini yang paling toxic di antara semua. It’s true that changes happen every time. Weekly, daily, even hourly. Tapi bukan berarti tidak bisa di-manage, dan bukan berarti kita harus nurut sama semua changes itu. Tetap harus punya arah, pendirian, dan sikap. Karena realistically speaking, ga semua changes itu efeknya baik.
Sayangnya ga semua orang punya power untuk managing changes. Yang punya power biasanya adalah higher ups. So we need their help in managing changes.
The problem is… higher ups-nya DODOL! Main iya-iyain aja kalo ada changes, ga mau mengerti situasi dan kondisi dulu, ga mau lihat resource-nya ada/nggak, ga mau bertindak untuk melindungi bawahannya, to the point malah merusak sistem yang selama ini berlaku, just for the sake of “adjusting to changes”. Ya kacaw~
Gw dulu PMO di kantor lama. Gw jadi jembatan antar karyawan, antar divisi, kadang antara Dian dan externals juga. Jadi bayangin kalo ada perubahan terjadi (mostly dadakan dan mepet deadline) atas sesuatu yang sudah berjalan rapi, berapa banyak korban yang kena dampaknya? Gw ada di posisi mengabari mereka satu persatu, consoling them, cariin solusi buat masing2, to the point kadang2 kena protes, kena damprat, kena maki, kena ancam... *sigh*
Kalo inget2 semua itu, masih sakit hati beb..
Paling kenyanglah gw sama bulshit #3 ini.
It was supposed to be motivational, ground-breaking, and all that, but in reality, it’s just management’s lame excuses for miserable leadership and poor decision making.
#4
This one is funny. I mean, it’s okay to always aim high. Sayangnya, tidak pernah diikuti dengan higher in budget as well. LMFAO~~
I mean, ya logikanya kalo mau achieve higher, modal yang dikeluarkan harus lebih gede juga dong? Kan ga mungkin mau achieve tomorrow's baseline, tapi pake yesterday's budget~ Target gede, budget juga harus gede. Itu kan logika sederhana~
A simple math~ Kalo mau achieve 10, tapi budgetnya cuma 1, sampai lebaran kuda juga ga bakal achieve, bund~
So, coba gw koreksi sedikit ya:
Today's achievement is tomorrow's baseline, T&C apply.
There you go.
#5
Another toxic fuckery. Betul, inisiatif itu penting. Gw sendiri worship initiative. Secara gw orangnya ga sabaran, gw pun dulu selalu ambil inisiatif sendiri kalo ada apa2. Kerjain sendiri, jangan nungguin orang lain… until I realize this could be company’s lowkey/indirect exploitation to me. Kenapa? Karena gw jadi ngerjain kerjaan orang lain~
Dengan embel2 “lo akan lebih terlihat oleh management kalo bisa ngerjain A, B, C, D, E, F, G, …”, yang blandly gw percaya gitu aja, akhirnya malah mengantar gw kepada jenis downfall yang lain.
Super duper capek~
Ngerjain kerjaan orang lain, ngasih excuse buat orang itu untuk mangkir dari kerjaannya, sedangkan kerjaan gw sendiri terlantar~
Jangan dibiasain beb. Itu emang bukan kerjaan lo kok, it’s okay untuk minta PIC-nya kerjain. Jadi, gw koreksi sedikit ya:
If not now, WHEN? >> If not now, let's adjust the timeline accordingly.
If not me, WHO? >> If not me, let's reach out to the respective PIC and discuss further.
Thank you. Have a good day.
#6
Sejujurnya kurang paham sama bulshit yang satu ini. One thing for sure, work happily itu hanya bisa terjadi kalau 5 bulshit yang sebelumnya tidak exist. LOL~
Oh well~ Looking back, gw sangat bersyukur tidak harus bekerja berlandaskan 6 BS itu lagi sekarang. Values kantor gw yang sekarang lebih mantap, lebih menyenangkan, lebih bermoral, lebih berpihak ke karyawan, lebih chill, ah pokoknya jauh lebih kerenlah. Kapan-kapan gw bahas di sini.
Sekian postingan ngeluarin unek-unek. Mayan juga refreshing, semoga bisa menjadi pembelajaran untuk semua. :)
Have a nice weekend!
No comments:
Post a Comment