Hi, guys! How y’all doin?
Jakarta resmi lockdown lagi per 2 minggu yang lalu. Predictable, karena kasus terus naik dan naiknya ga kira2~
Awalnya gw takut depresi lagi, karena pengalaman lockdown terakhir (PSBB tahun lalu), berujung pada depresi berkepanjangan.
Tapi ini udah 2 minggu berjalan, Alhamdulillah belum mengalami gejala2 depresi. Hidup masih balance. Well ada stres2 dikit karena kerjaan dan keseringan mendengar kabar duka cita/buruk on daily basis, tapi masih bearable. Gw bisa menemukan secercah harapan/penghiburan dari keluarga, teman2, dan entertainment.
Mendengar kabar buruk dari sekitar juga membangkitkan rasa peduli terhadap sesama. Hati ini jadi tergerak menolong. Ga usah kasih pertolongan yang major dulu deh, yang sesuai kemampuan dulu aja. Partisipasi galang dana, kirim daily essentials ke orang2 yang terdampak, kirim kata2 penyemangat, dan standby 24 jam kalo dibutuhkan.
We are in this together. Jangan merasa sendirian, seek help, don’t hesitate.
Spending bulan ini pun larinya ke kesehatan. Kemarin abis beli vitamin sejutaan di Syopi. Kemudian untuk kesehatan mental, setiap weekend sekarang makan mevvah. Pembalasan karena weekdays makanan catering seadanya, yang bahkan kadang ga dimakan juga karena sibuk kerja~
Sekarang lagi ketagihan anime Tokyo Revengers, terus tergoda untuk beli merch jaketnya Tokyo Manji Gang yang kece berat. Tapi niat ini gw urungkan, mengutip kalimat pemerintah: sektor esensial diutamakan. Merch definitely not essentials, jadi bisalah nunggu dulu. Bener2 harus fokus sama kebutuhan primer sekarang.
Melihat kondisi di luar sana, gw sekarang jadi pro-kesehatan juga. Selama ini pro-ekonomi dengan alasan sederhana: rakyat miskin lebih banyak daripada menengah ke atas. Mereka bergantung pada penghasilan harian, tidak punya luxury untuk WFH. Kalo ga keluar rumah, ga kerja, ga makan, ya mati.
Indonesia ga bisa merisikokan sebagian besar penduduknya mati, investor akan langsung cabut. Negara akan jatuh miskin and God knows what happen after that.
Tapi sekarang gw dihadapkan pada posisi harus pro-kesehatan. Saking banyaknya kasus di luar sana. Rumah sakit penuh, chaos dimana2, tabung oksigen berebut, nakes pada berguguran..
Simply can’t afford to get sick, hence, I’m staying at home.
At least sampai vaksin kedua deh di rumah dulu aja. I know it’s depressing, boring, frustrating. Tapi inget aja deh, di luar sana situasinya lebih parah. Bener2 antara hidup dan mati. Jadi kalo kita stay di rumah dan keluhannya cuma 3 itu, consider that as luxury, coz at least, you stay alive.
No comments:
Post a Comment