Hi, guys! How y’all doin?
Di postingan ini mau cerita banyak hal, life updates, thoughts, a bit of everything, tapi pendek2 aja. Okay here we go!
~~Back to office!~~
Yasss~~ Officially udah boleh ngantor lagi sekarang, statusnya optional sih, boleh WFH/WFO. Demi menjaga kewarasan, gw mengembalikan ritme yang lama: 1-2x seminggu. Sekalian main. Hehehe~~
Kantor gw, walaupun bentuknya cuma ruangan seiprit di pojokan gitu, desainnya basic banget lagi, tapi tetep ngangenin. <3
Seneng deh bisa ngantor lagi~ Walaupun konsekuensinya adalah setiap hari ngantor akan menjadi hari yang super duper mahal/boros. Spendingnya ga kira2, men~
Ongkos taksi PP – 250K
Makan siang restoran di PP – 100K
Kopi/cemilan di PP – 50K
Total/day: 400K~
Begitulah, ga bisa sering-sering ngantor~ hahaha
~~Sleep Deprived~~
Masih berhubungan sama back to office, alasan lain gw harus ngantor adalah memperbaiki jadwal tidur. Sebelum pandemi, gw punya body clock yang sehat sekali. Bangun pagi otomatis jam 6, tidur malem paling lambat jam 10. Kurleb tidur 8 jam sehari.
Kebiasaan sehat ini adalah result dari usaha yang dibangun bertahun2. Gw selalu bangun pagi dari SD sampai kerja, karena tuntutan sekolah, kuliah, dan pekerjaan yang mengharuskan commute. Ngejar bis, ngejar kereta, menghindari macet, menghindari surge fare, semuanya require untuk bangun pagi. Untuk bisa bangun pagi dengan natural, durasi tidur harus lama, hence jam 10 malem jadi patokan.
Puluhan tahun membangun kebiasaan ini, ya pastinya berujung baik. Kebiasaan bangun pagi, tidur cepet udah otomatis buat badan gw. Somewhat pulang kerja sekitar jam 8 or 9 malem itu udah capek juga sih, jadi sampai rumah langsung tidur. It was all good, until pandemic happens.
Ketika WFH, tidak ada lagi tuntutan untuk bangun pagi, pun tidak ada proses pulang kerja yang melelahkan dan bikin cepet tidur. Jadi, body clock gw berantakan lagi. Sekarang baru bangun jam 9 pagi, tidur malem jam rata2 baru bisa jam 12—karena kebablasan main laptop, entah nonton, sosmed, dll.
Kadang parah banget, baru bisa tidur jam 1 or 2, sekali dua kali sebulan bahkan ga bisa tidur sama sekali. Terjaga aja gitu sampai pagi. Mata sih merem, tapi pikiran terus bekerja. Parah banget deh, gw sampai beli sleep aid spray buat disemprot ke bantal, guling, dan selimut. Hasilnya? Ga jauh beda sama obat tidur gw zaman di Ostrali, it keeps your eyes shut, but not necessarily give you a good sleep. Your mind is still working.
Ini menjadi sebuah concern, karena selain berpengaruh ke produktivitas, juga membuat mata gw jadi mata panda. Kantong matanya gede banget plus hitem dan berkeriput. Alhasil, gw jadi harus beli eye-serum yang harus dipake setiap hari. That’s another $$$ spent~
Gw belum berada di kondisi mental yang siap untuk punya pengeluaran reguler khusus skincare sih. Idk ya, mungkin gw aneh. Temen2 gw yang ciwi2 tuh udah pada skincare-an sejak kuliah. Banyak banget regime-nya ,bisa belasan produk sekali pake. Inner circle gw macem Putri, Rini, dll juga sangat dedicated sama skincare. Buat mereka, spending buat skincare tuh no brainer aja, kebutuhan primer. Jadi pasti beli.
Gw? Hampir ga pernah skincare-an. Momen gw skincare-an paling intens itu pas di Ostrali, tiap keluar rumah olesin sunblock dulu—karena mataharinya bahaya. Sekarang sehari2 cuma cuci muka aja karena mindset gw muka itu yang penting bersih. Muka glowing/lembab/putih/bebas jerawat/dll gitu bukan KPI gw.
Alhamdulillah sih gw ga pernah mengalami masalah kulit wajah yang serius sehingga butuh perawatan ekstra. Jerawatan sekali2 aja kalo mau dapet. Berminyak ga heboh-heboh amat, 1 lembar kertas minyak itu bisa gw pake 2-3x. Selebihnya kulit wajah gw baik2 aja.
Makanya nih kalo sleep deprived itu juga berpengaruh pada penampilan mata—yang notabene organ paling penting di muka, berarti mau ga mau gw harus ada spending buat skincare~ huhuhu~
Penting untuk get rid of these freakin eye bags~ Bikin insecure soalnya~
~~WLB~~
Beberapa hari belakangan ini isu WLB alias werk lyfe balance ramai diperbincangkan lagi di Twitter. Biasalah, banyak SJW yang gatel komplen soal hustle culture, mau normalize working 9-5, jangan dibiasain kerja, kerja, kerja sampai tipes, blablabla~
Boring~
Entah triggernya apa, mereka kayak serempak ngomong gitu. Retweet dan likes-nya sampai ribuan, berarti banyak yang setuju.
Terus gw jadi gatel pengen komen juga~ Wkwkwk
Gw sendiri stance-nya seperti biasa, di tengah-tengah. Di satu sisi, gw sangat menentang hustle culture, apalagi setelah terpapar dengan sistem kerja 9-9-6 waktu di Dian dulu, yang capeknya sampai ke tulang. Fisik sama mental 22nya kena, damage-nya sangat serius (inget berat badan gw turun 6 kg tahun lalu?).
Sampai sekarang kalo keinget mega campaign bisa ga tidur sampai jam 4 pagi, masih trauma. Like dafuq was I doing, segitu disrespect-nya sama kesehatan fisik dan mental sampai harus begitu. Sampai sekarang masih merasa bersalah ke diri sendiri kalo inget momen2 itu.
Tapi ya di kantor sekarang, walaupun gw sudah meninggalkan 9-9-6 dan balik ke 9to6, stres mah tetep aja ada. Capeknya sama2 aja. Namanya juga kerja. Ga ada jaminan kerja 9to6 akan membuat hidup lebih balance juga.
Di sisi lain, gw sudah menyaksikan banyak orang yang memang gila kerja. Segitu gilanya, dengan segala motivasinya, baik karena mereka memang menyukai pekerjaannya, atau ingin mendapat “result” yang lebih baik buat individu atau perusahaannya, atau mau jadi contoh buat orang lain/trying to impress someone, atau kerja adalah distraksi atas masalah pribadi yang ingin dihindari, atau apapunlah, mereka memilih untuk kerja terus dan tidak tidur. Ya tipes sih, depressed sih, tapi terkadang, ada hasil yang positif juga. Mereka dipromosi, diapresiasi, dinaikin gaji, dijadikan employee of the month, dll, yang bikin happy.
Jadi gw sih… ya terserah masing-masing aja. Selama bisa bertanggungjawab atas pilihannya dan tau konsekuensinya, silakan melakukan apa yang dianggapnya baik dan benar.
~~Yumi’s Cells~~
OMG! I love this drama! Tapi di sini gw ga mau kasih review, karena itu pasti butuh satu postingan sendiri. Essay panjang soalnya writing, karakter, psikologi manusia, relatable moments, dll. There’s no way it could fit in this post. Wkwkwk~
Yang mau dibahas sekarang lebih personal sih. You know I watch some content, like Yumi’s Cells, Tokyo Revengers, AoT, etc.. itu semua tuntutan pekerjaan kan? Karena gw bekerja di OTT yang menyiarkan konten2 tersebut, dan kebetulan posisi gw adalah marketing, jadi gw harus mengerti benar apa yang gw pasarkan. Hence, I watch the content.
Kadang2 konten itu gambling, bagus atau jelek. I’ve watched countless of them; the majority failed. Meaning mass audience won’t like it. It’s not for everyone. Akibatnya, kontennya ga laku, datanya menyedihkan, komen2 pedas dari netizen bertaburan dimana-mana.
Tapiii sekali2nya kita punya konten bagus, vice versa. Semua orang suka, panen angka DAU, MAU, VT, VV, dll, netizen puji-puji terus, wah hepi ending banget deh.
Sekarang gw lagi berada di fase itu. Cloud 9, karena konten yang kita sajikan berhasil menghibur mass audience. Setiap hari ada aja kabar bagus. “It’s doing really well.” Some peeps bahkan reach out ke gw personally untuk bilang “Hey, I watched it, it’s so good, thank you for bringing this show to us.”
When that kind of moment happens, istg, I feel like that’s what makes everything I do here worthwhile. Menjadi part of the team yang membawa kebahagiaan buat kalian semua wahai audiens OTT di luar sana, I feel like that’s my true calling. I’m happy if I can bring you good content to watch. I’m happy if I can promote the best artworks and talents to get as many attention as they can possibly get.
So I will continue to dedicate my heart for this. For you guys. :)
---
Okelah. Segini aja dulu. Enjoy the rest of your weekend!
No comments:
Post a Comment