Tuesday, October 21, 2025

Limits (Part 2)

Kembali lagi dalam episode roda kehidupan Seeta sedang berada di bawah.

I’m not sure gw pernah cerita di blog ini atau belum, kayaknya pernah slightly di sini. Di bulan Oktober, gw menghadapi obstacle pekerjaan yang kedua, yang adalah… my intelligence.

Yep, you read it right. Sepertinya my intelligence tidak cukup kuat untuk menjalani pekerjaan ini. Kerap kali gw merasa bodoh banget. I can’t answer simple questions, I can’t think of the most obvious thing, I can’t communicate my thoughts clearly, I can’t work the way they work, I can’t remember things, I can’t be critical and creative, I can’t give ideas, I can’t respond to ideas…

It’s almost like I’m not qualified for this job.

Ini mengingatkan gw pada postingan ini, dimana gw menyerah pada limit diri sendiri. Bedanya, saat itu yang membuat gw menyerah adalah faktor eksternal, orang lain. So I know who to blame.

But now, yang menguji limit gw adalah diri gw sendiri, my whole being with my own thoughts and action.

Gw mencoba mencari akar masalah kenapa gw begini. Yang terlintas di pikiran gw pertama adalah, I’m not well-equiped for this job. Background gw untuk pekerjaan ini bisa dibilang minimalis. Let’s say gw cuma punya 30% skill dan knowledge yang dibutuhkan, which is not enough.

Ini gw aware banget sebetulnya. Sewaktu di interview pun gw mention ke mereka, ini pertama kalinya gw handling this kind of role. Gw terbiasa beroperasi di upper funnel, bukan di lower funnel. Gw terbiasa bekerja di brand side, bukan di client side. But they accepted me anyway…

Kedua, lagi-lagi masalah komunikasi. Interpretasi gw akan sesuatu berbeda dengan mereka. Yang gw anggap baik-baik saja, ternyata tidak baik-baik saja. Perbedaan pendapat akan menghasilkan persepsi/judgment, yang bisa jadi negatif jika pendapat gw sifatnya unpopular opinion alias beda sendiri. 

“What the hell is she thinking?”

Ketiga, I don’t have a good/proper mentor. I don’t want to do this, but it’s easier to blame someone else, right? But seriously, I think selama ini gw selalu punya bos yang bisa merangkap jadi mentor, atau team mate yang bisa jadi mentor. Tapi di sini ga ada. People have so limited time for me, so I have to figure things out on my own—which is difficult karena gw ga bisa leluasa di sini karena status gw yang bukan FTE. This is the 4th reason. 

Terakhir, well maybe I’m not trying hard enough. idk guys, kalo ditanya apakah gw sudah memberikan 100%--rasanya sih sudah. Tapi belum cukup juga. Mungkin harusnya gw menambah jam kerja dan bekerja di luar jam kerja, membiasakan kembali hustle culture. But it’s not good for my overall well-being dan malah akan berefek ke kualitas kerja. 

That being said, I’m not sure I’m in a position to say that I am disappointed in myself. Gw ga mau membuat diri gw jatuh lebih terpuruk lagi~ 

I’m not sure what I did wrong either. But at the same time, I know I could do better.

Gw udah tau outcome dari pekerjaan ini. Gw udah tau nasib yang menanti gw di akhir tahun. I can only hope for a miracle. If a miracle does happen, wah itu hoki gw udah max out banget deh. I probably can’t ask anything else to the great G.O.D..

I think I should really see a therapist. 

Sunday, October 5, 2025

Full-on AADC Week + Review Tipis Rangga & Cinta

Hi, guys! How yall doin? 

Maafkan kemalasan gw meng-update blog. Hari ini cuma mau ngomongin satu topik, yak sesuai judulnya.

Minggu ini adalah big week for us kaum millennial di Indonesia, karena kebangkitan suatu IP legendaris yang menemani masa muda kita. *cailah

Welcome back, Ada Apa Dengan Cinta (AADC), dalam wujud Rangga & Cinta (R&C).

Sekilas soal AADC, back in the days, gw SUKA BANGET filmnya. Not only the film, but the whole universe, the IP itself. 

Adalah masa-masanya gw pas SMP itu pengen buru-buru pulang sekolah supaya bisa re-watch filmnya yang gw beli dalam bentuk VCD setiap hari.

masih gw simpen lho, udah 23 tahun umurnya~


Gw ulang-ulang adegannya. Sampai hapal dialog-dialognya, mimik-mimiknya, lagu-lagunya, karakter-karakternya, gimmick-gimmick-nya. Favorit gw always adegan Cinta berantem sama Rangga, dan adegan Cinta bohong ke temen-temennya. Wkwk

Gw menguasai AADC se-khatam gw menguasai Harry Potter. 

Everything is still very clear now in my memory. Jadi ketika mengetahui AADC akan di-remake dalam versi musikal di Rangga & Cinta, gw hepi banget. The idea of reliving the story that was once very special for me is very exciting, apalagi dalam bentuk musikal. I love musicals!

So, meluncurlah gw ke bioskop di hari pertama tayang 2 Oktober kemarin bersama Nanien.

Jadi setelah nonton, gimana review-nya? Kita bikin videonya di sini:




Si paling content creator kan Nanien, abis nonton kita berdua ga berenti review, then she be like “kita kontenin aja yuk” Wkwk. Bagus sih, melihat opportunity, momennya pas soalnya, lagi hangat-hangatnya.

Namanya juga ngonten dadakan, kita ga sempet bahas semua. Itu aja udah 10 menit dan mall udah mau tutup. Kita udah diliatin dengan penuh makna sama mas-mas Chagee Agora Mall. Wkwkwk~

Beberapa hal yang ga sempet kita omongin, mau gw bahas di sini.

[!!!SPOILER ALERT!!!]

Pertama, Rangga & Cinta sangat PG-13—dalam artian, banyak yang disensor/diperhalus. Dua adegan yang beda banget sama AADC 2002:

- Alya mencoba bundir. Di AADC 2002, masih dikasih liat darah. Di R&C, cuma sampai adegan Alya nangis-nangis masuk kamar mandi. Lalu penonton baru disuruh menebak sendiri apa yang terjadi. 

- Airport farewell kiss. Di AADC 2002, the kiss is very explicit, mouth to mouth. Di R&C, cuma pelukan dan tempel kening aja.

Gw tidak kecewa. Mungkin para produser punya pertimbangan sendiri. Mungkin supaya filmnya aman dikonsumsi semua umur atau menghindari komplen2 manja ortu yang anaknya masih underage dan mau nonton. 

Kedua, banyak dialog iconic yang dihilangkan/diganti. Sayangnya, yang dihilangkan/diganti itu adalah dialog-dialog yang funny/witty. Beberapa di antaranya:

“Nggak prinsipil!”

“Elo kena pelet?”

“(Kamu) di rumah, semuanya pasti dikerjain pembantu.”
“Enggak juga. Kalau ada pembantu, kenapa nggak dikasihkan kerjaan.”
“Ya, kalau bisa dikerjain sendiri, kenapa harus dikerjain pembantu?”
“Ya, kalau misalnya ada pembantu, kenapa harus dikerjain sendiri. Hayo?”

Nggak apa-apa sih, cuma menurut gw 3 dialog itu udah funny as it is, jadi harusnya ga usah dihilangkan/diganti. Mengurangi satu sel lucu AADC. 

Ketiga, banyak adegan yang dihilangkan/diganti juga. Salah satunya adegan Rangga ngelempar pulpen di perpus ke siswa yang berisik. 

Versi 2002: Rangga lempar pulpen
Versi R&C: Rangga cuma negur “berisik!”

Kalo yang ini gw sangat menyayangkan diganti, simply karena dialog Rangga di versi 2002 itu iconic banget:

“Baru saja saya ngelempar polpen ke muka orang gara-gara dia berisik di ruang ini. Saya nggak mau polpen itu balik ke muka saya gara-gara saya berisik sama kamu.”

Beuhhh~~ Kelas.

Ke-empat, ini sempet gw mention di video review itu sih, tapi ini versi lengkapnya. The shift of perspective ketika nonton film yang totally sama di 2 waktu yang berbeda. Sempet gw post di IG Stories juga. Gw post lagi di sini supaya nyawanya lebih lama:




Yha. That’s what I feel. Perbedaan POV itu adalah highlight R&C buat gw. The whole watching experience, re-experiencing the same dialogues, the same scenes, the same characters, the same music, the same gimmicks 23 years later… Wah that’s totally something. Mungkin ini part of nostalgia ya.

Tbvh, buat gw R&C itu film komedi buat gw. Gw ketawa 80% of the time. Everything just seems so funny to me. For this reason, I would love to see it again just to experience it again.

A’ite. Itu dulu aja yang mau dibahas. Selamat bernostalgia AADC bersama Rangga & Cinta. Show the movie some love, ajak temen-temen dan keluarga lo nonton. Box office-nya agak slow. Banyak review kurang mengenakkan juga di luar sana, ga usah digubris. Nonton aja. Kita rayakan IP film terbesar di Indonesia ini bersama-sama. :)