Hi, guys! How y’all doin?
2020, tahun yang aneh bin ajaib ini akan berakhir dalam hitungan hari. Jadi sudah saatnya mulai reflect2 apa aja yang terjadi dan udah dilakuin setahun ini.
Sebelum mulai refleksinya, gw mau cerita dulu dong.
Pertama, soal December blues. Oh Desember.. biasanya rame dikirimin paket atau hampers seasons greetings. Sekarang, nggak ada yang kirimin. :’(
Oh well, trying to stay realistic, bahwa ini adalah konsekuensinya pindah kantor, that you’ll be forgotten eventually. Lagian ngapain crying over some hampers, kayak ga ada hal2 lebih penting di dunia ini. So yeah, be grateful of what you currently have aja. Emang ga dapet hampers, tapi mental health jauh lebih sehat 2 bulan belakangan ini. I’ve never been happier dalam konteks kerja. Itu jauh lebih penting.
Mungkin mindset-nya mesti diubah juga kali ya. Instead of menerima, lebih baik memberi.
Kedua, soal karier. Beberapa hari yang lalu ada yang menawarkan pekerjaan di Linkedin. Beliau adalah co-founder dari sebuah institusi olahraga modern yang gw sangat familiar, kenapa? Karena selama di Dian, gw adalah PMO project kerjasama Dian dengan institusi tersebut~ LOL
I was like… wah menarik. Udah kenal orang2nya dan udah paham arah bisnis dan seluk beluk operasional perusahaannya. Adaptation shouldn’t be that hard.
Yang ditawarkan sebuah management role. I was like… whoa? Really? I’m 2-months-in in the new job and someone actually offers me a management role.
Awalnya ego langsung jumawa. “Wah bakal jadi bos nih” something like that. But then gw sadar bahwa dengan berpikir demikian, itu otomatis membuat gw tidak layak untuk menyandang status “bos”. LOL~
Jadi berpikir rasional. With great power comes great responsibility. Gw meminta si co-founder untuk menjelaskan lebih detil soal scope pekerjaannya. Dia bilang gw akan membawahi 4 divisi: marketing, PR, content, dan talent.
……………
That is a HUGE responsibility. I mean marketing aja udah segitu kompleksnya—well maybe ga sekompleks marketing di Dian, tapi gw taulah marketing campaign itu banyak banget layernya. Marketing harus di-handle oleh 1 kepala—CMO, dan kepala itu ga bisa digabung sama yang lain. Meledak nanti.
Okay. It is too much. I’m not ready for such responsibilities. Mungkin beberapa tahun lagi, ketika gw udah menggali lebih banyak ilmu dan memperkaya pengalaman di 4 bidang tersebut—yang surprisingly semuanya gw lakukan di QQ dalam satu role: Content Marketing Manager. Maybe, suatu hari lagi, gw akan lebih siap menyandang status C-level. Insya Auloh ya.
So, gw sekarang sedang berpikir bagaimana menolak secara halus offering si co-founder. Tapi nanti, sekarang lagi nonton drakor sama anime. Biasa, pe-er dari kantor. Kerjaan gw sekarang kan udah mirip2 kerjaan di XXXXX, kalo nggak nonton film/drama, ga bisa bikin konten~ Hehe~
Anyway…
Ketiga, napsu makan gw sudah mulai membaik. Makan udah nggak bolong-bolong dan cenderung banyak. Minggu lalu staycation sama Iif juga makannya ga nanggung2, mulai dari Gyukaku, ayam geprek, mir goreng, pastry, gorengan, etc. Hari ini juga makan lumayan kek babi, pagi bubur ayam, siang nasi rames, jam 3 ngemil donat 3 biji, jam 5 ngemil kentang & chicken nugget, barusan baru selesai makan malam + minum susu.
Alhamdulillah ya, semoga program penaikan berat badan ini lancar sampai seterusnya. Gw juga berencana beli timbangan elektronik buat update berat badan rutin. Kasih KPI kali ya, by Februari dah 45kg gitu. Biar lebih berkomitmen.
Oke, those are 3 stories for intermezzo.
Now let’s get real.
Reflection of 2020.
This year is really funny. Sebenarnya banyak yang terjadi, namun semuanya ga terasa. Mungkin karena ga ada bukti otentiknya, atau karena semuanya terbatas jadi ga maksimal, idk~
Dimulai dengan awal tahun yang bikin frustasi karena banjir. Inget banget lagi staycation dikabarin rumah banjir airnya masuk sepaha. Perabot banyak yang rusak, bersihin aftermath-nya capek banget sampai mau nangis. Lalu nyokap kepikiran untuk pindah rumah ke area yang ga banjir. Sampai tulisan ini dibuat, nyokap masih research lokasi dan menimbang2 biaya.
Hiburan sedikit di awal tahun adalah gw keranjingan Running Man, setelah sekian lama vacuum nonton mereka. Trigger-nya adalah Gary yang bergabung di Superman Is Back. Kemudian nostalgia episode2 jadul, kangen Gary, kangen Jihyo, kangen Kwangsoo. Yeah I was Monday Couple and Giraffe sucker. Inget zaman masih WFO di Dian, booking ruang meeting berjam-jam cuma buat nonton Running Man di layar gede. Wkwk~
Ada sedikit kebahagiaan juga di awal tahun ketika pergi ke Bandung sama Nanien dan Putri buat nonton Epik High. It feels surreal bisa nonton konser tahun ini, but we did, dan dapet bonus ketemu Epik High di Braga. Kocaque~
Awal tahun juga main B*mb*e. Pengalaman menarik. But I don’t wanna discuss further~ HAHA~
Memasuki Maret, berita coronces udah menyebar dimana-dimana mulai muncul. Indonesia langsung siaga 1. Minggu kedua Maret semua mulai dirumahkan alias WFH. Awalnya seneng bisa kerja sambil rebahan, tapi siapa sangka dalam hitungan hari udah bosan. Ketika ada kesempatan masuk kantor 1 hari di tanggal 20an Maret karena harus mengerjakan sesuatu offline, ga disia2kan. Who would’ve thought that became my last day of going to office for work.
Tanggal 26 Maret masih ke Emtek City buat supervisi Gala Show. Ini surreal juga, karena selama ini supervisi gala adalah sebuah kerjaan yang menyenangkan, karena dibarengi work-cation rame2, makan2, ketemu artis, nonton rehearsal, stand by di backstage, dandan cantik sebagai tamu VIP, dll. Walaupun capek, selalu happy ending.
Gala terakhir udah PSBB, no more kebersamaan. Gw supervisi cuma berdua sama Jafri. Makan2 juga ga ke mol atau restoran, go-food aja kakak. Makannya social distancing sendiri2. Nginep di hotel juga sendiri. Hotelnya juga limited, udah ga ada breakfast ala carte, kolam renang ga buka, karyawan dan fasilitas seadanya, huff..
And yes, who would’ve thought itu akan jadi gala terakhir gw juga.
April-May-Juni-Juli adalah bulan-bulan penuh kepasrahan. Kehidupan dalam isolasi. Keluar cuma sebulan sekali buat groceries di Foodhall PIM. Kegiatan groceries yang biasanya adalah errand yang paling malas dilakukan, setelah PSBB jadi kegiatan yang paling ditunggu2 setiap bulan karena akhirnya bisa keluar rumah. Menyedihkan.
Di bulan2 ini kena mild depression juga, again, karena terkurung di rumah. Buat orang yang punya histori depresi, dikurung itu bikin jiwa kita makin mati dan pikiran kita makin ga bisa dikontrol. Jadinya overthinking, anxiety, endless thoughts swimming around in that brain to the point you can't think about anything actually going on around you.
Orang-orang yang depresi itu pada dasarnya harus keluar, harus reach out kemana-mana, ga boleh dibiarin sendiri dan terkurung. Karena musuh utamanya adalah pikiran mereka sendiri.
That’s why ketika PSBB akhirnya diangkat, gw salah satu orang pertama yang rejoice. Seneng banget bisa keluar lagi, walaupun cuma seminggu sekali. Mulai deh main dan ketemuan sama temen2. Priceless.
Agustus adalah bulan yang penuh kejutan. Gw di-reach out 4 perusahaan yang berbeda dalam waktu berdekatan. Oh did I mention in the previous 4 months my life in Dian was solid hell? Jadi ketika banyak perusahaan approach, tentu saja tanganku terbuka lebar.
4 perusahaan itu 1 ecommerce properti, 1 perusahaan game internasional, 1 FMCG terkenal, 1 lagi QQ tempat gw kerja sekarang. Sebuah proses panjang yang melelahkan, karena 44-nya menawarkan posisi yang berbeda2. Jadi strategi interviewnya berbeda2 juga. Resultnya? Gw diterima di si ecommerce dan QQ. Secara gaji kurleb mirip (QQ slightly lebih rendah), tapi secara role si ecommerce lebih kompleks—karena management role. Sedangkan QQ karena perusahaannya baru buka, walaupun title manager, tetep aja harus jadi palu gada ngerjain segala macem kerjaan.
Kemudian gw reflect, tentang apa yang gw cari selama ini. Bukankah dilemma karier yang selama ini gw alami disebabkan oleh satu hal: tidak bekerja sesuai dengan passion? Bukankah itu penyebabnya gw ga enjoy kerjaan gw dimanapun setelah XXXXX? Bukankah alasan utama gw kuliah S2 adalah supaya mendapat ilmu untuk bekerja di entertainment—sesuai passion?
Seeta, this whole narrative of your life purpose has been about pursuing passion and you have come a long way. Sekarang QQ menawarkan solusi untuk mengakhiri dilemma tersebut, jadi kenapa masih ragu-ragu?
August 28th made history. It was the day I signed an offer letter from QQ and applied for resignation from Dian. :)
September was an emotional month. Too many goodbyes, the ones I never dealt with before. Maybe karena Dian karyawannya banyak, atau ya karena ga bisa ketemu muka aja, jadi terasa lebih menyedihkan. Tapi campur aduk juga karena at the same time seneng karena dapet kantor baru yang sesuai passion. :’)
Aaannd… the rest is history. :D
Oktober-Desember hidup gw Alhamdulillah baik2 saja, physically and mentally. Seneng bisa ke kantor lagi walaupun seminggu cuma 2 kali, dapet temen baru di local dan regional—orang2 hebat. Socially juga okelah, beberapa kali main sama teman2 terdekat, mengunjungi tempat2 g4uL di Jakarta Selatan yang sedang hits. Beruntung banget berkantor di SCBD yang dekat kemana2 daaannn bisa menjalankan hobi jalan sore cari inspirasi dengan tenang.
Sekarang sudah di penghujung tahun. Seperti biasa males bikin resolusi, haha~ Gw cuma pengen cepet2 divaksin supaya hidup kembali normal lagi. Terus sama pengen mencoba berbagai kesempatan yang bisa gw lakukan di kantor sekarang, supaya makin kaya ilmu dan pengalaman.
Kemarin pas cerita soal di-approach management role itu ke Grace, dia bilang mulai sekarang gw udah harus mikir bahwa ke depannya tawaran kayak gitu akan dateng lagi dan gw harus mempersiapkan diri dari sekarang, sampai tiba waktunya menduduki posisi tersebut. Good point, think imma do that. :)
Okay then. Thank you 2020. See you never! Wkwk~
No comments:
Post a Comment