Hi, guys! How y’all doin?
Finally bisa ngeblog lagi dan finally, project mega akbar yang membuat gw stress berminggu-minggu selesai juga as per Selasa kemarin. As per Kamis, hidup gw insya auloh udah kembali “normal”.
Gw sudah notice checkout kosan juga, dan bulan September ini akan mulai nyicil pulangin barang2. Karena sungguh gw kangen microwave nyokap gw. Wkwk~
Eniweiii~~ Cerita dikit soal si project mega akbar boleh ya?
Alkisah, puluhan tahun yang lalu ada seorang anak perempuan yang dihadiahi ayahnya (atau sepupunya ya? Lupa~ wkwk) sebuah jersey bola berwarna merah. Jersey itu bertuliskan “Michael Owen 10” di belakangnya. Anak ini bukan penggemar bola dan tidak pernah menjadi penggemar bola seumur hidupnya. Dia tidak tahu siapa Michael Owen, pun apa maksud angka 10 yang mengiringi namanya.
Tapi karena jersey itu pemberian dari yang terkasih, dia pun memakainya untuk bersepeda keliling komplek setiap sore.
Melihat anak perempuan memakai jersey bola bukanlah hal yang biasa di komplek. Anak-anak laki-laki sekitar terpana melihatnya. Beberapa berdecak kagum.
“Wah, gila, ada Owen!”
“Wow, Owen! Keren banget!”
“Woy Owen! Main bola bareng yuk!”
“Owen! Owen! Owen!”
Dia pun tersadar bahwa Michael Owen ini terkenal. Pemain sepak bola yang sangat berbakat. Juara berbagai liga. Idola semua penggemar sepak bola. Anak emas di klubnya. Seorang legenda.
Fakta-fakta ini tidak mebuatnya menjadi penggemar sepak bola. Tapi setidaknya dia tahu, bahwa orang yang memberikannya jersey Michael Owen sangat menyayanginya, karena mereka hanya mau yang terbaik yang dikenakannya.
Tahun demi tahun berlalu, si anak perempuan tumbuh besar. Jersey Owen tidak muat lagi, pun minat si anak terhadap sepak bola tidak berkembang. Jersey pun dihempaskannya tanpa ada rasa kehilangan.
Namun, jauh di lubuk hati, anak ini memiliki kesan tersendiri terhadap si jersey. Kesan yang terus diingatnya hingga bertahun-tahun kemudian.
2022, nasib mempertemukan anak ini dengan orang yang namanya ada di jersey merah yang menemaninya waktu kecil. Sebuah kebetulan yang tidak direkayasa. They just met.
Yeah. Pretty much apa yang terjadi pada saya 4 minggu terakhir. Wkwkwk~~
Project besar yang gw urus sampai mengharuskan ngekos itu ya, menjadi promotor si Michael Owen. Literally ngurusin end to end. Mulai dari hospitality, ngurus visa kerja, antar jemput PP bandara, ngejadwalin day to day activity, bikin event setiap hari during his whole stay, sampai jadi daily chaperone/interpreter juga.
Jadi jangan heran kalo banyak stok foto gw sama dia ya. Wkwk~
Anyhow, I wonder if it’s just coincidence, or is it destiny?
Kayak percaya ga percaya gitu pas pertama kali di-assign project ini.
Ini orang namanya ada di kepala gw sejak kecil. Ga pernah ada ambisi untuk ketemu. Eh tau2 ketemu dan punya privilege berada di samping beliau 4 hari berturut2~
They often say destiny works in mysterious ways, but there is a reason for everything. And there is a reason why it has brought us together.
Setelah bertemu sama Owen, I think I’ve found that reason sih.
Di beberapa kali momen ketika kita mengobrol, banyak dapet wisdom dari beliau. Beliau mengajarkan bahwa kita harus selalu professional dan baik terhadap orang lain. No matter how bad situation we are in, jangan jadi cranky/moody, karena itu bisa nyusahin orang lain.
Banyak juga simple gesture beliau yang bikin respect. Dia menolak toilet break in the middle of interview session karena dia ga mau bikin orang lain menunggu dia.
“Always be mindful of those who are working with you. These people must have families waiting for them at home, I don’t want to make them wait. Let’s finish quickly so they can go home and be with their families.”
Nyaw~
Satu lagi yang berkesan:
Focus on your goal and surround yourself with those that can help you to propel yourself to be the best version of yourself.
Tuh bestie, jauh2 deh dari orang2 toxic. Ga ada faedahnya buat hidup lo.
Si om Owen ini, emang keliatan selalu positif gitu lho auranya. Selalu hangat dan ramah. Tiap pagi itu hotel didatengin at least 10 fans, nungguin minta tanda tangan dan foto bareng. Dia selalu kasih lho, bahkan walaupun waktu tinggal dikit, masih diladenin semuanya.
Gw bertanya sama beliau, apa yang lo lakukan kalo lagi bad mood/lagi feeling down. Dengan pedenya dia menjawab, “Gw nggak pernah kayak gitu.” Wkwk~ Karena alasan yang dia selalu dikelilingi oleh orang2 yang positif juga. Spoke like a true legend.
Ngerjain event om Owen, ya capek sih. Hampir tiap hari di kantor sampai jam 10 malem. Sampai sakit-sakitan. Literally negak Imboost dan Tolak Angin setiap hari. Badan jadi fragile banget, makan micin dikit sakit tenggorokan. Kurang tidur dikit besoknya batuk-batuk.
But I survived, coz I’ve been through worse.
Belum lagi hantaman mental breakdance. Dimarahin bos bisa hampir tiap hari. Plan berulang kali diubah. Budget diturunin mendadak. Belum lagi berurusan sama pihak2 internal dan eksternal yang bukannya mendukung, bersinergi, dan bekerjasama, malah menyusahkan dan menjatuhkan.
Capek fisik >>>>> capek mental
Gw capek fisik udah pernah merasakan yang lebih parah. Pernah diceritain di sini. Tapi capek mental, belum pernah yang secapek ini sih jujur. Stress-nya tuh merambat kemana-mana soalnya. Gw selain sakit fisik yang udah disebutin sebelumnya, juga kena sakit gigi. Aduh nggak banget deh, 2 minggu sekali harus ke dentist, dibor setiap visit~
Ini aneh banget, karena gigi gw hampir ga pernah bertingkah seumur hidup (paling pas cabut wisdom tooth doang). For no reason geraham belakang gw sakit mulu sejak dapet project ini. Sabtu pagi jadi anak nongkrong di MMC Hospital deh~
Belum lagi nightmare bikin deck/presentasi hampir setiap malem. Pas hari H kedatangan Owen, kata kolik gw si Oom, gw ngigo pas tidur malem2. Yaolo. Wkwk~
Alhamdulillah semua terbayar karena acara berjalan lancar, tidak ada kendala yang berarti, om Owen baik hati dan ga nyusahin (gw udah takut dia ga cocok makanan sini lalu harus dilarikan ke RS tengah malam ATAU tiba2 moody/tantrum ga mau kerja ATAU rikues permintaan aneh-aneh khas om-om—you know what I mean~ :p) alhamudulillah semua ga ada yg kejadian, pulang-pulang dapet bonus segepok wisdom + dipeluk. WKWK~
Not to mention ngerasain nginep di Fairmont yang semalem 5 juta + ngerasain fine dining di sana. Hehehe~~
Tu hotel b aja ya btw. Ya besar aja. Tapi kureng gitu interiornya, kek hotel lama, padahal kan masih less than 10 years umurnya.
Okay then. Segitu aja buat postingan ini.
Gw masih ada sisa 1 bulan ngekos di Setiabudi, meaning kehidupan “expensive” sebagai expat di Jakarta masih akan terus berlanjut. Tapi harusnya sih nggak se-expensive Agustus ya. Agustus expensive sebenernya gegara baru beli tiket ke HK itu. September harus saving. Maksimal jajan batesin 5 juta aja udah all in sama bayar kosan. Berarti jajan cuma boleh 2 juta—500K per week. 70K per day.
Nggak boleh belanja belanji, laper mata, tergoda diskon, dll.
Yuk bisa yuk!