Thursday, April 29, 2021

Why do you want to work for us?

 Hi, guys! How y’all doin?

I can’t believe it’s been only 6 months since I got into the new job, and now I’m back to the job-hunting scene~

I mean, I’m supposed not to open Linkedin for at least a year, but alas..

Anyway…

So yeah, got interviewed by some recently, kok jadi pake bahasa Inggris ya? Haha~

Jadi gw mulai bales2in mesej2 Linkedin yang udah 6 bulan gw ignore. One of them actually replied and scheduled interview. Long story short, udah ngobrol2 sama HR dan user, dan salah satu pertanyaan yang sering muncul adalah: kenapa sih elo mau kerja di perusahaan ini?

Dari dulu gw selalu menganggap pertanyaan ini aneh ya, apalagi kalo konteksnya adalah gw yang di-approach duluan sama company-nya. I mean, istilahnya kan kayak gw lagi asyik2 belanja di supermarket, terus ada mbak2 penjaga booth gorengan nawarin gorengan gratis, ya gw ambil dong? Tapi terus mbaknya nanya “Mbak kenapa ambil gorengan ini?” Lah kan lau yang nawarin, sister… Gratis lagi~

Saat interview pun begitu, rasanya pengen gw jawab dengan “Lah kan elo yang nawarin gw~” Tapi kan ga mungkin ya? Nanti auto ditolak~

But in all seriousness, kenapa ya HR atau user selalu nanya pertanyaan itu? I mean, jawabannya obvious gitu. Ada kesempatan (insya auloh) lebih baik (karena ganti kantor means gaji baru in general) dateng, ya pasti diambillah~ 

Emang apa sih ekspektasi mereka atas jawaban kita? Jawaban jujurnya mutlak kok, itu doang. Jawaban lainnya antara tidak jujur (saya ingin mengembangkan karier, menambah ilmu, blablabla yang sebenernya di kantor sekarang juga bisa cuma udah jenuh aja~), atau trying to kiss their ass dengan ngeperes-peresin di awal (company Anda reputasinya sangat bagus, growth-nya pesat, working environment-nya sehat, blablabla), atau malah curcol (saya benci kantor sekarang, udah ga tahan~)~

Ya sebenernya no problem juga kalo mau jawab itu semua. Mungkin justru jawaban-jawaban itu yang diinginkan sama mereka. Misalnya ngetes seberapa tau kita akan company tersebut, atau menilai personality kita based on career goals yang kita jabarkan, tapi kan ya… deep inside mereka harusnya tau itu jawaban ga jujur ya? Wkwk~

Anyway, just my 2 cents akan pertanyaan yang seharusnya ga perlu ditanyakan. HR sama user harusnya fokus sama pertanyaan2 yang lebih ada urgency-nya. Misalnya problem-solving, adu strategi, mancing ide, industry/market forecast, dll. 

Kalo mau pertanyaan semacam “why do you want to work here” pun banyak opsi sebenernya, kalo mau jawabannya lebih jujur. 

Kan bisa pake pendekatan “Gimana xxx as a company menurut Anda?”, atau “Apa ekspektasi Anda jika diterima di perusahaan ini?”, atau “Kenapa mau resign dari kantor lama?” Dijamin jawabannya akan lebih no bulshit kok. Lebih berkualitas pula, ga ngawang2. 

Jadi, dear HR dan user, tolong hindari pertanyaan2 seperti ini ya. 

Tertanda, 

Saya yang selalu conflicted mau jawab apa, karena saya anti berbohong.

Terima kasih. 

Sunday, April 18, 2021

Ngomongin Start-Up

Drakornya lho ya, bukan konsepnya~ lol



Hi, guys! how y’all doin?

So a sweet colleague of mine, Kak Angie minggu lalu mengirimkan sebuah prakarya DIY: kalender Han Ji-pyeong.

Wkwk~

Fyi, Han Ji-pyeong adalah salah satu karakter utama drakor Start-Up yang bulan Januari kemarin sempat menghebohkan jagat perkoreaan. Well, either the drama itself that was so good or Netflix’s brand editorial team yang sedemikian rupa berhasil menciptakan perang virtual #TeamJipyeong vs #TeamDosan yang nge-trigger ceciwi-ceciwi untuk ngomongin itu terus to the point jadi the talk of the town, berhari-hari trending di Twitter.

Excellent branding/marketing strategy I must say.

Anyway, meskipun demikian, gw awalnya tidak berminat untuk nonton Start-Up. Idk ya, ga minat aja. Agak skeptic gitu pas tau yang main Suzy sama Nam Joo-hyuk, pun waktu itu sama sekali ga kenal sama Kim Seon-ho. 

Terus gw juga ga suka drakor yang dipromosikan dengan lebay gitu, apalagi sampai bikin gimmick #TeamJipyeong vs #TeamDosan~ I mean, drakor mah kalo bagus ya bagus aja. Ga perlu promosi lebay, the quality will speak for itself. 

Gw lebih suka memilih drakor yang pengen gw tonton dengan teknik seperti ini, ga ikut-ikutan arus mainstream, tapi ketemu begitu aja, entah itu baca review, atau rekomendasi temen, atau hooked ketika baca sinopsisnya, whatever-lah.

That’s why gw ga mau nonton Start-Up tadinya. 

But then Kak Angie so sweet banget ngasih gw kalender bertemakan Han Ji-pyeong. Setiap bulan tuh ada quote2 HJP dari drakor Start-Up itu~ Gimana caranya gw bisa mengapresiasi kalender ini kalo gw ga ngerti konteks HJP bisa came up dengan quote2 itu??

So yeah I watch Start-Up for the sake of Kak Angie. Wkwk~

Lalu menurut gw gimana dramanya?

B-aja~ LOL~

Well sebagai orang yang 3 tahun belakangan kerja di tech industry, beberapa part cukup realistis dan relatable. Menyaksikan betapa susahnya merintis startup. Hustle culture digambarkan dengan jelas, ga tidur berhari2 demi project (tapi kok Suzy tetep cantik ya? LOL~). Nambah wawasan juga, belajar investasi, problem-solving, leadership, dan entrepreneurship. 

Those parts, okelah. Rapi storytellingnya. Tapi ga mind-blowing aja, just good.

Yang bikin betah nonton dramanya ya menang karakter Han Ji-pyeong sih menurut gw. Terlalu loveable. 

Penulisnya pakai pendekatan Disney untuk HJP. Backstory-nya diceritakan tragis dan penuh emosi, otomatis bikin sayang. Lalu berkembang jadi pria berwujud sempurna dengan karier cemerlang dan penyayang lansia. Too good to be true dan haluable. Makin ga bisa lepas dari HJP no matter how fictional he is. 

I personally like how HJP menyetir jalan cerita Start-Up. Gw ngebayangin dia sebagai master puppet yang mengendalikan 2 puppets: Dalmi sama Dosan. Apa yang terjadi sama mereka berdua literally disetir sama HJP. That being said, harusnya main cast-nya ya si Kim Seon-ho ya, Suzy sama NJH itu supporting cast.

That being said again, the #TeamJipyeong vs #TeamDosan war harusnya ga necessary. Karena jelas pemenangnya siapa. 

But okaylah, marketing gotta market. 

So yeah, storywise, Start-Up b-aja. Characterwise, karena ada HJP, lebih superior dikit. Ga mudah untuk bikin karakter yang iconic, apalagi dalam industri TV yang super-vast seperti di Korea Selatan. 

Anyway 1 lagi yang mau gw bahas soal Start-Up. Tokoh HJP dan Dosan—in real life. Keduanya menurut gw terlalu fiksi. HJP, in real life, cowok yang begitu sempurna dan punya segalanya >>> pasti otomatis fakboiii kelas kakap yang menghindari komitmen. Kerjaannya ONS dari satu swipe right ke swipe right yang lain. In between works, traveling untuk check in di club/bar hits all around the world, then take picts with celebs, rock stars, sosialita, dan royals. Man’s living his best life.

Sedangkan Nam Dosan, cowok super nerd yang cuma punya 2 orang temen (sesama nerd), ga punya kehidupan sosial, hidupnya dihabiskan di loteng kumuh having a steamy sex with his computer, awkward sama lawan jenis >>> very very likely in real life straight up pervert! Consuming hent*i or p*rnhub every night before sleep because he knows he won’t be getting any of those sexual fantasies in real life. 

It actually justified kenapa dia akhirnya memutuskan untuk menemui si Dalmi walaupun sama sekali ga kenal. Ya pervert ketika tau ada cewek cantik suka sama dia, ibarat gayung bersambutlah. Wkwkwk~~

Anyway so yeah that’s about it. I have 1 more unpopular opinion about Dalmi—that she is too pretty to represent the FHC—Female Halu Community. I mean, cewek single dengan segala kegalauan dan insecurities kehidupan, karier, dan asmara di usia 20-30 pasti punya kehaluan masing-masing. Tapi kalo di-scan, not many of them good-looking-lah. 

Not saying cewek cakep ga boleh halu, it’s just that species is very very rare. Cewek cakep akan cukup percaya diri untuk posting foto aesthetic di Instagram on daily basis—something yang cuma bisa jadi kehaluan cewek2 dengan looks average ke bawah. 

Alrighty~ mari nonton ulang Start-Up Han Ji-pyeong focus! :D

Sunday, April 11, 2021

Uban

 Sebuah tanda penuaan yang ga bisa dihindari. 

Some people udah ubanan sejak masih muda, ada yang usia belasan udah ubanan. Temen2 gw udah mulai beruban di usia sekitar 25 tahunan. Beberapa bahkan ubannya ga malu2 kucing, langsung tumbuh banyak dan tersebar di seluruh permukaan rambut. Beberapa langsung antisipasi dengan ngecat rambut warna baru, walaupun risikonya adalah jadi harus ngecat rambut terus selamanya kalo mau ubannya nggak keliatan lagi, which is damaging the hair as well. 

Gw termasuk orang yang beruntung in terms of uban, karena uban di rambut gw baru pertama kali ditemukan waktu berusia 28 tahun. Penemuan uban pertama kali di rambut gw diabadikan di video ini (thanks Nanien!).

Waktu itu ga terlalu syok atau gimana, karena sepenuhnya menyadari dan menerima dengan lapang dada penyebab timbulnya uban tersebut: stress S2 di Osi. 

Fast forward beberapa tahun kemudian, uban di rambut gw semakin sering ditemukan. Kalau ke salon, gw selalu minta dicatok, salah satunya karena gw pengen uban2 di rambut ditemukan dan bisa minta cabutin sama mbak/masnya. Setiap lagi dicatok, ada kali minimal 1 helai uban spotted. 

Yang paling parah waktu 6 bulan ga ke salon karena pandemi, sekalinya ke salon lagi, wah gila deh, ada kali 10 helai spotted. Panjang-panjang lagi! 

Saat itulah saya merasa khawatir, karena penyebab timbulnya uban ini jadi blurry. Apakah memang penuaan atau stress atau dua2nya?

Tapi beberapa waktu kemudian gelombang uban ini sempat slowing down. Waktu gw ke salon bulan Januari tuh seinget gw ga ada satupun uban ditemukan, which I assume oh berarti akhirnya gw memasuki fase zen, ga stress lagi. Baguslah~

Eh.. Ternyata zen itu ga bertahan lama. Kemarin abis dari salon lagi dan yeah ditemukan 4 uban pendek2 di kepala bagian atas. Emang sih beberapa minggu belakangan kepala bagian atas gw sering gatel ga jelas. Ternyata banyak ubannya. 

Kalau ditelusuri penyebabnya, bisa jadi gw stress kerjaan, seperti yang beberapa minggu belakangan dicurhatin di blog ini. Pertanyaannya, lalu gimana mengatasinya? Kalo kerjaan gw terus menerus bikin stress seperti ini, apakah uban gw akan terus bertambah juga? Atau ini sebenernya tanda-tanda penuaan yang biasa terjadi, meaning 4 helai per 3 bulan ke salon ini akan jadi frekuensi uban yang reguler sehingga eventually gw harus start investasi jangka panjang di cat rambut seperti temen2 gw?

Ini gw lebay ga sih, guys? Insecure karena uban..

I mean I saw my friends yang udah ubanan mereka keknya santai2 aja~ Malah seneng jadi punya alasan untuk experiment rambut~

Gw pribadi sih mau2 aja cat rambut, cuma dulu kan masalahnya takut rambut rusak, karena rambut gw tuh selalu dalam keadaan di-smoothing. Gw ga tega rambut yang udah dalam keadaan terekspos bahan2 kimia hasil smoothing, kena bahan kimia hasil coloring lagi~ 

So it wasn’t a choice for me back then, cuma bisa pilih satu antara smoothing atau coloring. Karena smoothing berefek langsung sama mood dan penampilan sehari-hari, jadi ya gw selalu pilih smoothing~ Tiap tahun 2x keluar uang minimal sejuta buat smoothing + perawatannya, itu udah jadi hal yang biasa buat gw~

Tapi sekarang kebutuhan coloring itu muncul, gimana dong?

Sulit ya guys, ketika lo punya masalah dan solusi yang ada untuk masalah itu membawa risiko lebih lanjut yang lebih kompleks~

Adulthood is hard.

Saturday, April 3, 2021

I blew it

Hi, guys! How y’all doin?

Masih dalam edisi Seeta lagi burnout, minggu lalu karena ada wacana resign, gw abruptly buka Linkedin dan jawab2in mesej tawaran kerja yang sejak masuk QQ gw ignore, karena gw assume gw akan lama di QQ, mau fokus di sini, dan ga open dulu buat opportunity2 lain.

Long story short, there’s this one promising company, yang mana sudah gw incar sejak zaman dahulu kala. HR-nya approach gw, kemudian lanjut interview HR, lolos, dan kemarin banget interview user.

Unfortunately, I think I blew it~

Keknya gw ga pernah se-nggak confident itu ketika wawancara kerja. Tapi kemarin bener2 beberapa pertanyaan bikin otak gw blank. Efeknya adalah mendadak panik, so I just blabbered ga jelas, entah ngomong apa~

*sigh*

Moral of the story: jangan bikin keputusan kalo state of mind lagi ga stabil. 

Also, I think I need help.