Sunday, August 11, 2019

Jack of all trades, master of none


Gw udah sering mendengar predikat ini. Tapi ga pernah gw sangka bahwa gw akan menjadi salah satunya.

Minggu ini cakrawala gw terbuka ketika disadarkan bahwa sistem yang selama ini gw berlakukan pada karier adalah jack of all trades, master of none. Gw bener2 ga sadar sudah menerapkannya since day 1 gw memulai karier alias sejak masuk XXXXX alias sejak 8 tahun yang lalu.

Buat yang ga tau, jack of all trades master of none itu sebutan buat yang orang yang punya banyak skill, tapi ga ada yang bener2 ahli di salah satunya. Knowing how to do a little bit of everything, but never (having the time to) master one particular skill.

Gw ga pernah menyadari bahwa sepanjang karier gw adalah jack of all trades. Waktu gw di XXXXX, title gw adalah jurnalis dan editor, tapi gw juga ngurusin event, social media, branding, promosi, dan masih banyak lagi. Sekarang di Dian juga gitu, title gw copywriter (which I hate) tapi gw juga ngurusin event, social media (yang banyak banget akunnya), KOL, PMO branding, livestreaming, client/vendor management, analytics, PR, dan masih banyak lagi.

Sama halnya ketika gw memilih jurusan S2. Instead of staying di jalur komunikasi/jurnalisme seperti S1, gw memilih jalur Arts Management, yang ilmu2nya totally different. Motivasi gw sama: supaya bisa memperbanyak koleksi skill gw, supaya gw bisa belajar hal baru yang insya auloh align sama passion gw, which is entertainment. Gw ga pernah menyadari bahwa pilihan ini justru berpotensi membawa pitfall buat gw.

Selama ini gw merasa jadi jack of all trades adalah hal yang lumrah, bahkan wajib di era yang penuh kompetisi seperti sekarang. Menurut gw kita ga bisa cuma menguasai satu skill, karena tuntutan zaman mengharuskan kita untuk menguasai banyak skill. Misalnya nih, gw mau ngelamar kerja jadi writer/editor di start up, itu ga bisa tuh cuma jual kemampuan writing/editing, bakal kalah sama yang lebih muda, yang lebih murah.

Harus ada skill2 lain yang bisa gw jual sehingga value gw bertambah di mata perusahaan yang gw lamar. Skill2 yang anak2 lebih muda yang harganya lebih murah dari gw ga punya.

Jadi jack of all trades juga membuat gw menemukan excitement di hal2 yang belum pernah gw coba sebelumnya, yang setelah dicoba ternyata gw seneng melakukannya. I keep discovering my new potentials by being jack of all trades.

Gw tuh bangga jadi jack of all trades karena ketika ditanya sama orang kerjaan gw apa, gw bisa jawab dengan a wide range of scope of work yang bisa membuat gw terdengar sangat berpengalaman.

At most times, jadi jack of all trades juga membantu gw naikin status di mata orang lain. Misalnya sekarang nih, gw di kantor masuk tim branding yang kerjaannya ngurusin event. Itu gw udah ga kaget lagi karena udah biasa. Jadi bos gw tenang mempercayakan itu ke gw. Status gw di mata bos naik.

Long story short, selama ini gw ga masalah disebut jack of all trades…… sampai kemarin. Ketika gw disadarkan bahwa menjadi jack of all trades otomatis juga membuat gw menjadi master of none.

Ceritanya gw lagi wawancara kerja untuk sebuah role yang sangat spesifik. Ketika gw jelasin scope of work gw ke interviewer, dia kemudian bilang “berarti kamu ga ada yang bener2 ahli di satu bidang ya”. It hits me and has been bothering me a lot since then. Karena the way I interpret that statement ga cuma “dari semua kerjaan, gw ga ada yang bener2 jago”, tapi juga “they can’t trust me to a particular skill that they are looking for” dan “gw ga bisa fokus”.

Gw udah pasti ga lolos interview itu, which I don’t mind karena kerjaannya gw ga pengen2 amat~ But still, the fact that I am now officially a master of none is bothering me a lot. It is as if I am not trying hard enough, as if yang selama ini gw lakukan sia2 dan pilihan hidup gw banyak yang salah~

On top of that, gw sekarang merasakan side effect dari being jack of all trades master of none: burnout. Di pekerjaan gw sekarang, gw terlalu overwhelmed karena buanyakkk banget yang harus gw lakukan, jadi ga bisa bener2 fokus. Waktu dan energi banyak terbuang untuk mengurus hal2 sepele, but I ain’t gain a thing~ Gw ga dapet apa2 dari semua keringat yang gw hasilkan. Gw cuma pembantu umum. Orang2 dateng ke gw minta bantuan, tapi in the end ga ada yang memberi gw kredit akan apa yang udah gw lakukan. Timbal balik yang gw dapatkan dengan menjadi jack of all trades ga seimbang dengan effort yang gw keluarkan.

This. Is. Bothering. Me. A. Lot!

Do you think I should stop being one to prevent further damage?

But I like a lot of things! It's a fact! I like writing, I like journalism, I like lifestyle, I like entertainment, I like digital, I like doing events, I like meeting new people and working on projects with them, I like working with data, I like discovering something new to work on, etc.

Nature gw emang seperti itu.

Gw suka bekerja dan suka sibuk. Gw suka jadi go-to person orang2. Gw suka jadi si-segala-tahu dan segala-bisa. Gw tau gw pintar manajemen waktu dan gw bisa mengerjakan semua pekerjaan yang datang ke gw dengan baik.

Jadi gw harus gimana???

Haruskah gw stay dengan pasukan positivis yang menganggap jadi jack of all trades itu membawa berkah, karena semakin banyak skill semakin banyak yang dilakukan semakin bagus.

Atau haruskah gw stop being one dan mulai cari tau gw bagusnya dimana dan stay di situ sampai seterusnya supaya lebih fokus?

Pusing ah mikirinnya, yuk minum anti-depressant dulu~

Saturday, August 10, 2019

Bali Trip 3-6 August 2019


-->
Hi guys, how y’all doin?

Kantor gw itu ada budget untuk team outing 2x setahun tapi cuma 750k per orang per outing. Tahun lalu, outingnya ke Pulau Tunda, yang pernah gw ceritain di sini. Sebuah pengalaman unik tapi tidak sepenuhnya menyenangkan, bahkan cenderung traumatis untuk beberapa orang.

Tahun ini, ga tau kesambet apa, bos gw memutuskan untuk team outing ke Bali. At first I was like, duit darimana? Ternyata diakali dengan menggabungkan jatah team outing 2x dan biweekly lunch/dinner setahun (yang bisa dipakai karena kita ga pernah melakukannya lagi saking semua sibuknya). Setelah dihitung2, untuk semua luxury ini, jatah tahunan karyawan adalah Rp 3,5 juta. Cukup untuk tiket pesawat budget PP Jakarta-Bali, hotel 4 hari 3 malam, dan kegiatan team building.   

Sayangnya, budget tersebut tidak meng-cover makan, belanja, dan transportasi. Jadi gw ga sepenuhnya bahagia saat outing. Makan masih harus mikir, mana semuanya mahal2 di Bali~ Terus ga ada uang jajan in any way yang bisa dipake buat belanja~ Miris kalo bandingin sama outing kantornya nyokap gw yang mostly ke luar negeri dan setiap karyawan dikasih uang jajan tambahan buat belanja~ Transport juga exclude, kita patungan tambahan buat bayar elf untuk mengunjungi tempat2 tujuan bersama. Tapi tujuan masing2 biayanya tetap ditanggung sendiri~

Kasarnya gw abis around 1,5 juta dari kantong gw sendiri untuk makan, belanja, dan transportasi.

Kemudian mencoba membuat excuse, yaudahlah yang penting bisa ke Bali. Tim lain outingnya ke Bogor, marketing beruntung bisa ke Bali. Terakhir ke Bali buat kerja tahun 2012, sekarang bisa buat leisure. Terakhir ke Bali cuma ke Bali Timur yang almost ga ada apa2nya, sekarang bisa ke tempat2 hip Seminyak, Legian, Kuta, Ubud, dan kawan2. Disyukuri ajalah, meanwhile jangan ngecek saldo ATM sampai gajian, nanti nangis~ Wkwk

Anyhow, terus gw ngapain aja di Bali? Makan, mulai dari restoran fancy pilihan bos dan teman2 yang lebih senior soal Bali aka suckers, sampai warteg pinggir jalan yang katanya enak. Makan bebong setelah diconvert di Cina, akhirnya woles aja. Jajan di kafe2 lucu macem Nook dan Parachute, untuk menutupi modus lain yaitu foto2 buat IG.

Selain makan, tentu saja agenda lain yang tidak boleh dilewatkan adalah belanja. Excuse untuk bisa beli kacamata baru, karena salah satu Quay Australia kesayangan rusak~ Hix~ Ga tau kenapa gagangnya bengkok gitu~ Akhirnya dapet 2 kacamata 200ribuan (tapi nggak keliatan kayak 200ribuan) lumayan cantik dan stylish di butik yang cantik juga bernama Bamboo Blonde. Setelah googling, ternyata merek Australia yang Bali based~ Wkwk ga jauh2 mainannya~

Anyway gw menemukan Le Specs aka brand sunnies favorit selama di Aussie lho! tapi masya auloh harganya di-mark up mahal banget. Satu produk yang di Aussie harganya mungkin ga lebih dari $60, kemarin dijual up to 900ribu di Bali~ Sinting~ Untung gw udah dapet dari Bamboo Blonde~ Otherwise gw bakal beli tuh Le Specs, secinta itu soalnya sama brand-nya~

Terus belanja apalagi ya? Hmmm… Udah sih, paling cari oleh2 buat orang rumah di Krisna. Menggila beli essential oils, langsung 3~ Hihihi~ Mumpung murah, di Jakarta ga dapet yang murah gitu~

Gw pergi clubbing juga sekali ke Mexicola. Tempatnya asyik ya, vibe-nya santai dan welcoming. Musiknya juara! Walaupun cuma 2 jam di sana, tapi KPI clubbing achieve semua: minum, joget, mingle, mabok. LOL~ Mau ah kesana lagi, selama masuknya gratis kita mah masuk2 aja ye kaaan~~

Anyhow kesan2 gw akan perjalanan kedua kali ke Bali ini, regardless banyak nombok pake duit sendiri dan jadwal outing yang kurang fleksibel in some parts, Bali… okelah~ Weather-nya lagi perfect, thanks to Aussie’s winter yang bawa angin dingin ke Bali. Empat hari di sana gw ga merasakan kepanasan yang signifikan, semuanya adem ayem, enak buat jalan2. Thanks juga Bali karena selama gw di sana nggak hujan~

Environment-nya oke sih, seneng liat banyak kafe2 dan toko2 lucu yang bisa buat foto, walaupun penataannya masih berantakan kayak Kemang~ Jalanan sempit gitu ditumpekblek segala macem bisnis, penuh orang2, dan kendaraan. Kurang paham kenapa bule suka banget ke Bali kalo alasannya buat jalan2, karena tempat2 kayak Seminyak atau Legian itu ga enjoyable buat jalan2 menurut gw~

Oh well nevermind, gw tau alasan sebenarnya bule ke Bali sih, so I’ll shut up. Hehehe~

Thanks to Bali juga yang membuat gw merasakan sedikit hint Australian summer. Bule Aussie berkeliaran dengan baju minimalis speaking in Aussie accent, jalanan2 di Seminyak, Ubud, dkk remind me a lot to Chapel Street (sama persis!!), brand2 yang biasanya gw lihat di Aussie juga ada di Bali, so I’m unofficially in Aussie. Ah bikin kangen Melbourne, kangen rumah. :’)

Udah ah segitu aja review-nya. Good to be back blogging! Bye!