Sunday, October 24, 2021

XXXXX Reunion

 Hi, guys! How y’all doin?

Minggu lalu, gw reunian virtual sama kakak2 XXXXX. It’s really been a while. Selain Lizta, Ayu, Acu, dan Kak Cia, gw hampir tidak pernah kontakan sama kakak2 XXXXX lain sejak resign dari sana tahun 2015. Paling sama Kak Yani waktu di Melbourne—beliau sempat berkunjung. Pernah kerja bareng juga di Majalah Ozip dan hampiiiirrr jadi colleague lagi ketika tahun 2019 gw ditawarin kerjaan di kantornya yang sekarang. Pas di Aussie juga pernah ngobrol sama Kak Uliel--yang tinggal di Perth, beliau kasih tips2 living in Aussie. Pernah juga sama Kak Bobby tahun 2015-an deh kalo ga salah, meminta referensi untuk daftar beasiswa Purpose. 

Selain mereka, ga pernah kontakan siapa2 lagi. Sebatas friend di Instagram aja. Jadi bisa dibilang kemarin reuni semi-akbar, saking lamanya.

Gw ga berkesempatan ngomong banyak sih, karena telat sejam~ Tapi sempat menyimak perbincangan yang berlangsung. Rata2 jalur kariernya sudah sangat berbeda dengan XXXXX. Ada yang jadi consultant lepas, kerja di startup, NGO, jualan online, e-commerce, agency, brand kecantikan, ibu rumah tangga, dan masih banyak lagi. Kayaknya ga ada deh yang masih di media jadi jurnalis. Maybe semuanya realistis kayak gw. Wkwk~





Ketemu mereka jadi membuat gw berpikir tentang satu dan lain hal. Mereka ini adalah orang-orang menemani gw mengawali karier. Mereka yang menyaksikan gw yang ketika itu masih bau kencur baru lulus, memasuki dunia kerja pertama kalinya. 

Gw ingat Oktober 2011 ketika pertama kali menginjakkan kaki di redaksi XXXXX, they were nothing but a friendly bunch. Gw disambut dengan ramah. Walaupun YYYYYY Group adalah grup media dengan fokus lifestyle/fashion seperti Vogue, ga ada tuh hawa2 bullying senioritas macem di The Devil Wears Prada. Semuanya chill dan saling menghormati. 

Kakak2 di divisi--atau di XXXXX disebutnya kavling, showbiz—yang adalah divisi gw, ga ada yang galak. Satu orang tegas dan jutek—Kak Dian, reporting line gw waktu itu. Walau jutek, Kak Dian adalah orang yang cerdas dan berwawasan luas. Jadi gw sangat respek. Kak Yani, orang nomor 2 di divisi showbiz, selalu baik hati dan sabar ngajarin gw banyak ilmu, baik penulisan maupun online. Kak Asri—yang kemudian jadi bos gw karena Kak Dian resign beberapa bulan kemudian, juga kayak kakak kandung. Kita deket banget, Kak Asri juga ga melarang ketika gw bilang mau wawancara VOA—mendukung malah. :”)

Kemudian ada Kak Ocha—go to person buat hal2 seputar musik, baik lokal maupun internasional. Kak Ocha tau semuanya! Terakhir ada Acu alias Mariska Tracy--sekarang udah jadi food influencer/finalis Masterchef Indonesia. Acu ini tulisannya bagussss banget. Padahal passion dia bukan di showbiz, tapi tulisan2 dia soal showbiz tuh keren2. 

Ada cerita lucu soal Acu. Si gadis oriental ini nyentrik dan suka pakai baju2 unik. Yang terunik adalah dia memadukan sweater motif + tutu + legging Britney Spears + usamimi neon + sendal tinggi ala emak2 Hong Kong. Silakan dibayangkan sendiri gimana ya. Wkwkwk 

Gara2 ngeliat Acu pake baju unik, gw jadi pengen juga—walaupun gw tau di company handbook ada tulisannya kalo di kantor ini wajib professional look. Jadi pernah tuh suatu ketika gw eksperimen ke kantor pake celana jeans + printed T-shirt + syal motif + sneakers. Well Acu aja pake baju ajaib gapapa… pikir gw. Dibandingin gaya sehari2nya Acu, baju yang gw pake itu cukup normal.

Eh keesokan harinya Kak Dian langsung manggil gw 1on1, dan melarang keras pake jeans & sneakers karena beliau udah dipanggil duluan sama higher level yang ngeliat gw pake jeans & sneakers. LOLOLOLOL~~

Oh memories. Yeah, memori demi memori gw rangkai bersama 5 orang ini di hari-hari pertama gw di XXXXX. Artikel pertama, liputan pertama, wawancara artis pertama, konser pertama, press screening pertama, media gathering pertama, event pertama, XXXXX Sampul pertama, dll. Orang2 inilah yang memberi gw kesempatan2 berharga itu. Terima kasih kakak-kakak. :”)

Yeah, gw sangat berterimakasih. You probably won’t understand, tapi impact-nya kerja di XXXXX sangat besar pada gw, dari dulu hingga sekarang. Dulu, waktu masih di sana, gw literally kerja tapi ga berasa kerja. Everyday I woke up in the morning feeling awesome karena gw akan menjalani hari yang luar biasa. Part of it because I was living my passion. Ya kayak yang tadi gw bilanglah, tiap hari ada aja liputan2 seru yang berhubungan dengan entertainment, ya konserlah, nonton filmlah, wawancara artislah, dll. 

Other part probably because sebagai jurnalis junior waktu itu gw tidak harus memikirkan KPI~ Muahahahahaha~

Like seriously, yang mikirin KPI di XXXXX keknya cuma level Redaktur Pelaksana atau Managing Editor ke atas deh. Tim editorial tugasnya ya bikin konten yang bagus buat majalah aja. Itupun udah ketauan bikin konten apa tiap hari, karena planning sudah dilakukan 2 minggu sebelumnya dengan deadline yang sangat manusiawi. Ga kayak wartawan online yang harus bikin sekian quota berita apa yang terjadi hari itu. So yeah, life was pretty easy back then. 

Kemudahan dan kenyamanan yang gw rasakan di XXXXX itu sangat melekat, apalagi gw menghabiskan hampir 4 tahun di sana. Setelah resign, susah banget buat gw untuk “move on”. Kerjaan apapun yang gw dapatkan paska XXXXX ga bikin nyaman. Bawaannya selalu banding2in. Lalu jadi demotivasi.

Ketika ga lagi mendapat privilege2 yang dulu didapetin di XXXXX, gw jadi sedih dan depressed. Separuh jiwaku pergi rasanya. </3

Gw bahkan sampai memutuskan untuk ambil S2 bidang entertainment, in the hope that sepulangnya ke Indo gw punya chance lebih besar untuk bisa kerja di bidang itu lagi, di media lagi. I was at the point where I was literally willing to do anything to live that kind of life again, go back to the way it was.

Kenapa gw segitunya? I think it’s because... it's my calling. 

It’s what I love to do. It’s what I’m good at. It’s something that makes a difference for me. It’s what I was put here, on this planet, to do.

XXXXX helped me founded my calling dan orang-orang tadi, kakak-kakak XXXXX, berperan besar dalam prosesnya, karena bersama merekalah gw memulai karier.

And for that, I am eternally grateful. <3

Dear kakak-kakak XXXXX,

Semoga selalu diberikan kesehatan dan kebahagiaan dalam menjalani hidup ini. Semoga kita bisa bertemu lagi suatu hari nanti, mengenang kembali cerita-cerita lama, momen-momen manis bersama. 

Dari mulai liputan konser/wawancara artis lokal, barat, Korea, Jepang, screening film bioskop or festival, yang selalu aja ada cerita seru dari panitia, EO, PR agency, artis, atau sesama jurnalis yang ghibah-worthy, ngurusin XXXXX Sampul bareng bertahun-tahun yang selalu menyenangkan, kenalan sama berbagai tipe remaja di liputan pensi, workshop penulisan, editing, fotografi, mengurus event tahunan akbar Jakarta Fashion Week, segala ke-hectic-an di backstage ataupun liputan depan catwalk, baik duduk di tribun atau ngemper bareng geng fotografer, ngurus event komunitas, nobar, cooking class, road show sama artis, daaaann semua pengalaman lainnya yang ga mungkin disebutkan satu persatu. 

Good times, and good people to spend time with.

Wish you all the best.

With love, 
Seeta.

Sunday, October 17, 2021

Keranjingan Face Mist

 Hi, guys! How y’all doin? 

Gw lagi keranjingan face mist.

keluarga face mist nemenin nonton RM

Dimulai dari sebuah keluhan, in the middle of a hot day, kerja, meeting back to back, brainstorm, etc… PENAT!

Butuh sesuatu yang menyegarkan, tapi kalo jajan boba mesti order via GoFood/Grab Food dulu, estimasi 30 menit-1 jam baru sampai~

Puter otak, apa yang bisa menyegarkan dalam sekejap?

Lalu teringat punya face mist Jurlique Rosewater Balancing Mist beli di Aussie beberapa tahun lalu. 

Semprot-semprot.. aaaahhh... syegaaaaaarrrr………

Waini, solusi yang kubutuhkan saat ini!

Beberapa waktu cuma pake si Jurlique aja, lama-lama kok bosan ya? Cobain yang lain aahh...

Lalu comot Nature Republic Aloe Vera 92% Soothing Gel Mist punya nyokap~

Semprot-semprot.. hmmm… nice~~

Kemudian siklus berulang, setelah beberapa purnama pake Nature Republic, bosan juga, lalu memutuskan untuk beli sesuatu yang baru. Setelah riset sana sini, mempertimbangkan wangi (yes, wangi penting buat gw karena face mist ini gw gunakan ketika gw sedang sangat penat), kapasitas, dan harga, memutuskan untuk memilih…… Wardah C-Defense Face Mist!

Wanginya orange, atau lime ya? Ya pokoknya kecut-kecut manis gitu. Sedikit mirip wangi obat nyamuk Vape, hahahaha~ But it’s okay. Harganya ramah kantong, cuma 30ribuan buat 60ml. Botolnya travel friendly, imut-imut dan ringan, jadi kalo dibawa-bawa ga makan tempat di tas.

Kemudian siklus berulang lagi! Wkwk~

Bosan sama si kecut-kecut manis, akupun beli face mist baru. Kemarin abis main ke AEON Mall BSD, kebetulan ada Innisfree di situ jadi tentu banyak pilihan face mist!

Jatuh cinta pada 2 pilihan:

Innisfree Green Tea Mist – 150ml/IDR 190K
Innisfree Jeju Cherry Blossom Mist – 120ml/IDR 240K

Dari wanginya sih lebih suka si cherry blossom, tapi my cheapskate cell alias Sel Iritku dominan kemarin. Dengan pertimbangan irit, pilihan jatuh kepada green tea karena harga lebih ekonomis dan kapasitas lebih banyak. Hwehehehe~~

Can somebody buy me the Cherry Blossom one? :p

Well, jadi sekarang total udah punya 4 face mist. Tapi apakah gw akan berhenti di 4? Tentu saja tidak! Hohoho~~

Mau beliii lagiiiii~~

Tapi kurang bijak kalo beli sekarang2 ini ya, so mari kita nungguin 11.11 or black Friday aja. Hihihi~

Udah sih itu aja, kalo yeorobun ada rekomendasi face mist enak (dan ramah kantong) boleh tulis di komen or japri eaaa~ 

All hail face mist!

Sunday, October 10, 2021

Just like the ‘ol days.

 Hi, guys! How y’all doin?

It’s been a rather unproductive Sunday, so I decided to step it up a little bit by blogging. 

First half of the day, migraine. Ceritanya kamar gw direnov, jadi ngungsi ke kamar si Cuprit, kemudian tidur. Eh, bangun-bangun migren~

Kirain ini cuma efek telat makan aja, ternyata setelah maksi masih berlanjut. Dibawa tidur lagi bentar, masih ga ilang juga, so Paramex it is.

Gini amat sih penuaan, ga bisa liat orang santai dikit, ada aja keluhannya~

Anyway.. Terima kasih kepada pemerintah Indonesia yang semakin ciamik menangani covid, angka kasus sekarang kisaran seribuan per hari, angka kematian semakin menurun juga. Bisnis-bisnis pada reopening, kantor udah boleh minimal 25% WFO, orang2 yang fully vaccinated udah mulai dikasih banyak privilege, termasuk di antaranya traveling.

Gw tidak mau menunda new normal lebih lama, so I’m slowly reclaiming my old life. Mulai keluar rumah setiap weekend, termasuk di antaranya, nonton bioskop! :’)

Minggu lalu nonton James Bond, kemarin Shang-Chi. 

It feels so great. It hasn’t been a while sejak terakhir gw nonton bioskop. Kalo ga salah tuh terakhir nonton Cruella sama Rini sekitar bulan Mei. Lumayan sih jedanya 5 bulan. Tapi at least ga kayak si Iip yang 1,5 tahun. Hahaha~

Well, 5 bulan buat gw udah cukup empty sih. Bioskop itu tempat yang sakral buat gw sebagai penyuka pop culture terutama film, jadi kalo sebulan ga nonton bioskop tuh rasanya empty banget. 

Anyway mau cerita sedikit soal nonton bioskop. Kemarin tuh sempet conflicted karena ga ada yang bisa diajak nonton. Iip kerja, Nanien kerja, Grace ke dokter, Elia masih parno keluar rumah, Opiq udah nonton duluan 2x~ 

Sempet mau urung, tapi kok sayang, Shang-Chi minggu depan udah turun kemungkinan besar, karena film2 lain mau masuk, di antaranya Dune dan Venom.

Shang-Chi ini produk MCU, sebuah statement pop culture. Setelah Black Widow bernasib tragis karena ga mendapatkan rilis yang layak karena covid, tentu Shang-Chi tidak boleh dilewatkan. Rasanya ga sama kalo nonton di OTT, harus di bioskop. Jadi ini urgent, ga bisa ditunda lagi. Akhirnya gw memutuskan untuk nonton sendiri. 

Awalnya berasa aneh, tapi setelah dipikir2, lho ini kan kebiasaan lama gw dari zaman kuliah. Kenapa harus bergantung sama orang lain kalo mau nonton bioskop, hajar aja nonton sendiri, just like the ‘ol days. 

Lah iya ya~ Bener juga~ WKWK

Gila ya sekian lama pandemi, gw jadi lupa punya kebiasaan ini. Dulu tuh gw nonton di bioskop whenever I feel like it. Kalo emang lagi pengen nonton, ga usah ngajak2 orang, hajar bleh nonton sendiri. Kadang2 impulsif juga, kayak waktu kuliah, pulang kuliah kepagian, males pulang, akhirnya dari Cawang ke Uki ambil bus ke Bekasi buat nonton di bioskop favorit gw waktu itu, Mega Bekasi XXI yang bioskopnya seukuran lapangan bola. I had the whole theatre for myself kalo nonton jam 12 teng pas bioskop baru buka. Berasa chaebol. Hahaha~~

Waktu kerja di XXXXX, kebiasaan menonton sendiri ini diberikan platform: press screening, dimana wartawan dikasih kesempatan nonton duluan alias premiere. Secara waktu itu masih baru jadi jurnalis, ga ada kenal, ya sama aja kayak nonton sendiri. 

Waktu tinggal di Osi, gw literally melakukan segara cara buat bisa nonton atau nonton hemat. Sayangnya, temen2 gw ga ada yang movie buff di sana, atau lebih tepatnya ga ada yang menganggap nonton bioskop sebagai kebutuhan primer seperti gw, jadi ga ada yang mau spending money buat nonton. Ujung2nya gw nonton sendiri lagi. Nyehehehe~

Moving on pas kerja di WKWKWK dan Dian, lokasi kantor tinggal ngesot ke Planet Hollywood, ya langsung menyebranglah sepulang kantor. Bioskop murce, lokasi strategis depan halte busway. Pulang tenggo bisa nonton yang jam 6 or 7, selesai film belom terlalu malem, tapi udah ga macet. Perfect timing. 

Sekarang? Bisa lebih gila lagi nih, secara kantor di mol~ Hahahaha~ Tapi bioskopnya mahal sih, jadi ga bisa sering2. Nyehehe~

So yeah gw bingung sih kenapa kemarin ada keraguan untuk nonton dan sampai kepikiran untuk ga jadi nonton hanya karena ga ada yang nemenin. Padahal sendirinya punya gelar Ph.D di jurusan Nonton Sendirian. Hahaha~~

Well I guess satu2nya alasan adalah saya lupa, gais. Covid really fucks. 

Anyway, bolehlah mulai sekarang dibiasain lagi back to cinema. Once a week mungkin terlalu ambi, jadi maybe KPI-nya 2-3 times/month aja. Yang penting priority-nya blockbusters, pop-culture significant, critically acclaimed, and of course film Indonesia. :)

Kasian industrinya hampir mati. Well ga sepenuhnya mati sih, beberapa produser film sudah pintar dan memutuskan untuk rilis secara online/nebeng di OTT. But, buat penggemar film sejati, it doesn’t feel the same-lah. Pretty sure filmmakers juga sedih kalo filmnya ga dapet theatrical release. So, yuk nonton bioskop lagi gengs! Just like the ‘ol days!

Selalu waspada tapi ya, prokes jangan kasih kendor, masker jangan dilepas2. Jangan makan/minum dulu di bioskop (fyi, caramel popcorn costs 55K now. More reason to keep your mask on the whole time! :p), I know rasanya berat, tapi step by step dululah. Indonesia sebentar lagi pulih kok gw yakin. Semangat, guys!

Tuesday, October 5, 2021

Happy 1st anniv~

Okay this is a quick one coz I gotta werk!

Today I celebrate 1-year anniversary of working at QQ!!!

Yeay! KPI achieved juga akhirnya, bahwa gw mau kerja di sini at least setahun. CV gw tetep cakep deh. Hehehe…

Setahun belakangan ini, how to describe it ya? I’ve watched more Asian drama in a year than I ever did in my whole life. Hahaha~~

Setahun belakangan ini, gw belajar banyak soal industri media/OTT dan menjadi mengerti bagaimana menavigasi bisnis OTT. Gw belajar semuanya dari 0 banget, sekarang harusnya udah di level 6 atau 7 (out of 10). Belum sempurna, tapi slowly but sure menuju kesempurnaan. Karena gw sukaaa industri ini, jadi mau belajar apapun rasanya ikhlas. 

Long live OTT-the future of TV! :’) 

Jadi kesimpulannya, setahun belakangan ini gw……… bahagia. :)

Ya, sesimpel itu. Ada beberapa momen sucks dan challenging, tapi overall tetep bahagia sih. Karena gw berada di industri yang gw suka, mengerjakan apa yang gw suka. On top of that, I have these amazing people I called my colleagues yang… asyik2 semua. Sumpah setahun bareng hampir tidak ada drama, paling sekali dua kali doang drama tidak penting. Selebihnya kita kompak, chemistry luar biasa. Jadi, tidak ada alasan untuk tidak bahagia. 

So what next? Resign? Hmmm… Nggak dulu deh~ Mau stay di sini dulu aja, karena next KPI-nya adalah membawa the 1st local originals to your screen! 

Kenapa ini penting? Karena gw idealis. Ini lebih berkaitan dengan janji yang gw berikan ke negara ketika gw berjuang beasiswa Purpose. It was all in my study plan: to promote the best local arts, talents, and artworks, bringing the best local entertainment to you. 

I finally have the platform to keep my promise for this country so I make sure I make the best use of it.

That local originals should happen within the next 1 year. So maybe I will celebrate my 2nd anniv here too. 

Coz I mean, kalo gw mau resign gitu ya, pertanyaannya adalah “mau kemana”? Now that I’ve decided to stay in OTT, pilihannya akan menjadi sangat sedikit dan gw pun masih menganut konsep “upgrade”. The next company yang jadi tempat gw berlabuh, harus lebih baik dari company sebelumnya. Sekarang, company yang memenuhi syarat itu cuma 1 dan kalian tahu apa.

Jadi yaa.. gitu deh~

Xixixixi~~

Let’s not talk about resign in this post, okay?! That word should be banned for months! Hahahaha~~

Anyway, ngomongin anniversary belum afdol kalo belum ngomongin wishes. Tapi tadi udah ya, yang bawa local originals itu. Sama mau menyempurnakan ilmu OTT gw, supaya someday bisa jadi speaker forum soal OTT/entertainment. Sama satu lagi, mau build more relationships with different industry partners, be it filmmakers, actors, production houses, media, communities, KOLs, brands, telcos, agencies, government, etc. All OTT stakeholders are friends.

Those are pretty solid wishes, can I get an amen for all? :D

Aaaaaaaammmmeeeeeeeeennnnnn~~~

Okay, it’s almost 9 AM. Gotta werk!

Thank you for reading! Long live QQ!

Sunday, October 3, 2021

Me wassup 71: Back to office, WLB, Skincare, Yumi’s Cells, etc..

 Hi, guys! How y’all doin?

Di postingan ini mau cerita banyak hal, life updates, thoughts, a bit of everything, tapi pendek2 aja. Okay here we go!

~~Back to office!~~

Yasss~~ Officially udah boleh ngantor lagi sekarang, statusnya optional sih, boleh WFH/WFO. Demi menjaga kewarasan, gw mengembalikan ritme yang lama: 1-2x seminggu. Sekalian main. Hehehe~~

Kantor gw, walaupun bentuknya cuma ruangan seiprit di pojokan gitu, desainnya basic banget lagi, tapi tetep ngangenin. <3

Seneng deh bisa ngantor lagi~ Walaupun konsekuensinya adalah setiap hari ngantor akan menjadi hari yang super duper mahal/boros. Spendingnya ga kira2, men~

Ongkos taksi PP – 250K
Makan siang restoran di PP – 100K
Kopi/cemilan di PP – 50K

Total/day: 400K~




Begitulah, ga bisa sering-sering ngantor~ hahaha


~~Sleep Deprived~~

Masih berhubungan sama back to office, alasan lain gw harus ngantor adalah memperbaiki jadwal tidur. Sebelum pandemi, gw punya body clock yang sehat sekali. Bangun pagi otomatis jam 6, tidur malem paling lambat jam 10. Kurleb tidur 8 jam sehari.

Kebiasaan sehat ini adalah result dari usaha yang dibangun bertahun2. Gw selalu bangun pagi dari SD sampai kerja, karena tuntutan sekolah, kuliah, dan pekerjaan yang mengharuskan commute. Ngejar bis, ngejar kereta, menghindari macet, menghindari surge fare, semuanya require untuk bangun pagi. Untuk bisa bangun pagi dengan natural, durasi tidur harus lama, hence jam 10 malem jadi patokan.

Puluhan tahun membangun kebiasaan ini, ya pastinya berujung baik. Kebiasaan bangun pagi, tidur cepet udah otomatis buat badan gw. Somewhat pulang kerja sekitar jam 8 or 9 malem itu udah capek juga sih, jadi sampai rumah langsung tidur. It was all good, until pandemic happens.

Ketika WFH, tidak ada lagi tuntutan untuk bangun pagi, pun tidak ada proses pulang kerja yang melelahkan dan bikin cepet tidur. Jadi, body clock gw berantakan lagi. Sekarang baru bangun jam 9 pagi, tidur malem jam rata2 baru bisa jam 12—karena kebablasan main laptop, entah nonton, sosmed, dll. 

Kadang parah banget, baru bisa tidur jam 1 or 2, sekali dua kali sebulan bahkan ga bisa tidur sama sekali. Terjaga aja gitu sampai pagi. Mata sih merem, tapi pikiran terus bekerja. Parah banget deh, gw sampai beli sleep aid spray buat disemprot ke bantal, guling, dan selimut. Hasilnya? Ga jauh beda sama obat tidur gw zaman di Ostrali, it keeps your eyes shut, but not necessarily give you a good sleep. Your mind is still working.

Ini menjadi sebuah concern, karena selain berpengaruh ke produktivitas, juga membuat mata gw jadi mata panda. Kantong matanya gede banget plus hitem dan berkeriput. Alhasil, gw jadi harus beli eye-serum yang harus dipake setiap hari. That’s another $$$ spent~

Gw belum berada di kondisi mental yang siap untuk punya pengeluaran reguler khusus skincare sih. Idk ya, mungkin gw aneh. Temen2 gw yang ciwi2 tuh udah pada skincare-an sejak kuliah. Banyak banget regime-nya ,bisa belasan produk sekali pake. Inner circle gw macem Putri, Rini, dll juga sangat dedicated sama skincare. Buat mereka, spending buat skincare tuh no brainer aja, kebutuhan primer. Jadi pasti beli.

Gw? Hampir ga pernah skincare-an. Momen gw skincare-an paling intens itu pas di Ostrali, tiap keluar rumah olesin sunblock dulu—karena mataharinya bahaya. Sekarang sehari2 cuma cuci muka aja karena mindset gw muka itu yang penting bersih. Muka glowing/lembab/putih/bebas jerawat/dll gitu bukan KPI gw. 

Alhamdulillah sih gw ga pernah mengalami masalah kulit wajah yang serius sehingga butuh perawatan ekstra. Jerawatan sekali2 aja kalo mau dapet. Berminyak ga heboh-heboh amat, 1 lembar kertas minyak itu bisa gw pake 2-3x. Selebihnya kulit wajah gw baik2 aja.

Makanya nih kalo sleep deprived itu juga berpengaruh pada penampilan mata—yang notabene organ paling penting di muka, berarti mau ga mau gw harus ada spending buat skincare~ huhuhu~

Penting untuk get rid of these freakin eye bags~ Bikin insecure soalnya~ 


~~WLB~~

Beberapa hari belakangan ini isu WLB alias werk lyfe balance ramai diperbincangkan lagi di Twitter. Biasalah, banyak SJW yang gatel komplen soal hustle culture, mau normalize working 9-5, jangan dibiasain kerja, kerja, kerja sampai tipes, blablabla~ 



Boring~

Entah triggernya apa, mereka kayak serempak ngomong gitu. Retweet dan likes-nya sampai ribuan, berarti banyak yang setuju. 

Terus gw jadi gatel pengen komen juga~ Wkwkwk

Gw sendiri stance-nya seperti biasa, di tengah-tengah. Di satu sisi, gw sangat menentang hustle culture, apalagi setelah terpapar dengan sistem kerja 9-9-6 waktu di Dian dulu, yang capeknya sampai ke tulang. Fisik sama mental 22nya kena, damage-nya sangat serius (inget berat badan gw turun 6 kg tahun lalu?). 

Sampai sekarang kalo keinget mega campaign bisa ga tidur sampai jam 4 pagi, masih trauma. Like dafuq was I doing, segitu disrespect-nya sama kesehatan fisik dan mental sampai harus begitu. Sampai sekarang masih merasa bersalah ke diri sendiri kalo inget momen2 itu. 

Tapi ya di kantor sekarang, walaupun gw sudah meninggalkan 9-9-6 dan balik ke 9to6, stres mah tetep aja ada. Capeknya sama2 aja. Namanya juga kerja. Ga ada jaminan kerja 9to6 akan membuat hidup lebih balance juga. 

Di sisi lain, gw sudah menyaksikan banyak orang yang memang gila kerja. Segitu gilanya, dengan segala motivasinya, baik karena mereka memang menyukai pekerjaannya, atau ingin mendapat “result” yang lebih baik buat individu atau perusahaannya, atau mau jadi contoh buat orang lain/trying to impress someone, atau kerja adalah distraksi atas masalah pribadi yang ingin dihindari, atau apapunlah, mereka memilih untuk kerja terus dan tidak tidur. Ya tipes sih, depressed sih, tapi terkadang, ada hasil yang positif juga. Mereka dipromosi, diapresiasi, dinaikin gaji, dijadikan employee of the month, dll, yang bikin happy. 

Jadi gw sih… ya terserah masing-masing aja. Selama bisa bertanggungjawab atas pilihannya dan tau konsekuensinya, silakan melakukan apa yang dianggapnya baik dan benar.


~~Yumi’s Cells~~

OMG! I love this drama! Tapi di sini gw ga mau kasih review, karena itu pasti butuh satu postingan sendiri. Essay panjang soalnya writing, karakter, psikologi manusia, relatable moments, dll. There’s no way it could fit in this post. Wkwkwk~

Yang mau dibahas sekarang lebih personal sih. You know I watch some content, like Yumi’s Cells, Tokyo Revengers, AoT, etc.. itu semua tuntutan pekerjaan kan? Karena gw bekerja di OTT yang menyiarkan konten2 tersebut, dan kebetulan posisi gw adalah marketing, jadi gw harus mengerti benar apa yang gw pasarkan. Hence, I watch the content.

Kadang2 konten itu gambling, bagus atau jelek. I’ve watched countless of them; the majority failed. Meaning mass audience won’t like it. It’s not for everyone. Akibatnya, kontennya ga laku, datanya menyedihkan, komen2 pedas dari netizen bertaburan dimana-mana.

Tapiii sekali2nya kita punya konten bagus, vice versa. Semua orang suka, panen angka DAU, MAU, VT, VV, dll, netizen puji-puji terus, wah hepi ending banget deh.

Sekarang gw lagi berada di fase itu. Cloud 9, karena konten yang kita sajikan berhasil menghibur mass audience. Setiap hari ada aja kabar bagus. “It’s doing really well.” Some peeps bahkan reach out ke gw personally untuk bilang “Hey, I watched it, it’s so good, thank you for bringing this show to us.”

When that kind of moment happens, istg, I feel like that’s what makes everything I do here worthwhile. Menjadi part of the team yang membawa kebahagiaan buat kalian semua wahai audiens OTT di luar sana, I feel like that’s my true calling. I’m happy if I can bring you good content to watch. I’m happy if I can promote the best artworks and talents to get as many attention as they can possibly get. 

So I will continue to dedicate my heart for this. For you guys. :) 

---

Okelah. Segini aja dulu. Enjoy the rest of your weekend!