Showing posts with label decision making. Show all posts
Showing posts with label decision making. Show all posts

Sunday, October 15, 2023

Blackjack with Diamond Heart

Hi, guys! How yall doin?

It finally arrived. My first ever tattoo. :”)

Akhirnyaaa... My second half of 2023 nggak boring-boring amat~ 

Melalui postingan ini saya secara resmi menutup nazar after-pandemic (bungee jumping & getting a tattoo) karena dua-duanya udah accomplished. 

I. am. so. proud!

Sekarang hampir 1x24 jam setelah ditato. Tattoo-nya masih dibungkus plastik sesuai prosedur. 

Tangan masih nyut-nyutan. Perasaan masih campur aduk. 

Happy sama desainnya. It’s a blackjack with a diamond heart. 



It has a powerful meaning. 

The ace of spades is the highest, strongest, and most valued card in a deck of playing cards. It symbolizes power, luck, and triumph. ♠

I was already satisfied with the spade design but then the artist added a humble diamond on where a heart is supposed to be at. ♦

An important reminder. It doesn’t matter how strong or capable you are if you don’t have a heart.

Colorwise, I like the black on the spade body coz it’s bold and certain. Dari awal emang mau dominan hitam, karena gw percaya hitam itu netral dan ga bikin bosen. Tato warna lucu sih, tapi one day bisa bikin bosen.

As for the diamond, maybe the pict doesn't give it justice, itu ombre ungu-biru, guys. Purple is mandatory, coz it’s my identity. It's my favorite color since I was a child. Blue diamonds symbolize eternity, truth, devotion, peace, purity, and spirituality and are believed to cleanse the wearer of negative emotions and energies. Colors are all set!

It’s so me! Temen-temen kantor + Grace yang gw kasih lihat pun responnya pada positif. 

Cuma… kurang happy sama peletakkannya. Karena berbeda sama area yang gw pengen. Tattoo artist-nya tidak menyarankan di area yang gw pengen. Posisi tato yang gw pengen itu lebih cocok kalo tatonya memanjang ke bawah. Sedangkan tato gw melebar ke samping. 

Kita mencoba 2 posisi, kanan or kiri. Posisi tato yang gw pengen itu posisi tengah-tengah. Tapi kalo tengah bakal miring dan kurang bagus katanya, karena posisi tangan yang selalu bergerak ke segala arah, bikin tatonya bisa miring-miring/mencong-mencong. So it’s either left wing or right wing, no in between. 

Gw—secara baru pertama kali bikin tato, ga punya sangkalan atas saran itu, jadi nurut aja. I chose the right wing. Sebenernya ga beda-beda banget sih, cuma kurang geser sekitar 1cm. Tapi tadi mencoba mengeksplor possible posses buat photoshoot debut tato ini, cukup terbatas posenya karena peletakannya itu. Bikin frustasi to the point tadi nge-search “tattoo removal procedure”. Wkwk~

I’m just a little bit disappointed karena the aftermath feels-nya itu ga all victorious kayak bungee jumping gitu loh. Padahal degdegan menuju d-day-nya kayak bungee jumping. Hmmm… Kenapa ya?

Is it because of the tattoo artist yang not-so-friendly? Ga kayak staf AJ Hackett yang semuanya friendly, suportif, dan seru. Bener-bener bikin suasana menyenangkan dan encourage kita untuk loncat dengan hepi. 

Si tattoo artist… Very less interaction, ga banyak ngomong. I thought dia akan bawel—in a good way, misalnya kasih penjelasan kenapa design-nya dia bikin begitu buat gw, apakah ada meaning atau filosofi tertentu, atau dia tanya balik ke gw kenapa gw pilih bentuk itu.

Mudah-mudahan gw salah, but I got the vibe that she just wanna get shit done quickly~ is it normal? Kata Sella yang sesama visual artist sih, kalo lagi kerja emang pengennya quiet aja gitu biar fokus. 

Terus satu lagi dosanya, dia cukur bulu tangan gw ga pake permisi! X(

Like tau2 ambil Gilette dan langsung cukur aja gitu pas gw meleng. Well gw paham emang better dicukur supaya keliatan lebih clean kulitnya, tapi mbok ya permisi dulu gitu! Gw sayang banget sama bulu tangan gw karena rapi dan halus. Gw sengaja ga pernah cukur bulu tangan karena ga mau bentuknya jadi aneh keriting-keriting kayak bulu kaki. Eh sianjir main cukur ajeee~ Hhhhh

Oh well. It definitely takes time to accept, I am aware of that. Yang gw coba minimalisir sekarang adalah the regret, karena walau bagaimanapun ini adalah keputusan hidup yang gw ambil secara sadar. Yang ide dan niatnya sudah terkumpul sejak lebih dari 10 tahun yang lalu. 

Let’s focus on the more positive sides!

I finally conquered another fear: the fear of pain. 

Woohoooo~~~

Also, a celebration that I am now carrying an eternal statement, an establishment that I am strong, that I have more/the most possibility to win at life now that I have eliminated yet another fear. And also, a friendly reminder, to always use my heart no matter how big and powerful I can be in the future. 

Semoga keberadaan tato ini menuntun gw ke arah yang lebih baik dalam kehidupan, seperti makna yang terkandung di dalamnya. Menjadi manusia yang lebih berakhlak, berakal sehat, dan berguna bagi keluarga, komunitas, masyarakat, nusa dan bangsa. Amiennn~~~ 



Quick Q&A:

Gimana rasanya di tato? Sakit sih, not gonna lie. Gw mendeskripsikannya sakitnya setara dengan dicubit dalam waktu yang lama. It’s still bearable though—but again ini tergantung pain tolerance masing-masing orang ya. Mungkin tolerance gw lumayan tinggi jadi kemarin ga ada adegan nangis atau teriak. Paling meringis aja. Dapat diatasi dengan long inhale exhale. 

Berapa lama? Untuk tato sepanjang 3cm kurleb sekitar 30 menitanlah. Terhitung cepet. Tau-tau jadi aja. Haha~

Siapa tattoo artist-nya? This gurl. Gw ga mau mention/kasih credit, masih baper karena alasan-alasan yang gw sebutkan di atas. 

Gimana reaksi orang rumah? Belum pada liat sih, haha~ Masih gw tutupin dari kemarin. Kalo pada marah, ya mau gimana, kan udah terjadi~ Worst case scenario, kalo dianggep menyerang principle macem “dilarang agama” or semacamnya, diapain ya? Keknya ga bakal sampai diusir sih, mereka terlalu sayang sama gw. Wkwk~ 

Bokap gw beberapa tahun lalu melarang karena katanya tato mempersempit rezeki. “Susah kalo mau kerja di instansi pemerintah” Halo? Bu Susi Pudjiastuti punya tato burung phoenix sepanjang betis bisa jadi menteri. Jadi argumennya udah ga valid.

Nyokap gw sih lebih ke belum bisa terima konsep anak perempuan tatoan sih. Buat generasi beliau masih dianggap taboo/ga bagus. Well, kalo pada terganggu ngeliatnya, then it’s a sign gw harus lebih banyak beli baju tangan panjang. Nah kebetulan kemarin naksir parka di Zara. Nyehehe~

Gimana aftercare-nya? Ketika gw menulis ini, hampir 1x24 jam dari proses ditato. Tangan gw masih terbungkus plastik khusus aftercare tattoo. Bentar lagi plastik ini bakal dilepas dan gw harus membersihkan sisa-sisa tinta dan plasma darahnya. Katanya bakal koreng beberapa hari, tapi jangan dikelupas. Cukup diolesin balm—rekomendasinya pake lipbalm Paw Paw setiap hari. Lalu tunggu lukanya mengering aja. 

Di postingan berikutnya, gw update ya proses healing tato ini beserta a proper photoshoot ya, so you guys can see how it looks like irl. 

Alrite, segitu dulu aja. Gw mau copot plastik tatonya duyuuu~~ 

Beberapa postingan terdahulu yang menyinggung proses decision making tato gw ini, bisa dibaca di sini, sini, sini, dan sini.

Laters!

Sunday, March 26, 2023

Spot Removal

Hi, guys! How yall doin?

Break sedikit dari ngobrolin liburan, gw baru saja menjalani sebuah prosedur kecantikan bernama spot removal.

Ceritanya gw punya spot atau flek atau tahi lalat—apapun itu gw pun ga tau itu apaan sejujurnya, yang posisinya di bawah mata kanan. Spot ini sudah ada cukup lama, I think mulai ada sejak kuliah tingkat akhir atau awal-awal kerja. Awalnya cuma titik kecil tapi semakin ke sini semakin membesar. 



Nah, gw ga suka. Sangat mengganggu. Bikin angle gw terbatas kalo foto (cuma bisa kiri, karena kanan jelek ada spot)~ Juga repot kalo makeup, bagian spot itu harus di-apply extra concealer, karena kalo pake powder-foundation doang ga mempan, tetep keliatan~

Ini ganggu, soalnya posisinya ga kayak spot-nya si Lisa yang persis di bawah mata dan bikin cantik gitu lho~ 



Spot gw agak ke bawah mendekati pipi, jadi  nanggung, bawah mata nggak, pipi juga nggak~

Secara bentuk, absurd juga. Bukan yang (again) kayak punya Lisa yang titik bulat sempurna, melainkan absurd kayak amoeba. That’s why awalnya gw kira itu flek/freckles, bukan spot~

Long story short, gw pengen ini diilangin.

Kebetulan ade gw punya pengalaman serupa, dia juga punya tahi lalat yang kondisinya membesar dan harus di-remove. Jadi kemarin gw temenin dia spot removal di Eve Beauty House Kelapa Gading. Niatnya sih nemenin doang, tapi kok ya tertarik buat remove juga? Wkwk~

Karena prosedurnya cepat, mudah, dan tidak sakit. Dan… Kapan lagi ke Gading ga sih? Males kan bolak balik Timur-Utara, jauh tsay~

Yaudah deh, langsung decide on the spot ikutan remove~

Jadi prosedurnya itu yang pertama adalah konsultasi dulu sama dokter. Fyi, ini harus booking dulu, ga bisa walk in. Kalo dateng untuk konsultasi aja biayanya 150k (harga per Maret 2023). Tapi kalo abis konsultasi langsung tindakan, konsultasinya jadi gratis, karena masuk ke biaya tindakan.

Di konsultasi itu dikasih tau bahwa spot gw ini ya tahi lalat, walaupun warnanya tidak hitam dan bentuknya tidak mencuat keluar. Tapi tetap tahi lalat karena ada akarnya. Jika memutuskan untuk remove, akarnya ini juga akan dicabut. 

Lalu dijelaskan bahwa gw akan menjalani proses bernama perawatan elektrokauter. Step-nya yang pertama dibius lokal dulu, tapi ga pake suntik, hanya diolesin salep panas.

Kemudian, tunggu sekitar 20 menit sampai salep itu bereaksi, baru deh dokternya beraksi! Dia pakai semacam jarum panas, tapi lucunya gw tidak merasakan ditusuk. Berarti anestesinya bekerja dengan baik. 

Prosesnya cepet banget, paling ga sampai 1 menit. Tau-tau udah selesai. Diolesin salep sekali lagi, lalu dibungkus plester dengan notes “tunggu 1 jam baru boleh buka, lalu jangan kena air 12 jam, rajin olesin bioplacenton selama 2 minggu sampai korengnya mengelupas, lalu oleskan dermatix supaya permukaan kulitnya kembali rata seperti semula.”

Baique.

Berapa biayanya? 500k aja gengs, untuk 1 spot. Sebenernya harga tergantung besar dan banyak spotnya. Spot gw itungannya kecil dan cuma 1 jadi 500k aja. Cek harga lengkap di Instagram mereka ya.

Gw belum ada foto after-nya karena kondisinya sekarang kulit paska spot removal itu masih merah dan bolong. Tunggu sebulan lagi deh, abis Lebaran gw foto dan update blog ini, harusnya saat itu udah bersih. Uhuy~ 

Laters~

Saturday, June 5, 2021

Decision is made

 Sooo… I made the decision yesterday. Sebuah keputusan berat, mungkin terberat pada konteksnya yang pernah gw rasakan. Sampai sekarang hati gw masih berasa berat. Asam lambung dari kemarin ga turun-turun. Mau makan ga napsu, mau ngapa2in serba salah.

Ini beda banget sama sensasinya dari resign sebelumnya. Resign sebelumnya, the moment the offer is out, I was so happy! Literally can’t wait to tell everybody that I was finally out of this hell hole~

Sekarang? Ya ampun, rasanya ga kuat ngomong ke orang2. Mereka yang sudah menjadi “keluarga” gw 9 bulan terakhir.

It’s too short. It really is. 

I really really want to cry.

But the decision is made and there’s no turning back. Gw sudah mempertimbangkan dari segala sisi (hopefully) dan memang ini yang terbaik.

Gw memang mengorbankan passion, meninggalkan dunia yang gw suka (entertainment) kali ini dengan sadar, meninggalkan teman2 baik dan solid, dan membuat CV tampak jelek karena kerja kurang dari 1 tahun. Tapi semua ini gw lakukan karena gw melihat kompensasi (karena ada kebutuhan urgent untuk membeli rumah—demi nyokap), kestabilan perusahaan dalam jangka panjang (dibandingkan yang sekarang masih ga jelas nasibnya, kantor baru ada di posisi mau ngapa2in risk free, karena growth-nya lagi kenceng banget), dan mencoba sesuatu yang benar2 baru (sering kalanya gw capek ngerjain marketing, capek berhubungan dengan user, the next one I will be in product team, totally new field).

Ini juga berhubungan sama short term goal gw: buka small business, dan long term goal.

Gw baca beberapa artikel buat orang2 galau pindah kerja, rata2 mengusulkan untuk mencoba menjawab pertanyaan yang sama: apa tujuan hidupmu 5-10 tahun ke depan, pikirkan pekerjaan mana yang bisa membantumu meraihnya.

5-10 ke depan gw pengen jadi expert staff di pemerintahan. Terinspirasi dari mantan colleague di Dian yang resign dari jabatan tingginya untuk menjadi staf ahli BUMN. Gw mau jadi staf ahli di kemenparekraf misalnya, yang menangani industri kreatif, atau kominfo, atau kemenristek, atau kemendikbud, atau kementrian BUMN, whichever-lah.

I think that is so cool. Mengumpulkan ilmu, skill, dan pengalaman sebanyak2nya dan menggunakannya untuk melayani rakyat. 

That’s why gw perlu platform yang bisa memberikan gw koneksi dan akses ke sana, dan itu sayangnya tidak akan gw temukan jika gw bertahan di kantor gw sekarang. I mean, sejauh apa sih social media manager bisa melangkah?

Kantor baru insya auloh, mereka lagi gencar2nya government relation. Maybe I can jump on that too! #wishfulthinking

So yeah, let’s aim for that.

Sekarang gw ga paham yang jadi kegundahan gw apa. This is what I want, I mean, back in the days, gw bersumpah bahwa gw ga akan resign dari QQ kecuali gw dapet offer dari kantor baru ini.

Nah sekarang kejadian!

Moral of the story: mulutmu harimaumu. Wkwk~~

Gw yang pasti takut karena role-nya bener2 baru dan timnya pun baru, takut ga bisa perform. TAPI, HR-nya bilang akan ada performance review 2 bulan sekali, yang mana KPI bisa disesuaikan kalau memang tidak memungkinkan. Manager/supervisor pun akan selalu mengusahakan KPI achieve. 

Gw juga takut bos baru gw sulit diajak komunikasi—seperti di QQ sekarang~ Duh sungguh traumatis banget deh~ Tapi mudah2an nggak, karena dia masih muda dan bahasa Inggrisnya a lot better. Waktu interview pun terdengar asyik. 

Gw juga takut ga punya temen, walaupun sepertinya ga mungkin sih. Karena yang mantan anak Dian aja di sana ada 3 orang. Sama satu lagi temen kuliah, yang sudah konsultasi sebelumnya juga, dan dia mendukung. Katanya company culture-nya bagus. HR pun so far sangat suportif—orang SG, kemajuan, lebih make sense isi otaknya~

Gw takut semua itu bikin gw ga betah, dan berujung pada resign sebelum waktunya lagi~ *amit-amit*

Mudah2an semua ketakutan gw ini wajar. Yang penting komunikasi haru berjalan dengan baik. Pelajaran penting dari kantor yang sekarang kan itu, komunikasi ga boleh putus. Harus sama2 mau mendengarkan, dan kalau ada masalah bisa cari solusi bareng2.  

Amien ya rabbal alamin. Baru pertama kali nih gundah setelah mengambil keputusan. Biasanya gundah ketika menunggu keputusan. Wkwk~

Mungkin gw akan solat biar lebih tenang.

Yuk mariii~~

Saturday, September 26, 2020

Friday 25/9 was so emotionally draining~~

Good morning~

Minggu lalu gw lelaaaahh banget karena kerjaan numpuk~

I thought this week can be slowing down a bit.. Ternyata nggak, my freakin boss masih aja ngasih2 kerjaan~ Sakit jiwa emang~

Yang bikin tambah berat adalah minggu ini gw harus kasih tau orang2 bahwa gw resign. Oh God that requires a lot of emotions, karena gw pen down message satu2 ke semua orang.

Ada sekitar 20 orang di-list yang gw japri, sekitar 18 orang menjawab. Semuanya kaget, katanya ga nyangka gw cabut karena ga pernah keliatan tanda2. Hahaha~~

Tapi semuanya suportif, semua yang gw utarakan likewise. Thank you, sorry, good luck, all the sweet messages. I feel so much loved!

Farewell di Dian rasanya beda banget sama farewell di XXXXX dan WKWKWK. Pertama, farewell kali ini berat banget karena semuanya virtual. Bedalah rasanya walaupun bisa videocall juga. Physical interaction and skinship are important, karena ada emosi yang ga bisa dijelaskan dengan cuma chat doang. Harus pelukan, jabat tangan, cipika cipiki, etc..

Alas, coronces~ hix

Kedua, I find it very odd that banyak dari temen2 di Dian yang gw bahkan cuma kerja bareng sekali dua kali, tapi bisa deket aja gituh. Beberapa bahkan ada yang ga pernah ketemu muka, komunikasi cuma pake chat/telp, tapi bisa akrab juga. It’s magical.

Mereka2 ini turut sedih gw resign dan sending me kind wishes untuk ke depannya. It’s so amazing. Pertemanan memang nggak kenal kondisi. 

Ketiga, Dian walaupun cuma 2,5 tahun, berasa lama banget, hence perpisahan ini rasanya beraaatt banget~ Padahal 2,5 tahun tuh itungannya sebentar lho, ya nggak sih? Menurut gw sih sebentar banget ya, if you compare gw di XXXXX yang 3,5 tahun tuh. Mungkin karena di Dian banyak temen yang seumuran atau lebih muda kali ya? Jadi lebih cepet akrab, kalo di XXXXX kebanyakan lebih senior~

Anywaayy~~ Gw besok ke kantor untuk mengembalikan aset2 kantor (laptop dan ID card). Mau dateng pagi supaya bisa Tiktokan dulu~ hwehehe.. Kangen juga sama kantor, udah 6 bulan kan WFH. Who would’ve thought sekalinya dateng, ternyata untuk terakhir kalinya~

Sedih banget ga bisa foto bareng sama anak2.. Semua fotonya virtual.. Jadi paling gw puas2in foto di spot2 favorit di kantor aja besok. Biar ada kenangan dikit~

Oh well.. that’s all I wanna say. Wish me luck tomorrow!!

Sunday, September 6, 2020

Follow up resign

Okeh, akhirnya punya waktu buat cerita versi lengkap resign. 

Where did I leave you last time?

 

Apply resign by system ya? Oke baiklah.

 

Minggu ini, gw mengabarkan beberapa teman terdekat lain. Ada yang sampai gw telp 2 jam (Citra), ada yang mesti ketemu muka baru bisa ngomong (Ogie).

 

Semua reaksinya sama kayak Echa dan Opiq: kaget dan ga nyangka, karena gw hampir ga pernah koar2 mau resign~

 

Well guys, kalo gw koar2 mau resign, itu berpotensi mengikis moral kalian, karena gw udah pengen resign since the first day I joined Dian. Ga mungkin gw ngomong2, itu bisa tiap hari, kalian akan terdemotivasi, moral kalian bisa mati.

 

Gw juga kasih tau Vira—temen kantor tapi beda tim, dia dari tim procurement. Kita lumayan deket, sering cecurhatan, jadi gw merasa harus kasih tau dia juga. Sama reaksinya, kaget, hahaha~~

 

Selebihnya, informasi tersebar dengan sangat cepat, banyak tim2 lain juga yang udah tau, karena bos gw bacot banget~

 

Selain temen kantor gw juga kasih tau temen2 lain. Geng Tomat—Iip sama Rini udah tau. Kemarin gw main ke rumah Nanien, dia juga sekalian gw kasih tau.

 

One thing for sure, narasi resignation ini gw ceritakan tidak menggunakan angle “udah ga tahan sama bos X”. Karena memang bukan dia penyebabnya. She’s only the icing on top—faktor pendukung, bukan faktor utama.

 

Gw memang sejak awal ga cocok sama industri e-commerce. In fact, joining Dian was my last resort, karena waktu itu kondisinya gw yang baru pulang dari Melbourne susah banget dapet kerjaan di dunia entertainment seperti yang gw inginkan, dan eventually depresi menyerang lagi. Dian was the only one who accepted me, so I took the job for the sake of my mental health.

 

2,5 tahun kemudian, I thought Dian has changed me, that I eventually liked being here, but apparently not. Part of me masih ada yang berontak, idealisme gw masih sama dengan 2,5 tahun lalu. I know I don’t belong here and I have to find my way back home soon, otherwise my life will be full of regret.

 

Moreover, the fact that I haven’t done anything for this country, yang sudah membiayai kuliah S2 gw di Aussie juga kerap menghantui gw. This is a serious matter to me, guys. I can’t just ignore it.

 

So I try and try, apply sana apply sini, literally no break ngirim lamaran kerja, tiap bulan ada aja, lalu dipanggil interview, digantungin, gagal, berulang kali, tapi gw persistent. Cari terus ga nyerah2, sampai akhirnya dapet, Alhamdulillah.

 

So yeah that’s the narrative I want my story to be told. Walaupun banyak orang yang berpendapat gw cabut karena bos gw, that’s not true. Gw mungkin bisa bertahan dengan shitty bos kalau gw melakukan apa yang gw suka. Sekarang kenyataannya kan nggak.

 

Kemarin gw telponan sama calon bos gw dan dijelasin sejelas2nya apa jobdesc gw—quite easy, I’ve come up with a proposal to present to him the next time kita ngobrol lagi. Gw juga dikasih pe-er untuk nonton konten2 kantor baru (kita sebut aja namanya QQ yaaaa)—which is quite exciting karena gw memang SUKA.

 

Tadi sempet WeChat-an sama Matahari—yang support banget keputusan gw untuk joining QQ. Luv banget deh, temen2 Melben emang paling the best kalo soal support untuk mengejar mimpi, happiness, dan kesehatan mental. I’m so lucky to have them!

 

Minggu ini berlangsung cukup menyenangkan—despite harus ngasih tau orang2 soal resign. Jumat hangout sama geng Tahanin—minus Echa. Sabtu ke rumah Nanien bikin konten. Minggu depan mudah2an menyenangkan juga—planning on taking fam for dinner di Hutan Kota by Plataran, untuk merayakan dapet kerjaan baru. Tapi daritadi ditelponin ga ngangkat nih restorannya~ Heuheu~~

 

Minggu depan rencananya mulai ngasih tau vendor2 atau third party yang biasa kerja bareng, supaya proses handover kerjaan lebih smooth. Ada beberapa rekan kerja yang lumayan deket, jadi mau gw kasih tau langsung aja.

 

Mesti mulai bersihin laptop juga, duh pasti rempong deh harus go through the files one by one~

 

But I’m excited, coz everything will lead to an exciting new beginning. I seriously can’t wait for this month to be over and start my new job!

 

Seneng banget juga bisa rehat sebentar dari rutinitas mencari kerjaan baru. Bayangin, 2,5 tahun ga berenti2 men!!! Finally, I can put my mind and heart (and finance) at ease.

 

Oiya tadi di-message HR perusahaan impian (tahun lalu) yang exactly setahun lalu nawarin kerjaan juga—tapi terus ghosting~ WTF~ Are you fucking amnesia? Ga tau malu banget out of nowhere message nawarin kerjaan lain, seakan2 ga pernah terjadi apa2~ Padahal dulu gw baper banget karena abis gw ngirim CV, she was literally ghosting, ga ada kabar~ Gw sampai berulang kali follow up—like a desperate motherfucker, tapi ga dijawab. Thread emailnya sampai sekarang masih ada loh!!! Hufff~~

 

Sorry maam, I got a new job already, go to hell!

 

*sigh*

 

Okay. It’s Sunday night, walaupun udah mau resign tetep aja minggu malem menjelang Senin selalu bikin gw waswas ga jelas—geez gw setrauma itu loh sama Dian~ Ckck~

 

Okelah gaes, aku bobo dulu yaah~~

 

Ciao bellaaaaa


Saturday, August 29, 2020

OFFICIALLY RESIGN

GUYS!!!!! 

AKHIRNYAAAAA~~~~

 

Oke, gw ga bisa nulis panjang2 di postingan ini karena bentar lagi gw mau pergi, staycation di Ascott hotel dalam rangka ulang tahun Iip.

 

This week is such a rollercoaster ride for me. Mulai dari harap2 cemas offer letter dari company baru ga dateng2, lalu gw di approach company lain lagi, sampai akhirnya offer letter dateng di hari Kamis, yang mana gw udah harus apply resign maksimal Jumat karena harus masuk kantor baru ASAP, setelah endless hours of meeting hari Jumat, akhirnya bisa 1on1 sama bos gw, langsung bilang pengen resign, dia oke, paralel hubungin HR juga buat exit procedure, Alhamdulillah HR-nya juga oke, SO YEAH I AM OFFICIALLY RESIGNING, BITCHESSSSS~~~~~

 

Hohoho~~~

 

Perjalanan panjang, kurang lebih 3 bulan dari pertama kali di-approach di bulan Juni, eh atau Mei ya? Lupa~

 

Sempet digantungin berminggu2, sampai akhirnya mereka oke, kemudian nego gaji—jumlahnya tetep ga sesuai sama yang gw inginkan—beda around 300ribu, awalnya ego gw masih kenceng, masih kek “gw berhak minta lebih”, but then I realize this is my only chance, DON’T YOU FUCKING BLOW IT, perkara 300ribu yaudah deh, jangan kayak orang susah, long story short, I signed the offer letter! Woohooooo~~~

 

Words cannot express how happy I am right now.

 

But also nervous karena company baru ini bener2 ga kebayang, industry yang bener2 baru, walaupun jualannya adalah sesuatu yang gw passionate banget: ENTERTAINMENT! Fuck yeaaahhhhh~~~

 

But also very sad, karena harus kasitau temen2, terutama Opiq dan Echa, my 2 best friends di kantor, gw mau mereka yang tau duluan soal ini, langsung dari mulut gw, bukan dari mulut orang lain.

 

I’ve talked to them, they’re surprised and sad, but also very happy for me and for me, that’s enough.

 

Okeh, so far itu aja dulu, selengkapnya gw bahas di postingan berikutnya.

 

Ciaoooo~~~


Friday, August 14, 2020

Nearly Always Right

 Hi, guys! How y’all doin?

Ada berita alumni beasiswa Purpose disuruh mengembalikan dana beasiswa senilai hingga 700 juta, karena ybs ga pulang dan mengabdi di Indonesia setelah studinya selesai. In fact, she isn’t the only one, ternyata ada 50 orang lebih yang nasibnya serupa.

 

I was like… damn~~ The system works!

 

Gw kira selama ini sistemnya bobrok, karena banyak juga temen2 gw yang menolak balik ke Indo setelah lulus. Ada yang merit sama orang Osi, keterima kerja di sana walaupun kerjaan serabutan (yang penting pay the bills), merasa lebih cocok tinggal di sana dibanding di Indo, dan alasan2 lainnya~

 

Lucunya, mereka ga kedeteksi tuh, sampai sekarang masih aman sentosa tinggal di Osi. Lalu kenapa cuma si cewek itu dan 50 orang lainnya yang ketauan dan disuruh bayar denda? Gimana sih mereka mendeteksinya? Kenapa temen2 gw ga ketangkep?

 

Anyway.. yang mau gw bahas sebenernya bukan itu, lebih ke hubungannya kejadian ini sama gw.

 

Gw inget banget waktu gw kuliah di Osi, ga pernah sedikitpun terlintas di pikiran gw untuk ga pulang ke Indonesia. Ya, gw se-idealis, secinta Indonesia, dan sepede itu. Gw merasa berhutang ke negara karena udah ngebiayain gw kuliah, sehingga gw harus membalasnya dengan bekerja di Indonesia, karena dengan bekerja di Indonesia:

 

1. Ilmu yang gw dapatkan bisa langsung diterapkan lewat perusahaan manapun yang akan menjadi playground gw nantinya dan bersama2 kita menggerakkan roda ekonomi Indonesia

 

2. Gw membayar pajak penghasilan yang bisa dipakai untuk menyejahterakan rakyat Indonesia

 

That’s the least thing I could do for my country dalam konteks “bayar utang” beasiswa. The best thing-nya adalah bekerja sesuai dengan jurusan kuliah gw—namun pada kenyataannya sulit diwujudkan karena lapangan pekerjaannya tidak semudah itu untuk dimasuki. So for now, I’d just stick to the least thing.

 

Waktu itu ga ada keraguan sama sekali dalam diri gw untuk nggak pulang. Yes living in Melbourne is really nice and all that, but I have to go home.

 

Padahal gw bisa aja mengakali kepulangan gw itu dengan berbagai cara, cari internship misalnya yang bisa extend visa up to 6 months, atau apply for work holiday visa yang bisa extend visa up to 1 year. Tapi 2 opsi itu ga gw lakukan. Keputusan gw untuk pulang firm banget.

 

Setelah pulang ke Indo, hidup ga berarti jadi lebih gampang. Cari kerjaan susah, gw ga berhasil dapetin kerjaan yang gw mau, kembali ketemu drama2 kehidupan yang stressful, ketemu orang2 yang gw benci, masalah ekonomi, banjir, dan lainnya~

 

Menyesal pulang? Tentu saja, apalagi pas gw ke Osi tahun lalu, semua orang pengen gw balik, makin menyesal deh~ Sempet pengen impulsif apply work holiday visa, tapi urung karena umur.

 

So I carry on with my life in Indo.

 

Dan ternyata… itu sebuah keputusan yang tepat!

 

Have I stayed in Osi and not coming back… nasib gw akan seperti si cewek itu!

 

Gila~ Ngebayanginnya aja serem, it’s like being an international fugitive!

 

Sometimes, it’s very mind-blowing that this kind of circumstances happens. I mean, satu hari kita bisa menyesali keputusan, hari lainnya kita tersadarkan atau pada akhirnya mengetahui bahwa keputusan yang kita buat itu ternyata tepat.

 

Idealisme gw untuk pulang ke Indonesia kala itu, menyelamatkan gw dari malapetaka besar didenda pemerintah.

 

Ini sama kasusnya dengan ketika gw proses rekrutmen sama Hooq Indonesia. Udah setengah jalan rekrutmen, eh ga ada kabar. Waktu itu pengen banget rasanya gw telpon bosnya Hooq, karena kebetulan udah tukeran nomer, buat menanyakan kelanjutannya. Tapi niat itu gw urungkan, and again I carry on with my life.

 

Eh... Hooq gulung tikar 2 tahun kemudian.

 

Keputusan gw tepat lagi.


Same thing happened ketika gw diterima kerja di Bekraf pas baru balik dari Osi. Ini belum pernah gw ceritain sebelumnya di blog ini, but yeah gw diterima kerja di Bekraf tepat 2 minggu setelah gw pulang dari Osi. 


Hampir gw ambil, karena gw mau langsung kerja sebaliknya ke Indonesia. Ga mau jadi pengangguran dalam waktu lama (udah ngerasain, trauma banget). Selain itu, Bekraf waktu itu lagi shining2nya dengan segala program2nya.


Tapi akhirnya ga gw ambil. Alasan utama karena gaji (sorry not sorry), kedua karena role yang gw dapatkan di sana tidak sesuai passion, background pendidikan dan pengalaman kerja, ketiga karena status gw di sana honorer saja, bukan pegawai tetap~


Eh... Bekraf dibubarin di periode kedua Jokowi~


Another mind-blowing decision-making experience. 

 

Pengalaman2 kayak gini sedikit banyak mengingatkan gw pada quote-nya Remus Lupin di HP7.

  

“And I’d tell [Harry] to follow his instincts, which are good and nearly always right.” Harry looked at Hermione, whose eyes were full of tears.

 

“Nearly always right,” she repeated.

 

Ya, gw pun begitu, keputusan yang berat dijalankan dan banyak konsekuensinya itu, insting gw itu… nearly always right.

 

So yeah, in the future, I will still follow it. :)


Sunday, August 9, 2020

The First Normal Day in 5 Months

Huaaaaa seneng bangetttt~~ 

Setelah 5 bulan lamanya menjalani hari2 yang tidak normal, kemarin akhirnya merasakan secuplik kenormalan!

 

Ceritanya si Citra lagi ngurus event di Senayan City—JFW, dimana Dian buka booth.


Sebenernya rencana nyamperin dateng tiba2, gw inisiatif aja gitu mengidekan ke Opiq untuk nyamperin Citra ke Sency, buat ngasih semangat, karena gw tau Citra was having a hard time preparing this event. So I thought coming there to cheer her up will make her happy and appreciated.

 

Opiq awalnya mager, karena lagi banyak kerjaan juga. Tapi akhirnya setuju, karena dia pun kangen Sency—kangen Abura Soba lebih tepatnya.


me and piq

 

Oke, rencana dijalankan hanya dengan 1 KPI: support Citra, but turned out… banyak kejutan2 menyenangkan lain yang happened along the way!

 

1. Ketemu anak2 Dian lain!

 

Gw lupa banget kalo JFW bukan cuma event-nya Citra. Sampai sana syok banyak anak2 Dian lain juga dateng. Ada Ogie, Bima, Jafri, Mas Andi, Christel, Dian Permata, Melisa, dan Dewi! Super happy!!! Everyone is super gorgeous and energetic! Ga ada bedanya sama pre-pandemi!

 

2. Ketemu temen partners and vendors yang biasanya ketemu on daily basis

 

Mulai dari Subtube, vendor livestreaming kita, terus Tantina Management: ada Tanto, Mas Rino, Ilona. Not to mention KOL yang mereka bawa. Gila ya, sekalinya keluar ketemu Jovi Adhiguna sama Sara Fajira (yang nyanyi Lathi live). Mayan banget!!

 

3. Ketemu acquaintance, yang biasa ketemu kalo hangout sama anak2 Dian.

 

Ada Erin-istrinya Bima, Kak Randy—pacarnya Ogie yang orangnya ternyata asyik dan baik banget.

 

4. Ketemu kakak2 ex. Femina yang ngurus JFW.

 

Ketemu Mbak Dea sama Kak Cia (Fathia). Chat bentar (basa basi)~ Wkwk~ But still, udah lama banget ga ketemu yaaa~~

 

5. Ketemu Rini!!!!

 

Ini WTF banget sih, katanya ni anak ga mau keluar2 karena parno, tau2 kemarin ke Sency beli beha diskonan di La Senza~ Dafuq~ LOL~ 


lol pertemuan tak terencana

 

Oh my God, it’s so so so good to see everyone!

 

Berinteraksi, ngobrol, curhat langsung, bukan pake video call. Man.. such a bliss.

 

You can call me ignorant, ga peduli covid or whatever, but hey, I’m following the protocols. I had mask on all the time and distanced myself from people.

 

Kemarin ada diskusi menarik sama Kak Randy. Dia bilang “I guess we are entering the phase where everyone eventually will be exposed to covid and has to deal with that.”

 

Gw setuju dengan statement itu. I mean, just admit Indo kan telat banget penanganan covidnya, udah gitu infrastrukturnya ga memadai, jumlah tenaga medis dan RS kurang, dan fasilitas ga canggih. Dalam urusan penyebaran informasi, infrastrukturnya juga ga memadai, telat ngasih data, ga consolidated, ga semuanya ter-cover, jadi makanan sehari2. Let alone negara ini negara demokrasi, yang mana banyak orang2 ga nurut karena semua orang bebas berpendapat.

 

Beberapa hari lalu gw baca bahwa ada ikatan dokter something yang percaya yang positif covid di Indo sebenernya udah jutaan, ga cuma ratusan ribu seperti yang diberitain setiap hari. Gw 100% percaya, karena alasan yang gw sebutkan di paragraf di atas.

 

Menurut gw covid ya udah kayak flu biasa, atau flu berat, yang semua orang bisa kena karena satu dan lain hal. Seperti halnya flu dan penyakit2 lain juga, covid bisa jadi sangat berbahaya kalo daya tahan tubuh lo lemah. Tapi bisa jadi tidak apa2 kalo daya tahan tubuh lo kuat.

 

Logikanya sesimpel itu.

 

That’s why selama kita menjaga kesehatan dengan baik dan mematuhi segala protokol, I think we’re gonna be just fine.

 

Lagian nungguin covid ilang, nungguin kurva turun, itu ga akan ada ujungnya, semuanya serba nggak pasti. Bisa bulan depan, atau taun depan, atau entah kapan~

 

Jadi apa gunanya terus2an paranoid? Apa gunanya terus menunda new normal? Apa gunanya terus menghentikan ekonomi?

 

We’re doomed either way, so might as well just live with that.

 

I think it’s about time aja sih orang2 perlahan2 mulai melonggarkan diri. Kebetulan aja gw udah duluan. Maybe karena riwayat mental illness yang dulu pernah gw ceritain. Maybe juga karena mindset gw yang udah shifting, karena gw terlalu realistis, melihat covid yang ga ada ujungnya, might as well continue my life. 

 

So yeah, setelah gw review ulang, 3 minggu belakangan ini gw selalu pergi2 pas weekend.

 

2 minggu yang lalu ke dokter gigi di MMC, kemudian lanjut ke Grand Indonesia sama Iip.

 

Seminggu yang lalu nganterin si Cuprit ke kosannya di Allogio, Gading Serpong. Besokannya ke PIM, belanja bulanan dan windows shopping sebentar.

 

Dan kemarin, ke Sency untuk “kerja” dan hangout sama temen2.

 

Gw seneng banget weekend bisa keluar. Sekarang reversed situation gitu, kalo dulu weekdays ke luar weekend di rumah, sekarang vice versa.

 

Menurut gw ini kebiasaan yang baik. Seminggu sekali aja keluar, dipuas2in deh main, ketemu temen, makan2, belanja, hangout, etc.

 

With this kind of phase insya auloh bisa tetep menjalani protokol utama covid: most of the time staying at home (WFH), while at the same time ngerasain a slice bit of normalcy dengan keluar dan bersosialisasi saat weekend.

 

80:20-lah for starter. It should be enough.

 

Aite. That’s all for today. Ttyl!

 

Cheerios!

Sunday, June 21, 2020

PROYEK TOKAI

Sorry guys, ini harus dilampiaskan.

 

I love working with people. I love observing people’s characteristics through the working environment. It’s always fun—I thought~

 

Until this project happened.

 

Yang mau gw omongin hari ini adalah pengalaman kerja sama orang. Ga usah di-throwback dari jaman kerja di XXXXX, udah terlalu banyak, fast forward kerja di Dian aja, particularly in this project.

 

Oke so, gw kebagian sebuah project, first time ever in history ngegawangin creative development dari KV dan TVC untuk sebuah campaign jangka pendek. Kita sebut saja proyek ini dengan nama Proyek Tokai.

 

Tadinya gw kasih nama proyek sembelit, karena ngerjain proyek ini rasanya kayak sembelit—pengen boker ga keluar2~ But then kalo pada akhirnya proyek ini selesai ga bisa pake kata sembelit lagi dong, jadi ganti nama jadi Proyek Tokai.

 

Okay so, dari awal proyek ini udah rawan.

 

Campaign-nya adalah campaign regional. Biasanya kalo campaign dari regional, asetnya dibikinin sama mereka dan lokal tinggal localize. Tapi, kali ini nggak. Bos-bos gw (plural ya, banyak bos) di lokal, pengen kita bikin asetnya sendiri—alasannya karena aset dari regional tidak sesuai dengan market Indonesia.

 

Oke, make sense. Tapi ini kali pertama hal ini terjadi. Akankah semua baik2 saja? Apakah regional akan oke campaign mereka diambil alih kreatifnya oleh lokal?

 

By theory: Oh sure, we’re okay, please go ahead.

 

In reality: HELL NO, BITCHES! WE WILL MAKE YOUR LIFE LIKE HELL.

 

Begitulah abstrak yang terjadi, sodara-sodara.


Regional bukannya membantu, malah menyusahkan. Kita akan bahas lebih lanjut di bawah ya.

 

Now moving on to technicality, tantangan nomer 2 adalah the people I work with, dalam hal ini adalah sebuah creative agency—kita sebut saja DOOMED AGENCY aka DA.

 

Ini pertama kalinya gw kerja sama creative agency yang bener2 intens gw gawangin. Dulu pernah tapi ga se-intens ini.

 

Okay so, proyek ini serba mepet. Bikin KV & TVC waktunya dari pitching ide sampe produksi cuma 1,5 bulan. Untungnya kita ga harus pitch agency, langsung tunjuk aja.

 

By theory: Enak nih, bisa lebih cepet dan lebih enak tektokannya.

 

In reality: &%#@*&%#)@!#%$#@&?>$#^~


Gila men, kalo ada the worst kind of people yang gw pernah kerja bareng, itu hands down orang2 dari creative agency. Maybe gw bias ya karena cuma mengacu pada pengalaman proyek ini aja, tapi gw pernah ketemu dan meeting sama creative agency serupa dan I swear to God, they were as worse!

 

Pertama, mereka itu sotoynya luar biasa. Berasa paling kreatif, berasa paling pinter, berasa paling inovatif…… to the point ga mau dengerin kata klien~

 

Along the way I go back and forth to DA for revision, each time gw menerima sangkalan, pembelaan diri, dan malah dikuliahin~ 


I WAS LIKE.. FUCK THIS SHIT! YANG KLIEN SIAPA SIH~

 

Kalo artwork yang kita pengen ga sesuai dengan idealisme kreatif lo, yang rugi kita kok bukan elo~ Elo tetep kita bayar sesuai quotation~ So why don’t you shut the fuck up, do as I say, or give my money back!!!

 

Kedua, mereka itu lambreta alias leletttttttttt~~~ yawlaaaaaa~~~~

 

Gw termasuk orang yang kerja dengan pace cepat, makanya gw cocok kerja di startup/tech. Selama ini gw ga pernah bermasalah sama deadline… until I work with DA~

 

Gila~ Deadliner parah. Mereka bisa lho kirim materi jam 11 malem, dan minta approval jam 12 malem. Ga ada akhlak~

 

Kalo dikasih deadline jam 3, baru ngumpulin 2:59. Kan anjing~

 

Terus minta approval buru2, giliran ditagih ngeles mulu, alesannya: “Secara kreatif kita belum puas~” LU MAKAN TU PUAS! AMPE TAON DEPAN JUGA GA PUAS2~~~ KALO NUNGGUIN LO PUAS KERJAAN GUA KAPAN KELARNYA ANJEEEEEEENNNGGGG~~

 

Creative agency macem DA ini, ga cocok kerja sama Dian. Beda karakter. Mereka tidak result oriented, tapi process oriented.

 

AIN’T NOBODY GOT TIME FOR DATTTT

 

Bye aja, besok2 ga bakal dipake lagi. One client lost, your loss. There are plenty of agencies out there willing to work with us~

 

Gw udah kerja sama dengan berbagai macam tipe vendor.

 

EO, production house, TV station, media, KOL and social media agency, marketing agency, PR agency, service provider, etc…

 

Ga ada yang pernah bikin se-emosi ini yawla, dan gw termasuk salah satu orang tersabar di tim. Banyak yg lebih emosian dari gw. Trust me, gw orangnya menghindari konflik, gw ga mau ribut, ga mau berantem, maunya yang damai2 aja.

 

Crisis banyak along the way, tapi harus bisa diselesaikan dengan logika dan kepala dingin. Itu motto gw, tetap tenang dan pikirkan jalan keluarnya pelan2. Pasti bisa kok.

 

Tapi ya, ketika kerja sama si DA ini, sekeras apapun gw berusaha untuk keep calm, tetep ga bisa~ Karena 2 alasan di atas tadiiii~~~ Emosi gw terus2an tersulut, sampai akhirnya tadi hampir keluar pas meeting bersama—untung lowkey~

 

Anyway moving on, ketika lo berpikir udah semua penyebab kemarahan gw hari ini gw sebutin, which is regional rese dan agency yang ga punya akhlak, nope, tentu saja belum. Masih ada satu lagi: le bosses.

 

Yak, bahkan bos gw sendiri jadi masalah buat gw. Orang2 yang harusnya jadi penanggungjawab gw di kantor, ikut2an bikin gw sakit kepala.

 

Oke, bos gw tuh ada 2: Pingkan dan Maya, Duo Ratu.

 

Pingkan bos langsung, Maya bos besar.

 

Selama ini gw kalo minta approval selalu ke 22nya, which is fine, it’s a natural process. Kalo di kantor mejanya 2 orang ini sebelahan jadi gw sekali minta approval bisa langsung dapet 22nya~

 

But then WFH happened~

 

Ketemu sama 2 manusia ini susaaaaaahhhh bangettt~~~ Meeting-nya back to back full seharian. Di-chat ga dibales, ditelpon harus via sekretarisnya terus harus ambil nomer antrean nunggu sampai ibunya kosong~ GA EFISIEN BEB~

 

Apalagi dengan kondisi si DA kalo minta approval mepet2, ya gimana ceunahhh~~

 

Oke masalah waktu dan approval itu satu, masalah kedua yang ditimbulkan duo Ratu adalah ketika keduanya ga align, yang satu mau A, yang satu mau B. YAWLAH~ terus ane di tengah2 gimana nasibnyeee~~~

 

Tapi ini okelah, kalo emang ga ada yg mau ngalah biasanya Pingkan gw tinggalin, gw ikutin Maya, karena lebih bos.

 

Persoalan ketiga, adalah ketika 22nya indecisive. This more like hell. Kalo kasih approval jawabannya ngawang2. Instead of a simple yes or no, ga langsung jawab atau malah ngide yang lain~

 

Mbak, Bu, please-lah, can you guys not make my life any more difficult?!

 

Persoalan keempat adalah ketika line of approval ini tidak jelas. Siapa awan di atas awan, siapa yang punya kekuasaan tertinggi, apakah Duo Ratu atau regional? Lalu bagaimana kalau Duo Ratu tidak sepemahaman dengan regional? Lalu bagaimana kalau Duo Ratu tidak sepemahaman dengan regional dan masing2 tidak ada yang mau mengalah?

 

Aku terjebak di antara perang dingin~

 

Rasanya pengen gw bom aja itu 22nya~

 

What a miserable quality of leadership.

 

Anyway udah ah gw ga mau lama2 marah2nya~ Udah stress WFH di-extend sebulan (yes!!! Sakit jiwa emang HR gw~) masa mau makin stress gara2 marah2? Long story short, this project has been a stairway to hell for me, an acute constipation, semua orang kecuali my beloved team (except Duo Ratu) basically TOKAI, and I cannot wait to flush them away to the dirtiest sewer where street rats and cockroaches live.

 

So fucking long motherfuckers!