Sunday, October 15, 2023
Blackjack with Diamond Heart
Sunday, March 26, 2023
Spot Removal
Saturday, June 5, 2021
Decision is made
Saturday, September 26, 2020
Friday 25/9 was so emotionally draining~~
Sunday, September 6, 2020
Follow up resign
Okeh, akhirnya punya waktu buat cerita versi lengkap resign.
Where did I leave you last time?
Apply resign by system ya? Oke baiklah.
Minggu ini, gw mengabarkan beberapa teman terdekat lain. Ada yang sampai gw telp 2 jam (Citra), ada yang mesti ketemu muka baru bisa ngomong (Ogie).
Semua reaksinya sama kayak Echa dan Opiq: kaget dan ga nyangka, karena gw hampir ga pernah koar2 mau resign~
Well guys, kalo gw koar2 mau resign, itu berpotensi mengikis moral kalian, karena gw udah pengen resign since the first day I joined Dian. Ga mungkin gw ngomong2, itu bisa tiap hari, kalian akan terdemotivasi, moral kalian bisa mati.
Gw juga kasih tau Vira—temen kantor tapi beda tim, dia dari tim procurement. Kita lumayan deket, sering cecurhatan, jadi gw merasa harus kasih tau dia juga. Sama reaksinya, kaget, hahaha~~
Selebihnya, informasi tersebar dengan sangat cepat, banyak tim2 lain juga yang udah tau, karena bos gw bacot banget~
Selain temen kantor gw juga kasih tau temen2 lain. Geng Tomat—Iip sama Rini udah tau. Kemarin gw main ke rumah Nanien, dia juga sekalian gw kasih tau.
One thing for sure, narasi resignation ini gw ceritakan tidak menggunakan angle “udah ga tahan sama bos X”. Karena memang bukan dia penyebabnya. She’s only the icing on top—faktor pendukung, bukan faktor utama.
Gw memang sejak awal ga cocok sama industri e-commerce. In fact, joining Dian was my last resort, karena waktu itu kondisinya gw yang baru pulang dari Melbourne susah banget dapet kerjaan di dunia entertainment seperti yang gw inginkan, dan eventually depresi menyerang lagi. Dian was the only one who accepted me, so I took the job for the sake of my mental health.
2,5 tahun kemudian, I thought Dian has changed me, that I eventually liked being here, but apparently not. Part of me masih ada yang berontak, idealisme gw masih sama dengan 2,5 tahun lalu. I know I don’t belong here and I have to find my way back home soon, otherwise my life will be full of regret.
Moreover, the fact that I haven’t done anything for this country, yang sudah membiayai kuliah S2 gw di Aussie juga kerap menghantui gw. This is a serious matter to me, guys. I can’t just ignore it.
So I try and try, apply sana apply sini, literally no break ngirim lamaran kerja, tiap bulan ada aja, lalu dipanggil interview, digantungin, gagal, berulang kali, tapi gw persistent. Cari terus ga nyerah2, sampai akhirnya dapet, Alhamdulillah.
So yeah that’s the narrative I want my story to be told. Walaupun banyak orang yang berpendapat gw cabut karena bos gw, that’s not true. Gw mungkin bisa bertahan dengan shitty bos kalau gw melakukan apa yang gw suka. Sekarang kenyataannya kan nggak.
Kemarin gw telponan sama calon bos gw dan dijelasin sejelas2nya apa jobdesc gw—quite easy, I’ve come up with a proposal to present to him the next time kita ngobrol lagi. Gw juga dikasih pe-er untuk nonton konten2 kantor baru (kita sebut aja namanya QQ yaaaa)—which is quite exciting karena gw memang SUKA.
Tadi sempet WeChat-an sama Matahari—yang support banget keputusan gw untuk joining QQ. Luv banget deh, temen2 Melben emang paling the best kalo soal support untuk mengejar mimpi, happiness, dan kesehatan mental. I’m so lucky to have them!
Minggu ini berlangsung cukup menyenangkan—despite harus ngasih tau orang2 soal resign. Jumat hangout sama geng Tahanin—minus Echa. Sabtu ke rumah Nanien bikin konten. Minggu depan mudah2an menyenangkan juga—planning on taking fam for dinner di Hutan Kota by Plataran, untuk merayakan dapet kerjaan baru. Tapi daritadi ditelponin ga ngangkat nih restorannya~ Heuheu~~
Minggu depan rencananya mulai ngasih tau vendor2 atau third party yang biasa kerja bareng, supaya proses handover kerjaan lebih smooth. Ada beberapa rekan kerja yang lumayan deket, jadi mau gw kasih tau langsung aja.
Mesti mulai bersihin laptop juga, duh pasti rempong deh harus go through the files one by one~
But I’m excited, coz everything will lead to an exciting new beginning. I seriously can’t wait for this month to be over and start my new job!
Seneng banget juga bisa rehat sebentar dari rutinitas mencari kerjaan baru. Bayangin, 2,5 tahun ga berenti2 men!!! Finally, I can put my mind and heart (and finance) at ease.
Oiya tadi di-message HR perusahaan impian (tahun lalu) yang exactly setahun lalu nawarin kerjaan juga—tapi terus ghosting~ WTF~ Are you fucking amnesia? Ga tau malu banget out of nowhere message nawarin kerjaan lain, seakan2 ga pernah terjadi apa2~ Padahal dulu gw baper banget karena abis gw ngirim CV, she was literally ghosting, ga ada kabar~ Gw sampai berulang kali follow up—like a desperate motherfucker, tapi ga dijawab. Thread emailnya sampai sekarang masih ada loh!!! Hufff~~
Sorry maam, I got a new job already, go to hell!
*sigh*
Okay. It’s Sunday night, walaupun udah mau resign tetep aja minggu malem menjelang Senin selalu bikin gw waswas ga jelas—geez gw setrauma itu loh sama Dian~ Ckck~
Okelah gaes, aku bobo dulu yaah~~
Ciao bellaaaaa
Saturday, August 29, 2020
OFFICIALLY RESIGN
GUYS!!!!!
AKHIRNYAAAAA~~~~
Oke, gw ga bisa nulis panjang2 di postingan ini karena bentar lagi gw mau pergi, staycation di Ascott hotel dalam rangka ulang tahun Iip.
This week is such a rollercoaster ride for me. Mulai dari harap2 cemas offer letter dari company baru ga dateng2, lalu gw di approach company lain lagi, sampai akhirnya offer letter dateng di hari Kamis, yang mana gw udah harus apply resign maksimal Jumat karena harus masuk kantor baru ASAP, setelah endless hours of meeting hari Jumat, akhirnya bisa 1on1 sama bos gw, langsung bilang pengen resign, dia oke, paralel hubungin HR juga buat exit procedure, Alhamdulillah HR-nya juga oke, SO YEAH I AM OFFICIALLY RESIGNING, BITCHESSSSS~~~~~
Hohoho~~~
Perjalanan panjang, kurang lebih 3 bulan dari pertama kali di-approach di bulan Juni, eh atau Mei ya? Lupa~
Sempet digantungin berminggu2, sampai akhirnya mereka oke, kemudian nego gaji—jumlahnya tetep ga sesuai sama yang gw inginkan—beda around 300ribu, awalnya ego gw masih kenceng, masih kek “gw berhak minta lebih”, but then I realize this is my only chance, DON’T YOU FUCKING BLOW IT, perkara 300ribu yaudah deh, jangan kayak orang susah, long story short, I signed the offer letter! Woohooooo~~~
Words cannot express how happy I am right now.
But also nervous karena company baru ini bener2 ga kebayang, industry yang bener2 baru, walaupun jualannya adalah sesuatu yang gw passionate banget: ENTERTAINMENT! Fuck yeaaahhhhh~~~
But also very sad, karena harus kasitau temen2, terutama Opiq dan Echa, my 2 best friends di kantor, gw mau mereka yang tau duluan soal ini, langsung dari mulut gw, bukan dari mulut orang lain.
I’ve talked to them, they’re surprised and sad, but also very happy for me and for me, that’s enough.
Okeh, so far itu aja dulu, selengkapnya gw bahas di postingan berikutnya.
Ciaoooo~~~
Friday, August 14, 2020
Nearly Always Right
Hi, guys! How y’all doin?
Ada berita alumni beasiswa Purpose disuruh mengembalikan dana beasiswa senilai hingga 700 juta, karena ybs ga pulang dan mengabdi di Indonesia setelah studinya selesai. In fact, she isn’t the only one, ternyata ada 50 orang lebih yang nasibnya serupa.
I was like… damn~~ The system works!
Gw kira selama ini sistemnya bobrok, karena banyak juga temen2 gw yang menolak balik ke Indo setelah lulus. Ada yang merit sama orang Osi, keterima kerja di sana walaupun kerjaan serabutan (yang penting pay the bills), merasa lebih cocok tinggal di sana dibanding di Indo, dan alasan2 lainnya~
Lucunya, mereka ga kedeteksi tuh, sampai sekarang masih aman sentosa tinggal di Osi. Lalu kenapa cuma si cewek itu dan 50 orang lainnya yang ketauan dan disuruh bayar denda? Gimana sih mereka mendeteksinya? Kenapa temen2 gw ga ketangkep?
Anyway.. yang mau gw bahas sebenernya bukan itu, lebih ke hubungannya kejadian ini sama gw.
Gw inget banget waktu gw kuliah di Osi, ga pernah sedikitpun terlintas di pikiran gw untuk ga pulang ke Indonesia. Ya, gw se-idealis, secinta Indonesia, dan sepede itu. Gw merasa berhutang ke negara karena udah ngebiayain gw kuliah, sehingga gw harus membalasnya dengan bekerja di Indonesia, karena dengan bekerja di Indonesia:
1. Ilmu yang gw dapatkan bisa langsung diterapkan lewat perusahaan manapun yang akan menjadi playground gw nantinya dan bersama2 kita menggerakkan roda ekonomi Indonesia
2. Gw membayar pajak penghasilan yang bisa dipakai untuk menyejahterakan rakyat Indonesia
That’s the least thing I could do for my country dalam konteks “bayar utang” beasiswa. The best thing-nya adalah bekerja sesuai dengan jurusan kuliah gw—namun pada kenyataannya sulit diwujudkan karena lapangan pekerjaannya tidak semudah itu untuk dimasuki. So for now, I’d just stick to the least thing.
Waktu itu ga ada keraguan sama sekali dalam diri gw untuk nggak pulang. Yes living in Melbourne is really nice and all that, but I have to go home.
Padahal gw bisa aja mengakali kepulangan gw itu dengan berbagai cara, cari internship misalnya yang bisa extend visa up to 6 months, atau apply for work holiday visa yang bisa extend visa up to 1 year. Tapi 2 opsi itu ga gw lakukan. Keputusan gw untuk pulang firm banget.
Setelah pulang ke Indo, hidup ga berarti jadi lebih gampang. Cari kerjaan susah, gw ga berhasil dapetin kerjaan yang gw mau, kembali ketemu drama2 kehidupan yang stressful, ketemu orang2 yang gw benci, masalah ekonomi, banjir, dan lainnya~
Menyesal pulang? Tentu saja, apalagi pas gw ke Osi tahun lalu, semua orang pengen gw balik, makin menyesal deh~ Sempet pengen impulsif apply work holiday visa, tapi urung karena umur.
So I carry on with my life in Indo.
Dan ternyata… itu sebuah keputusan yang tepat!
Have I stayed in Osi and not coming back… nasib gw akan seperti si cewek itu!
Gila~ Ngebayanginnya aja serem, it’s like being an international fugitive!
Sometimes, it’s very mind-blowing that this kind of circumstances happens. I mean, satu hari kita bisa menyesali keputusan, hari lainnya kita tersadarkan atau pada akhirnya mengetahui bahwa keputusan yang kita buat itu ternyata tepat.
Idealisme gw untuk pulang ke Indonesia kala itu, menyelamatkan gw dari malapetaka besar didenda pemerintah.
Ini sama kasusnya dengan ketika gw proses rekrutmen sama Hooq Indonesia. Udah setengah jalan rekrutmen, eh ga ada kabar. Waktu itu pengen banget rasanya gw telpon bosnya Hooq, karena kebetulan udah tukeran nomer, buat menanyakan kelanjutannya. Tapi niat itu gw urungkan, and again I carry on with my life.
Eh... Hooq gulung tikar 2 tahun kemudian.
Keputusan gw tepat lagi.
Same thing happened ketika gw diterima kerja di Bekraf pas baru balik dari Osi. Ini belum pernah gw ceritain sebelumnya di blog ini, but yeah gw diterima kerja di Bekraf tepat 2 minggu setelah gw pulang dari Osi.
Hampir gw ambil, karena gw mau langsung kerja sebaliknya ke Indonesia. Ga mau jadi pengangguran dalam waktu lama (udah ngerasain, trauma banget). Selain itu, Bekraf waktu itu lagi shining2nya dengan segala program2nya.
Tapi akhirnya ga gw ambil. Alasan utama karena gaji (sorry not sorry), kedua karena role yang gw dapatkan di sana tidak sesuai passion, background pendidikan dan pengalaman kerja, ketiga karena status gw di sana honorer saja, bukan pegawai tetap~
Eh... Bekraf dibubarin di periode kedua Jokowi~
Another mind-blowing decision-making experience.
Pengalaman2 kayak gini sedikit banyak mengingatkan gw pada quote-nya Remus Lupin di HP7.
“And I’d tell [Harry] to follow his instincts, which are good and nearly always right.” Harry looked at Hermione, whose eyes were full of tears.
“Nearly always right,” she repeated.
Ya, gw pun begitu, keputusan yang berat dijalankan dan banyak konsekuensinya itu, insting gw itu… nearly always right.
So yeah, in the future, I will still follow it. :)
Sunday, August 9, 2020
The First Normal Day in 5 Months
Huaaaaa seneng bangetttt~~
Setelah 5 bulan lamanya menjalani hari2 yang tidak normal, kemarin akhirnya merasakan secuplik kenormalan!
Ceritanya si Citra lagi ngurus event di Senayan City—JFW, dimana Dian buka booth.
Sebenernya rencana nyamperin dateng tiba2, gw inisiatif aja gitu mengidekan ke Opiq untuk nyamperin Citra ke Sency, buat ngasih semangat, karena gw tau Citra was having a hard time preparing this event. So I thought coming there to cheer her up will make her happy and appreciated.
Opiq awalnya mager, karena lagi banyak kerjaan juga. Tapi akhirnya setuju, karena dia pun kangen Sency—kangen Abura Soba lebih tepatnya.
![]() |
me and piq |
Oke, rencana dijalankan hanya dengan 1 KPI: support Citra, but turned out… banyak kejutan2 menyenangkan lain yang happened along the way!
1. Ketemu anak2 Dian lain!
Gw lupa banget kalo JFW bukan cuma event-nya Citra. Sampai sana syok banyak anak2 Dian lain juga dateng. Ada Ogie, Bima, Jafri, Mas Andi, Christel, Dian Permata, Melisa, dan Dewi! Super happy!!! Everyone is super gorgeous and energetic! Ga ada bedanya sama pre-pandemi!
2. Ketemu temen partners and vendors yang biasanya ketemu on daily basis
Mulai dari Subtube, vendor livestreaming kita, terus Tantina Management: ada Tanto, Mas Rino, Ilona. Not to mention KOL yang mereka bawa. Gila ya, sekalinya keluar ketemu Jovi Adhiguna sama Sara Fajira (yang nyanyi Lathi live). Mayan banget!!
3. Ketemu acquaintance, yang biasa ketemu kalo hangout sama anak2 Dian.
Ada Erin-istrinya Bima, Kak Randy—pacarnya Ogie yang orangnya ternyata asyik dan baik banget.
4. Ketemu kakak2 ex. Femina yang ngurus JFW.
Ketemu Mbak Dea sama Kak Cia (Fathia). Chat bentar (basa basi)~ Wkwk~ But still, udah lama banget ga ketemu yaaa~~
5. Ketemu Rini!!!!
Ini WTF banget sih, katanya ni anak ga mau keluar2 karena parno, tau2 kemarin ke Sency beli beha diskonan di La Senza~ Dafuq~ LOL~
![]() |
lol pertemuan tak terencana |
Oh my God, it’s so so so good to see everyone!
Berinteraksi, ngobrol, curhat langsung, bukan pake video call. Man.. such a bliss.
You can call me ignorant, ga peduli covid or whatever, but hey, I’m following the protocols. I had mask on all the time and distanced myself from people.
Kemarin ada diskusi menarik sama Kak Randy. Dia bilang “I guess we are entering the phase where everyone eventually will be exposed to covid and has to deal with that.”
Gw setuju dengan statement itu. I mean, just admit Indo kan telat banget penanganan covidnya, udah gitu infrastrukturnya ga memadai, jumlah tenaga medis dan RS kurang, dan fasilitas ga canggih. Dalam urusan penyebaran informasi, infrastrukturnya juga ga memadai, telat ngasih data, ga consolidated, ga semuanya ter-cover, jadi makanan sehari2. Let alone negara ini negara demokrasi, yang mana banyak orang2 ga nurut karena semua orang bebas berpendapat.
Beberapa hari lalu gw baca bahwa ada ikatan dokter something yang percaya yang positif covid di Indo sebenernya udah jutaan, ga cuma ratusan ribu seperti yang diberitain setiap hari. Gw 100% percaya, karena alasan yang gw sebutkan di paragraf di atas.
Menurut gw covid ya udah kayak flu biasa, atau flu berat, yang semua orang bisa kena karena satu dan lain hal. Seperti halnya flu dan penyakit2 lain juga, covid bisa jadi sangat berbahaya kalo daya tahan tubuh lo lemah. Tapi bisa jadi tidak apa2 kalo daya tahan tubuh lo kuat.
Logikanya sesimpel itu.
That’s why selama kita menjaga kesehatan dengan baik dan mematuhi segala protokol, I think we’re gonna be just fine.
Lagian nungguin covid ilang, nungguin kurva turun, itu ga akan ada ujungnya, semuanya serba nggak pasti. Bisa bulan depan, atau taun depan, atau entah kapan~
Jadi apa gunanya terus2an paranoid? Apa gunanya terus menunda new normal? Apa gunanya terus menghentikan ekonomi?
We’re doomed either way, so might as well just live with that.
I think it’s about time aja sih orang2 perlahan2 mulai melonggarkan diri. Kebetulan aja gw udah duluan. Maybe karena riwayat mental illness yang dulu pernah gw ceritain. Maybe juga karena mindset gw yang udah shifting, karena gw terlalu realistis, melihat covid yang ga ada ujungnya, might as well continue my life.
So yeah, setelah gw review ulang, 3 minggu belakangan ini gw selalu pergi2 pas weekend.
2 minggu yang lalu ke dokter gigi di MMC, kemudian lanjut ke Grand Indonesia sama Iip.
Seminggu yang lalu nganterin si Cuprit ke kosannya di Allogio, Gading Serpong. Besokannya ke PIM, belanja bulanan dan windows shopping sebentar.
Dan kemarin, ke Sency untuk “kerja” dan hangout sama temen2.
Gw seneng banget weekend bisa keluar. Sekarang reversed situation gitu, kalo dulu weekdays ke luar weekend di rumah, sekarang vice versa.
Menurut gw ini kebiasaan yang baik. Seminggu sekali aja keluar, dipuas2in deh main, ketemu temen, makan2, belanja, hangout, etc.
With this kind of phase insya auloh bisa tetep menjalani protokol utama covid: most of the time staying at home (WFH), while at the same time ngerasain a slice bit of normalcy dengan keluar dan bersosialisasi saat weekend.
80:20-lah for starter. It should be enough.
Aite. That’s all for today. Ttyl!
Cheerios!
Sunday, June 21, 2020
PROYEK TOKAI
Sorry guys, ini harus dilampiaskan.
I love working with people. I love observing people’s characteristics through the working environment. It’s always fun—I thought~
Until this project happened.
Yang mau gw omongin hari ini adalah pengalaman kerja sama orang. Ga usah di-throwback dari jaman kerja di XXXXX, udah terlalu banyak, fast forward kerja di Dian aja, particularly in this project.
Oke so, gw kebagian sebuah project, first time ever in history ngegawangin creative development dari KV dan TVC untuk sebuah campaign jangka pendek. Kita sebut saja proyek ini dengan nama Proyek Tokai.
Tadinya gw kasih nama proyek sembelit, karena ngerjain proyek ini rasanya kayak sembelit—pengen boker ga keluar2~ But then kalo pada akhirnya proyek ini selesai ga bisa pake kata sembelit lagi dong, jadi ganti nama jadi Proyek Tokai.
Okay so, dari awal proyek ini udah rawan.
Campaign-nya adalah campaign regional. Biasanya kalo campaign dari regional, asetnya dibikinin sama mereka dan lokal tinggal localize. Tapi, kali ini nggak. Bos-bos gw (plural ya, banyak bos) di lokal, pengen kita bikin asetnya sendiri—alasannya karena aset dari regional tidak sesuai dengan market Indonesia.
Oke, make sense. Tapi ini kali pertama hal ini terjadi. Akankah semua baik2 saja? Apakah regional akan oke campaign mereka diambil alih kreatifnya oleh lokal?
By theory: Oh sure, we’re okay, please go ahead.
In reality: HELL NO, BITCHES! WE WILL MAKE YOUR LIFE LIKE HELL.
Begitulah abstrak yang terjadi, sodara-sodara.
Regional bukannya membantu, malah menyusahkan. Kita akan bahas lebih lanjut di bawah ya.
Now moving on to technicality, tantangan nomer 2 adalah the people I work with, dalam hal ini adalah sebuah creative agency—kita sebut saja DOOMED AGENCY aka DA.
Ini pertama kalinya gw kerja sama creative agency yang bener2 intens gw gawangin. Dulu pernah tapi ga se-intens ini.
Okay so, proyek ini serba mepet. Bikin KV & TVC waktunya dari pitching ide sampe produksi cuma 1,5 bulan. Untungnya kita ga harus pitch agency, langsung tunjuk aja.
By theory: Enak nih, bisa lebih cepet dan lebih enak tektokannya.
In reality: &%#@*&%#)@!#%$#@&?>$#^~
Gila men, kalo ada the worst kind of people yang gw pernah kerja bareng, itu hands down orang2 dari creative agency. Maybe gw bias ya karena cuma mengacu pada pengalaman proyek ini aja, tapi gw pernah ketemu dan meeting sama creative agency serupa dan I swear to God, they were as worse!
Pertama, mereka itu sotoynya luar biasa. Berasa paling kreatif, berasa paling pinter, berasa paling inovatif…… to the point ga mau dengerin kata klien~
Along the way I go back and forth to DA for revision, each time gw menerima sangkalan, pembelaan diri, dan malah dikuliahin~
I WAS LIKE.. FUCK THIS SHIT! YANG KLIEN SIAPA SIH~
Kalo artwork yang kita pengen ga sesuai dengan idealisme kreatif lo, yang rugi kita kok bukan elo~ Elo tetep kita bayar sesuai quotation~ So why don’t you shut the fuck up, do as I say, or give my money back!!!
Kedua, mereka itu lambreta alias leletttttttttt~~~ yawlaaaaaa~~~~
Gw termasuk orang yang kerja dengan pace cepat, makanya gw cocok kerja di startup/tech. Selama ini gw ga pernah bermasalah sama deadline… until I work with DA~
Gila~ Deadliner parah. Mereka bisa lho kirim materi jam 11 malem, dan minta approval jam 12 malem. Ga ada akhlak~
Kalo dikasih deadline jam 3, baru ngumpulin 2:59. Kan anjing~
Terus minta approval buru2, giliran ditagih ngeles mulu, alesannya: “Secara kreatif kita belum puas~” LU MAKAN TU PUAS! AMPE TAON DEPAN JUGA GA PUAS2~~~ KALO NUNGGUIN LO PUAS KERJAAN GUA KAPAN KELARNYA ANJEEEEEEENNNGGGG~~
Creative agency macem DA ini, ga cocok kerja sama Dian. Beda karakter. Mereka tidak result oriented, tapi process oriented.
AIN’T NOBODY GOT TIME FOR DATTTT
Bye aja, besok2 ga bakal dipake lagi. One client lost, your loss. There are plenty of agencies out there willing to work with us~
Gw udah kerja sama dengan berbagai macam tipe vendor.
EO, production house, TV station, media, KOL and social media agency, marketing agency, PR agency, service provider, etc…
Ga ada yang pernah bikin se-emosi ini yawla, dan gw termasuk salah satu orang tersabar di tim. Banyak yg lebih emosian dari gw. Trust me, gw orangnya menghindari konflik, gw ga mau ribut, ga mau berantem, maunya yang damai2 aja.
Crisis banyak along the way, tapi harus bisa diselesaikan dengan logika dan kepala dingin. Itu motto gw, tetap tenang dan pikirkan jalan keluarnya pelan2. Pasti bisa kok.
Tapi ya, ketika kerja sama si DA ini, sekeras apapun gw berusaha untuk keep calm, tetep ga bisa~ Karena 2 alasan di atas tadiiii~~~ Emosi gw terus2an tersulut, sampai akhirnya tadi hampir keluar pas meeting bersama—untung lowkey~
Anyway moving on, ketika lo berpikir udah semua penyebab kemarahan gw hari ini gw sebutin, which is regional rese dan agency yang ga punya akhlak, nope, tentu saja belum. Masih ada satu lagi: le bosses.
Yak, bahkan bos gw sendiri jadi masalah buat gw. Orang2 yang harusnya jadi penanggungjawab gw di kantor, ikut2an bikin gw sakit kepala.
Oke, bos gw tuh ada 2: Pingkan dan Maya, Duo Ratu.
Pingkan bos langsung, Maya bos besar.
Selama ini gw kalo minta approval selalu ke 22nya, which is fine, it’s a natural process. Kalo di kantor mejanya 2 orang ini sebelahan jadi gw sekali minta approval bisa langsung dapet 22nya~
But then WFH happened~
Ketemu sama 2 manusia ini susaaaaaahhhh bangettt~~~ Meeting-nya back to back full seharian. Di-chat ga dibales, ditelpon harus via sekretarisnya terus harus ambil nomer antrean nunggu sampai ibunya kosong~ GA EFISIEN BEB~
Apalagi dengan kondisi si DA kalo minta approval mepet2, ya gimana ceunahhh~~
Oke masalah waktu dan approval itu satu, masalah kedua yang ditimbulkan duo Ratu adalah ketika keduanya ga align, yang satu mau A, yang satu mau B. YAWLAH~ terus ane di tengah2 gimana nasibnyeee~~~
Tapi ini okelah, kalo emang ga ada yg mau ngalah biasanya Pingkan gw tinggalin, gw ikutin Maya, karena lebih bos.
Persoalan ketiga, adalah ketika 22nya indecisive. This more like hell. Kalo kasih approval jawabannya ngawang2. Instead of a simple yes or no, ga langsung jawab atau malah ngide yang lain~
Mbak, Bu, please-lah, can you guys not make my life any more difficult?!
Persoalan keempat adalah ketika line of approval ini tidak jelas. Siapa awan di atas awan, siapa yang punya kekuasaan tertinggi, apakah Duo Ratu atau regional? Lalu bagaimana kalau Duo Ratu tidak sepemahaman dengan regional? Lalu bagaimana kalau Duo Ratu tidak sepemahaman dengan regional dan masing2 tidak ada yang mau mengalah?
Aku terjebak di antara perang dingin~
Rasanya pengen gw bom aja itu 22nya~
What a miserable quality of leadership.
Anyway udah ah gw ga mau lama2 marah2nya~ Udah stress WFH di-extend sebulan (yes!!! Sakit jiwa emang HR gw~) masa mau makin stress gara2 marah2? Long story short, this project has been a stairway to hell for me, an acute constipation, semua orang kecuali my beloved team (except Duo Ratu) basically TOKAI, and I cannot wait to flush them away to the dirtiest sewer where street rats and cockroaches live.
So fucking long motherfuckers!