Sunday, October 29, 2023

Limits

Today I want to talk about limits.

Gw terbiasa jadi yang ter-ter di tempat kerja. Terbaik, terhebat, terpintar, terorganisir, terkuat, tersabar, tercepat, tersolutif, terlogis, ter-tak terkalahkan, dll. I am an Ace and people recognize that. 

I go places with being an Ace. Bisa dapetin dream job, akses ke VVIP, dikasih project2 besar, keren, harapan bangsa that no one else could do..

Selama ini gw belum pernah merasa pekerjaan itu berat, karena kapasitas otak gw besar. Knowledge, skillset, dan pengalaman gw yang tidak kaleng-kaleng menjadi modal utamanya. 

Mungkin gw masih punya beberapa kekurangan, tapi cuma minor. Selalu bisa diatasi dengan logika dan akal sehat. Ya, faktor penting lain yang membuat gw hebat adalah gw selalu melakukan pekerjaan dengan logika dan akal sehat—dibarengi dengan hati yang tulus dan ikhlas because this job isn’t only mine, but other people's as well. I always make sure they are happy, well-treated, and respected. 

Dengan semua modal itu, tidak ada yang tidak bisa gw kerjakan. Tidak ada masalah yang tidak bisa gw selesaikan. Pasti selalu bisa. I have no limit.

Well, that’s what I thought… until Errthing happens. 

Baru-baru ini limit gw diuji. 

Bukan soal fisik, bukan soal masalah dan solusi, bukan soal kualitas dan kuantitas kerja, tapi soal logika dan akal sehat. 

Gw dipaksa bekerja di luar logika dan akal sehat. Bukan cuma kerjaannya, tapi juga atasan, rekan-rekan dan sistem yang bodoh dan konyol. 

Like… Because I’m smart, I know for sure these people and systems are wrong. I know for sure this project will fail because of those, but I can’t do anything because I’m not in the management~ I have no right to change things because I’m no decision maker~

As expected, dugaan gw benar. Hari-hari menuju hari H, everything was crumbling. Kacau hancur berantakan. Pure chaos. Everyone became animals. Liar dan tak terkendali. Setiap hari menyerang gw seperti singa kelaparan bertemu mangsanya. Tidak ada lagi logika dan akal sehat, hanya panik dan emosi yang membabi buta. 

Ini terjadi setiap hari. My heart raced and it felt hard to breathe. Asam lambung naik, nafsu makan hilang, berat badan turun drastis. The stress was chronic and overwhelming. 

Even so, when it comes to physical challenges, gw masih bisa tackle. I could still wake up in the morning, grab my 3kg laptop bag, go to work, and function normally. 

But mentally and emotionally… not so much~

This week for the first time ever in 12 years of career… gw menangis karena pekerjaan. 
 
Bukan sekali, bukan dua kali, siang dan malam dua minggu berturut-turut.

Sekuat apapun gw berusaha menahan air mata itu untuk keluar, ga pernah bisa. Semakin ditahan pun semakin sesak. I really can’t hold it anymore. 

I soon realized… that was my limit. 

Ketika semuanya falling apart karena logika dan akal sehat sudah tidak ada, yang terkuat pun terkalahkan.



Kejadian kemarin membawa pelajaran penting buat gw. Now I know I have a limit. I am more aware of my capabilities. I can recognize when I’m reaching the extent of what I can handle. 

I understand more about my strengths, weaknesses, and boundaries. Next time I can make conscious decisions about what tasks or activities I can realistically take on.

Now, the next question is… is it okay to have a limit? What should I do with it?

Should I break it, go beyond, and take on more challenges even though it will cost me another mental breakdown? Or should I lay low and just let it be?

Please do enlighten me. 

Sunday, October 15, 2023

Blackjack with Diamond Heart

Hi, guys! How yall doin?

It finally arrived. My first ever tattoo. :”)

Akhirnyaaa... My second half of 2023 nggak boring-boring amat~ 

Melalui postingan ini saya secara resmi menutup nazar after-pandemic (bungee jumping & getting a tattoo) karena dua-duanya udah accomplished. 

I. am. so. proud!

Sekarang hampir 1x24 jam setelah ditato. Tattoo-nya masih dibungkus plastik sesuai prosedur. 

Tangan masih nyut-nyutan. Perasaan masih campur aduk. 

Happy sama desainnya. It’s a blackjack with a diamond heart. 



It has a powerful meaning. 

The ace of spades is the highest, strongest, and most valued card in a deck of playing cards. It symbolizes power, luck, and triumph. ♠

I was already satisfied with the spade design but then the artist added a humble diamond on where a heart is supposed to be at. ♦

An important reminder. It doesn’t matter how strong or capable you are if you don’t have a heart.

Colorwise, I like the black on the spade body coz it’s bold and certain. Dari awal emang mau dominan hitam, karena gw percaya hitam itu netral dan ga bikin bosen. Tato warna lucu sih, tapi one day bisa bikin bosen.

As for the diamond, maybe the pict doesn't give it justice, itu ombre ungu-biru, guys. Purple is mandatory, coz it’s my identity. It's my favorite color since I was a child. Blue diamonds symbolize eternity, truth, devotion, peace, purity, and spirituality and are believed to cleanse the wearer of negative emotions and energies. Colors are all set!

It’s so me! Temen-temen kantor + Grace yang gw kasih lihat pun responnya pada positif. 

Cuma… kurang happy sama peletakkannya. Karena berbeda sama area yang gw pengen. Tattoo artist-nya tidak menyarankan di area yang gw pengen. Posisi tato yang gw pengen itu lebih cocok kalo tatonya memanjang ke bawah. Sedangkan tato gw melebar ke samping. 

Kita mencoba 2 posisi, kanan or kiri. Posisi tato yang gw pengen itu posisi tengah-tengah. Tapi kalo tengah bakal miring dan kurang bagus katanya, karena posisi tangan yang selalu bergerak ke segala arah, bikin tatonya bisa miring-miring/mencong-mencong. So it’s either left wing or right wing, no in between. 

Gw—secara baru pertama kali bikin tato, ga punya sangkalan atas saran itu, jadi nurut aja. I chose the right wing. Sebenernya ga beda-beda banget sih, cuma kurang geser sekitar 1cm. Tapi tadi mencoba mengeksplor possible posses buat photoshoot debut tato ini, cukup terbatas posenya karena peletakannya itu. Bikin frustasi to the point tadi nge-search “tattoo removal procedure”. Wkwk~

I’m just a little bit disappointed karena the aftermath feels-nya itu ga all victorious kayak bungee jumping gitu loh. Padahal degdegan menuju d-day-nya kayak bungee jumping. Hmmm… Kenapa ya?

Is it because of the tattoo artist yang not-so-friendly? Ga kayak staf AJ Hackett yang semuanya friendly, suportif, dan seru. Bener-bener bikin suasana menyenangkan dan encourage kita untuk loncat dengan hepi. 

Si tattoo artist… Very less interaction, ga banyak ngomong. I thought dia akan bawel—in a good way, misalnya kasih penjelasan kenapa design-nya dia bikin begitu buat gw, apakah ada meaning atau filosofi tertentu, atau dia tanya balik ke gw kenapa gw pilih bentuk itu.

Mudah-mudahan gw salah, but I got the vibe that she just wanna get shit done quickly~ is it normal? Kata Sella yang sesama visual artist sih, kalo lagi kerja emang pengennya quiet aja gitu biar fokus. 

Terus satu lagi dosanya, dia cukur bulu tangan gw ga pake permisi! X(

Like tau2 ambil Gilette dan langsung cukur aja gitu pas gw meleng. Well gw paham emang better dicukur supaya keliatan lebih clean kulitnya, tapi mbok ya permisi dulu gitu! Gw sayang banget sama bulu tangan gw karena rapi dan halus. Gw sengaja ga pernah cukur bulu tangan karena ga mau bentuknya jadi aneh keriting-keriting kayak bulu kaki. Eh sianjir main cukur ajeee~ Hhhhh

Oh well. It definitely takes time to accept, I am aware of that. Yang gw coba minimalisir sekarang adalah the regret, karena walau bagaimanapun ini adalah keputusan hidup yang gw ambil secara sadar. Yang ide dan niatnya sudah terkumpul sejak lebih dari 10 tahun yang lalu. 

Let’s focus on the more positive sides!

I finally conquered another fear: the fear of pain. 

Woohoooo~~~

Also, a celebration that I am now carrying an eternal statement, an establishment that I am strong, that I have more/the most possibility to win at life now that I have eliminated yet another fear. And also, a friendly reminder, to always use my heart no matter how big and powerful I can be in the future. 

Semoga keberadaan tato ini menuntun gw ke arah yang lebih baik dalam kehidupan, seperti makna yang terkandung di dalamnya. Menjadi manusia yang lebih berakhlak, berakal sehat, dan berguna bagi keluarga, komunitas, masyarakat, nusa dan bangsa. Amiennn~~~ 



Quick Q&A:

Gimana rasanya di tato? Sakit sih, not gonna lie. Gw mendeskripsikannya sakitnya setara dengan dicubit dalam waktu yang lama. It’s still bearable though—but again ini tergantung pain tolerance masing-masing orang ya. Mungkin tolerance gw lumayan tinggi jadi kemarin ga ada adegan nangis atau teriak. Paling meringis aja. Dapat diatasi dengan long inhale exhale. 

Berapa lama? Untuk tato sepanjang 3cm kurleb sekitar 30 menitanlah. Terhitung cepet. Tau-tau jadi aja. Haha~

Siapa tattoo artist-nya? This gurl. Gw ga mau mention/kasih credit, masih baper karena alasan-alasan yang gw sebutkan di atas. 

Gimana reaksi orang rumah? Belum pada liat sih, haha~ Masih gw tutupin dari kemarin. Kalo pada marah, ya mau gimana, kan udah terjadi~ Worst case scenario, kalo dianggep menyerang principle macem “dilarang agama” or semacamnya, diapain ya? Keknya ga bakal sampai diusir sih, mereka terlalu sayang sama gw. Wkwk~ 

Bokap gw beberapa tahun lalu melarang karena katanya tato mempersempit rezeki. “Susah kalo mau kerja di instansi pemerintah” Halo? Bu Susi Pudjiastuti punya tato burung phoenix sepanjang betis bisa jadi menteri. Jadi argumennya udah ga valid.

Nyokap gw sih lebih ke belum bisa terima konsep anak perempuan tatoan sih. Buat generasi beliau masih dianggap taboo/ga bagus. Well, kalo pada terganggu ngeliatnya, then it’s a sign gw harus lebih banyak beli baju tangan panjang. Nah kebetulan kemarin naksir parka di Zara. Nyehehe~

Gimana aftercare-nya? Ketika gw menulis ini, hampir 1x24 jam dari proses ditato. Tangan gw masih terbungkus plastik khusus aftercare tattoo. Bentar lagi plastik ini bakal dilepas dan gw harus membersihkan sisa-sisa tinta dan plasma darahnya. Katanya bakal koreng beberapa hari, tapi jangan dikelupas. Cukup diolesin balm—rekomendasinya pake lipbalm Paw Paw setiap hari. Lalu tunggu lukanya mengering aja. 

Di postingan berikutnya, gw update ya proses healing tato ini beserta a proper photoshoot ya, so you guys can see how it looks like irl. 

Alrite, segitu dulu aja. Gw mau copot plastik tatonya duyuuu~~ 

Beberapa postingan terdahulu yang menyinggung proses decision making tato gw ini, bisa dibaca di sini, sini, sini, dan sini.

Laters!

Saturday, October 7, 2023

Bertualang Kembali

Hi, guys! How yall doin?

Kamis 28 September pergi trekking ke Sentul sama Iif, rutenya ke Goa Garunggang. Sebuah kegiatan yang sudah ditunggu-tunggu sejak lama karena gw pengen healing liat yang ijo-ijo. I really looked forward to it. 

Tapi tampaknya salah mengartikan petunjuk/informasi. Dibilangnya trekking level intermediate 4km—which at first I think it's fine~ Gw pernah hiking ke Mount Oberon, Wilsons Promontory, Australia, itu 3,5km menuju puncak. Well pulangnya badan patah sih, but I mean, 3,5km aja gw bisa, beda 500m should be fine-lah.

In reality, ternyata 4km tuh menuju Goa Garunggangnya doang, dari goa balik ke parkiran, another 4km……

Lalu itu nggak kayak Mount Oberon yang awalnya naik terus sampai atas, pulangnya tinggal turun doang. Tapi naik turun sepanjang jalan karena melintasi beberapa bukit gitu~

Not saying I cannot, ketika dijalani, tidak sesusah itu juga. Ditambah ngobrol seru sepanjang jalan, bikin konten--luxury yang cuma bisa didapatkan kalo trekking di Indo, karena zaman di Aussie mana sudi guide-nya nungguin kita ngonten, bablas ditinggal, tersesat bodo amat~ Kalo di sini bahkan guide-nya yang nawarin fotoin, videoin, ngarahin gaya, bahkan rekomen tempat2 seru buat ngonten! Sudah sangat mengerti target marketnya sekali~ Hahaha

Menikmati hijaunya pegunungan dan perbukitan (so pretty and healing indeed), menghirup udara gunung yang bersih dan dingin walaupun matahari terik, role playing jadi Sherina & Sadam…

I pushed through and conquered it! 




Ga tau ya kalo udah di medan ada drive misterius yang keep me going aja gitu, coz there’s no turning back. I mean, kalo di Aussie that drive maybe ga mau rugi udah bayar ratusan dollar, masa nyerah? 

Same thing pas mendaki Tembok Cina, entah berapa km itu, awalnya pesimis liat anak tangganya tinggi2 amat, tapi bocil-bocil aja bisa, masa gw ga bisa? Udah sampai Cina mennn, masa nyerah sih???

Kalo di Sentul kemarin sebenernya bisa aja nyerah tengah jalan, toh harga murah cuma 165k, dan cuma “Sentul doang” lain kali juga bisa. But we didn’t. We kept going and reached 8km on schedule. So proud!

Terus pulangnya gimana? Ya badan patah juga. Wkwk~ Well ga sepatah Mount Oberon sih, cuma betis aja kenceng sama telapak kaki nyeri. Dihajar Tolak Linu dan dibawa tidur semalem langsung hilang.

Overall, a good experience. Mau lagi ah next time, cobain rute yang ada sungainya. Kemarin males basah soalnya, next kita basah-basahan!

Buat yang nanya kemarin pake trip apa, ini ygy >> Tripacker

Pro-tips: langsung booking aja ke nomer WA-nya, ga usah bikin via OTA. Lebih murah. 

***

Sabtu 30 September nonton Petualangan Sherina 2 (PS2) di bioskop sama nyokap. Wah, ini juga… all sorts of feels. 23 tahun dari film pertamanya yang sungguh legend. Waktu itu masih kelas 6 SD! 

Awalnya pesimis, kapok soalnya mempercayakan sekuel ke Miles Films, case study AADC 2 yang horrible, just horrible. Freaking 2 hours of commercials, no actual story. Sad.

Tapi memutuskan memberi kesempatan untuk PS2, coz I grew up with Sherina and Sadam, emotional attachment lebih kuat. Ada masanya lagu-lagu Petualangan Sherina itu ga cuma menghibur, tapi juga menjadi platform belajar nada dan musik yang baik dan benar. Setiap ada tes nyanyi depan kelas, pasti nggak ragu untuk nyanyi itu. 

Hampir semua gimmick-nya pun gw ikuti waktu itu. Bekal Smarties ke sekolah, borong stoknya di Indomaret sampai harus ke at least 3 toko supaya bisa mengisi kuota kotak makan sampai full. 

Mendadak manggil nyokap dan bokap “ibu-ayah”, padahal biasanya “mami-papi”. 

Tapi nggak, gw ga sampai pake plester kemana-mana padahal ga luka kok. Wkwk~~

Terus gimana filmnya??? SUKA BANGET BANGET BANGET!!!

The first 5mins aja udah WRECKED ME, belum apa-apa udah mewek, dahlah ke belakangnya AMBYAR!

SO WHOLESOME! Everything is in the right direction. The heart is there. Music & scoring are effective in both carrying emotional weight and evoking nostalgia. Feels good to listen to familiar sounds in a more relatable manner! Derby Romero’s smooth and clever acting balances out Sherina’s awkwardness. These two make me flutter!

Gokil sih. Gw mau nonton lagi, karena kemarin nonton pas opening weekend, rame banget penuh bocil berisik. Ga bisa menghayati lagu-lagunya dengan baik padahal semuanya indah-indah. 

Musiknya sih. Petualangan Sherina ga akan se-legend itu kalo ga ada soundtrack  dan scoring yang juara. Gw seneng banget di PS2, they took the music seriously too dan hasilnya bagus—in a sense, tidak kehilangan identitas, karakter, dan nyawa dari film pertamanya, lyrics wise dibuat lebih relatable sama perkembangan karakter dan cerita, orkestra megah dan kaya dipertahankan, dan ada teknik-teknik musikal baru yang sangat gw apresiasi. 

Sherina, elo gokil banget sih, jenius! Bisa smooth banget ngegabungin 3 lagu: Jagoan, Anak Mami, Menikmati hari jadi 1 lagu baru yang sama kerennya: Nostalgia Bersama

Oiya buat anak-anak Gen Z and below yang keluar bioskop komplen karena ceritanya “gitu doang” or any sorts of reasons, OH PLEASE~ Clearly, this movie is not for you~ Ini film buat GW DAN TEMEN-TEMEN SEANGKATAN GW! 

It’s a full-on nostalgic experience, a walk down memory lane. Jadi kalo lo ga punya memori,  ga punya emotional attachment, ga relate, ga nyambung, ga berasa, YA WAJAR!

Satu lagi yang mau gw bahas dari experience PS2:




:’)

Tadinya contemplating, nonton sama siapa ya?

Tapi itu kan harusnya pertanyaan yang mudah. Kalo konsepnya nostalgia, tentu saja harus nonton sama orang yang sama ketika nonton film pertamanya. Mom. <3

Another reason kenapa Petualangan Sherina sangat berkesan buat gw. Waktu itu, bioskop masih dikit banget, di Jakarta cuma ada 9. Jadi kebayang war ticket-nya gimana kan? 

Demi gw, nyokap yang saat itu hamil 7 bulan, war ticket OFFLINE, ngantri depan bioskop dari jam 8 pagi, desak-desakan, dorong-dorongan sama ribuan orang tua lain, dan akhirnya menangin tiket nonton yang malam. T.T

Nonton PS2 sama nyokap… sesuatu banget deh. Bener-bener berasa kecil lagi, as if 23 years never passed, as if the original movie never stopped and we never left Gading 21. The moment we shared together, the excitement, the reaction, the commentaries, the happy remarks, the laughter, it’s all the same and it’s beautiful. <3

So guys, if your parents are still with you, gw saranin ajak nonton PS2 deh. Mereka juga hidup di masa itu, mereka juga punya koneksi ke filmnya. Nyokap gw hepi banget kemarin, so I think your parents will be happy too. 

Buruan, sebelum turun dari bioskop! :D

Laters!