Showing posts with label hopes. Show all posts
Showing posts with label hopes. Show all posts

Sunday, August 31, 2025

The only grey area

Selamat siang semuanya. Hari ini hari Minggu di penghujung bulan Agustus 2025 pukul 2pm. Mood lagi drop abis-abisan karena situasi Indonesia yang menuju gawat darurat. 

Demo berkepanjangan dari hari Kamis kemarin, protes terhadap pemerintah yang tone deaf dan pengecut. Kirain cuma sehari dua hari, but nope, udah over the weekend dan expected to be until next week.

Berbagai narasi sudah tersebar di social media. Adanya provokasi, berbagai tindakan anarkis, pahlawan kesiangan, klarifikasi dan permintaan maaf, decoy alias pengalih perhatian, suara rakyat yang dibungkam dimana-mana (termasuk messing with Meta & TikTok system)..

Mentally draining. Capek banget. Tapi tetep harus alert, tetep harus buka sosmed, tetep harus baca, tetep harus repost dan share. That’s the least thing we could do to help this nation survive. 

Gw sendiri sedih banget liat kondisi negara yang sangat gw cintai ini. I gave up opportunity to be permanent resident of Australia because I wanted to live here, in Indonesia. I wanted to contribute to the people and community. Semua itu janji yang gw tulis di motivational letter saat apply beasiswa dan kampus untuk S2 8 tahun yang lalu dan janji itu masih gw pegang sampai sekarang.

Tapi kenapa masa depan Indonesia tampak suram sekali???

Please jangan bikin gw menyesali apa yang sudah gw janjikan. 

Ya Tuhan.. Lindungilah negara ini.

Anyway, dalam situasi seperti ini, gw jadi teringat percakapan bersama 3 teman some times ago. Ga usah gw kasih tau ya siapa orang-orangnya, karena cukup absurd. They are not even my close friends dan kita baru kenal beberapa bulan. 

Percakapan ini sedikit menyinggung apa yang terjadi di Indonesia saat ini. Dimulai dengan sebuah pertanyaan: do you wish to have kids?

Whoa. 

That was a very personal question!

My introvert side kicked in. Berasa diserang gitu sama pertanyaan itu. 

I mean I don’t mind discussing it with my close friends, atau at least temen2 yang gw udah kenal lama, setahunlah minimal. Mereka-mereka yang ada dalam close proximity yang intens sama gw, misalnya ketemu di kantor atau klub atau komunitas atau project secara rutin, sehingga gw nyaman sama mereka. 

But these guys.. kayak baru kenal 1-2 bulan gitu.. 

So I felt so attacked!

But the other 3 kayaknya orang2 extrovert, jadi didn’t mind sharing their ideas. So I had to play along.

You know, topic about kids itu sangat sensitif buat gw. Selama ini kalo bisa gw menghindarinya. Gw bahkan mungkin ga pernah discuss itu di blog ini padahal blog ini safe space buat gw. Gw mungkin pernah bahas topik ini sama beberapa temen, tapi paling permukaan doang. And I most definitely never talked about it with my parents/family. 

Gw tuh sebenernya tipe orang yang punya pendirian. Yang stance-nya jelas di situasi apapun. I always have strong ideas and opinions. Gw tau gw harus gimana, dimana, memilih apa, berpihak ke siapa, dll itu gw selalu tahu. Selalu yakin dan teguh pada pilihan gw, atas apa yang gw percaya dan yakini benar, atas mana yang baik dan buruk. Itu gw selalu tahu. 

Gw selalu di posisi hitam atau putih, ga pernah abu-abu.

Kecuali… soal anak. 

photo cred here


Ini adalah topik yang gw ga tau dan ga yakin stance gw dimana. I’m neither pros or cons. 50:50. Abu-abu.

Di satu sisi, gw pengen punya anak. I’m sure I can be a good mom, karena gw punya contoh yang luar biasa: nyokap gw. Sosok ibu yang sempurna. Strong, smart, calm, kind, resilient, patient, loving, supportive, forgiving. Semua good quality nyokap bisa gw terapkan pada diri gw dan berlakukan ke anak gw sehingga minimal anak gw nantinya akan tumbuh menjadi seperti gw, which is not bad. :p

Punya anak juga sebuah keputusan yang mulia. You know, just from science perspective, regenerasi human race supaya tidak punah. Who knows anak kita nantinya akan menjadi penerus Einstein, pemimpin dunia, atau agent of change yang akan memberikan the better life for everyone.

A little part of me juga merasa anak akan melengkapi hidup. Pencapaian terbesar sebagai perempuan adalah to become a mother. Kayak udah qodratnya gitu. 

The idea of nggak sendirian di masa tua juga menarik. Walaupun nantinya gw ga akan membebankan kewajiban untuk mengurus gw di masa tua ke anak gw ya. I don’t mind ditaro di panti jompo (yang layak) terus anak gw nengokin seminggu atau sebulan sekali. That’s okay. 

Namun, di sisi lain, punya anak juga banyak risikonya. Risiko finansial yang paling utama. Punya anak itu mahal—at least kalau kita mau memberikan standar hidup yang layak/nggak di bawah standar buat mereka. 

Risiko finansial ini juga ga ada ujungnya, akan terus berlanjut seumur hidup. So gotta be ready for that too. Planning-nya udah sampai after life, ga cuma sampai anak kuliah aja..

Then ada risiko mental dan psychological untuk ibu. Kehilangan identitas atau semacamnya, ketika nama “Seeta” perlahan fade away menjadi “Bu X (nama suami)” atau “Mamanya Y (nama anak). Dealing with negative stigma around women and mothers who are being judged more harshly than men. Balancing the demands of motherhood and personal life. Navigating postpartum physical changes and self-image…

But you know, I know my capability, and I think I can deal with those risks and survive. I couldn't care less. 

It’s just.. for me, it’s not fair for my children to be born and raised in Indonesia, especially now that it is becoming a more and more inhuman place to live. 

Gw hidup di negara ini aja sekarang udah susah dan takut, nggak adil rasanya membawa another innocent souls into this chaos. They don’t deserve this. They don’t deserve Indonesia Gelap.

That being said, the only scenario yang make sense untuk punya anak adalah cari jodoh WNA dan migrasi ke LN—which what I’m going to do in the long run. Anywhere is better than here. 

Okay going back to the convo with 3 extroverts…

You know.. all of those statements.. semuanya very personal dan definitely ga akan gw share ke orang yang baru gw kenal. I can sense that all my points might sound controversial, jadi gw ga mau mereka malah argue atau nanya-nanya follow up questions yang bikin gw makin feeling attacked atau insecure, or worse: memberikan saran atau kritik on how I’m supposed to live my life. Hell no.

Jadi jawaban gw saat itu adalah: “I’ll let my husband decides.”

That just came instinctively because I needed to end this convo real quick.

Sekarang kalo dipikir2, jawaban gw jenius juga. Wkwk~

I mean, bukan bermaksud lari dari tanggungjawab. Seorang istri pada akhirnya harus mendengarkan apa kata suami kan? So, taichi aja. Nyehehe~

Anyway, my point is, gw sekarang masih ga tau mau punya anak atau nggak. But then I realize punya anak atau nggak itu keputusan bersama dengan calon suami gw nanti, ga cuma keputusan gw doang. 

Kalo sekarang gw masih 50%, ya tergantung suami gw nanti. Kalo dia mau punya anak, apakah dia bisa meyakinkan gw supaya skornya jadi 70% misalnya. Then let’s have kids.

Sebaliknya, kalo dia memilih child free, ya usaha aja nurunin skornya ke 1-49%. Then let’s spend the rest of our lives together, just the two of us. That’s also fine for me. 

So yeah, nampaknya kategori calon suami gw nanti cuma 2: 1) bule, 2) orang yang masih optimis sama masa depan Indonesia. Wkwk~

Dah ah. Gw mau nonton The Residence di Netflix. Butuh distraksi dari semua kabar buruk yang mengikis moral di luar sana.
 

Monday, August 11, 2025

Banyak Mau – Part One

Gw lagi banyak mau nih~ Tapi ga jelas, semua cuma scrap of ideas di otak, ga di-list secara nyata, ga dibikin skala prioritas, dan ga punya visi/strategi gimana mencapai semua itu. Padahal resources-nya (duid) terbatas~

Gw coba list deh, biar jadi friendly reminder juga untuk bisa achieve.

1) Pengen les renang, karena pengen punya diving certificate supaya bisa conquer the fear of the sea. Laut itu the next fear yang ingin gw kalahkan, setelah sebelumnya berhasil mengalahkan fear of heights dan fear of pain.
 
2) Pengen les nyetir. Believe it or not sejak SMA gw udah les nyetir berkali-kali tapi ga pernah di-practice akhirnya lupa terus. SIM di dompet udah expired dan nganggur karena ga pernah dipakai. Kasian. Motivasi bisa nyetir adalah supaya bisa bikin konten lip-sync sambil nyetir di TikTok. Wkwk

3) Pengen berotot. Baru-baru ini gw menyadari tangan gw yang minim daging dan otot ini udah mulai bergelambir tipis. Wah, langsung insecure, bro! Tapi gw malesss banget nge-gym! Gym is not my thing. Gw kalo committed nge-gym harus pakai PT, otherwise gw bingung sendiri make alat-alatnya~ Ada ga sih cara melatih otot tanpa harus pake equipment gym? Kenapa sih yoga/lari ga bisa bikin otot? 

Nazar kali ya? Kalo tahun depan masih di Awe, kita sign up gym di PCP. Ok. Catet ya.

4) Pengen pakai braces. Wah ini dari zaman kapan tau, harusnya pas pulang dari Melbourne langsung pakai. Tapi mahal kan waktu itu belom bisa afford~ Sekarang udah bisa afford sih, tapi pengeluaran untuk hal-hal yang lebih penting lebih banyak~ Gw ga tau braces ini ada di prioritas nomor berapa. Huff

5) Pengen punya luxury designer bag. Sebenernya kan secara konsep gw cuma pakai tas Kanken ya, dan sekarang gw udah punya 11 tas Kanken untuk berbagai macam kebutuhan. Tapi ada satu situasi tas Kanken ga bisa dipakai: wedding. WKWK.

Gw selalu bingung pakai tas apa kalo dateng ke nikahan. Selama ini selalu pinjem tas nyokap tapi karena bukan Kanken, it feels wrong. So I decided to get myself one luxury bag yang bisa gw pakai seumur hidup. 

Gw udah pernah mention di sini bahwa gw naksir Chanel Coco Handle Bag. Rasa itu belum berubah, sampai sekarang masih cinta. Unfortunately, kondisi dompet juga belum berubah (ouch!). Yha prediksinya kan 2-3 tahun baru bisa afford..

But the needs are getting urgent, can’t wait for another year ~ Jadi harus re-strategy. Either beli pre-loved atau pivot ke brand lain, yang mana second of my choice is YSL Envelope Shoulder Bag. 




Harganya setengahnya Chanel.  Coba ya kita pikirkan masak-masak. 

Masih banyak lagi yang gw pengen, nanti kita bikin part 2 deh. Sekarang gw laper, mau makan. 

Ciao!
 

Sunday, February 23, 2025

Road to Extroversion

Hi, guys! How yall doin??

It’s Sunday. By mere luck, I got away from the annual responsibility of ‘visiting makam sebelum puasa’.

Not really a luck tho, I’m sick. Dari kemarin gw pusing migren ga jelas. Well, jelas sih penyebabnya. Tekanan darah gw kemarin diukur 90/40. 

Menyeramkan. 

Kata suster di RS kemarin: “kayaknya abis ini mbak tiduran aja deh.” Wkwk~

Remind me to checkout Sangobion on Shopee. 

Belakangan ini gw juga susah tidur. Padahal ngantuk banget mata sampai perih. Tapi ga pules-pules. Merem dari jam 11, baru pules jam 2an…

Ada unsur kecapean juga, karena 2 minggu terakhir kerjaan kantor mainannya fisik banget. 

Februari bener-bener dah~

Anyway, sekarang gw mau membahas resolusi tahun ini: menjadi lebih extrovert.

Sebuah langkah yang mungkin buat orang lain sepele tapi buat gw sangat life-changing karena mengubah the way I live, the way I think, the way I act, the way I socialize, the way I survive, dll. 

Oke, konteks dulu. 

Gw itu introvert. Banget. 

Udah ada result scientific-nya. MBTI gw selalu “I” depannya, pernah gw bahas di sini dan sini

Dari kecil gw selalu anak rumahan. Pulang sekolah langsung pulang. I don’t have many friends, temen gw dikit dari dulu—and it was okay. Prinsip gw mending temen dikit tapi quality daripada banyak tapi toxic/tidak sehat. Kuliahpun gitu, gw jarang ikut organisasi or acara2 kampus yang require bersosialisasi. Gw definitely tidak tergabung dalam geng populer. I was almost a nobody—except gw dikenal dari prestasi-prestasi dan persona gw.

Alhamdulillah gw cukup berprestasi saat itu jadi orang2 mengenal gw dari pencapaian-pencapaian seperti nilai, ranking, dan IPK. 

Gw juga dikenal sebagai fangirl, jadi orang2 mengasosiasikan identitas gw dengan Harry Potter, 2NE1, Britney Spears, Beyonce, Lady Gaga, etc.. That’s fine. 

That’s enough for me to survive this cruel reality. 

Pas udah kerja pun gw cukup sering ga ambil opportunity2 untuk networking. Misalnya abis liputan premiere film, langsung pulang instead of mingle-mingle dulu sama orang2 industri yang ada. 

The only time I was extrovert adalah ketika gw di Melbourne—karena saat itu ada tuntutan kehidupan untuk membuka diri ketika tinggal gw totally alone di negara orang. 

Balik ke Indonesia, back to be introvert. Instagram digembok lagi. Whatsapp ga dipakein profile picture. Pulang kantor langsung pulang. Ajakan-ajakan gaul/bersosialisasi/party/mabok gw tolak.

Idk ya, karena settingannya udah introvert jadi udah otomatis aja gitu.

Sometimes kinda sad sih, ketika liat postingan2 orang2 lagi having fun together, gw ga ada. But then gampang banget mendistraksinya dengan internet, ya nonton filmlah, main game-lah, dll. Besoknya udah ga sedih lagi. Ini siklus kehidupan gw yang selalu berulang. 

And I was fine…

I mean, gw ga pernah merasakan kesulitan yang gimana-gimana karena gw introvert. Gw tetep bisa berkarier dengan normal. Kesempatan kerja dateng ke gw pun juga karena prestasi gw sendiri instead of my network/connection.

Jadi gw tidak pernah menganggap being introvert adalah masalah. 

Sampai gw menginginkan sesuatu yang… besar. 

Like… pengen banget banget BANGET~

Sesuatu yang besar itu kita sebut saja HEJ!




Hej is (supposed to be) life-changing. A major leap.

Kalau gw sudah mendapatkan Hej, mungkin gw udah bukan Seeta yang sama lagi. 

Untuk mendapatkan Hej ini, gw harus membuka diri. Membencongkan diri. No more kerja pulang-kerja pulang. No more gembok akun sosmed. No more stay at home during the weekend..

Yeah. I have been doing all of those since the beginning of the year. 

Result so far? Capek. Wkwk~

Just recently I joined an office party. Nope, couldn’t stay for long. My social energy is draining OMG~ 

WELL AT LEAST I JOINED YA!

Padahal pas liat undangannya langsung mau reject. Masa judulnya dinner tapi start jam 8 malem sampai jam 12??! Wtf? My asam lambung cannot~

But I joined anyway, tapi ya gitu, cannot survive after 9pm. LOL

Terus karena IG gw udah ga digembok, orang2 bisa follow, OMG, for the first time banyak orang2 ga dikenal ngeliatin IG Stories gw!! Takoedzzzz~~

Well, ada sisi positifnya juga sih. Gw jadi dapet exposure juga. Apalagi waktu ngetag artis dan di-repost. Gile~ Yang views IG Stories sampai 200 orang.. 




Setengah jumlah followers gw!! Ngapainnn sikkk lu orang kayak ga ada kerjaan aje...

Tapi ini necessary dan align dengan visi misi mendapatkan Hej, so akan gw teruskan. 

Gw juga mulai nge-add IG orang2 yang tadinya cuma sebatas profesional. I used to have this strict line between work and personal. Orang2 yang cuma ketemu di work, ga gw masukin ranah personal which is owned social. Tapi… sekarang gw masukin just because. Fufufufu~ Oh well, untungnya gw ga pernah ngepost macem2 anyway, kalo mau nge-rant pun ada close friends, so should be fine.

Objective-nya by end of 2025 ketika gw tes MBTI lagi, hasilnya awalannya udah ‘E’ ya, nggak ‘I’ lagi. 

So yeah, perjalanan menjadi extrovert ini masih panjang dan berliku. Tapi mudah-mudahan bisa gw lalui dan by the end of it, I win Hej.

Sekarang kalo looking back lumayan menyesal. Beberapa tahun belakangan sebenernya banyak banget kesempatan untuk menjadi extrovert tapi gw lewatkan. Mungkin kalo gw ga melewatkan kesempatan-kesempatan itu, Hej bisa gw dapatkan lebih awal..

Well ga ada gunanya menyesali yang sudah terjadi. 

Focus on what’s in front of me!

Wish me luck!!!

Sunday, December 29, 2024

People Manager

Sebuah posisi di perusahaan yang selama ini gw hindari karena tanggungjawabnya besar. Belum ada yang menawarkan juga sih kebetulan. Nasib~ :p

Kenapa gw menghindari jadi people manager? Karena jabatan itu tidak hanya bertanggungjawab untuk pekerjaannya, tapi juga untuk nasib bawahannya. 

That’s… scary~

Nasib orang ada di tangan lo. Semacam Tuhan… hiii…

I mean, I worked with a lot of people managers my whole career, of course, they are practically my bosses. Seringkali ketika gw jenuh kerjaan, merasa stuck, burnout, overload, zona nyaman, ga naik-naik jabatan/gaji, ga dapetin hak sebagai karyawan sebagaimana seharusnya, whatever masalah karier yang gw alami, pasti yang bakal gw salahin duluan adalah bos~

Dulu gw ga pikir panjang kalo mau nyalahin bos. But as I grow older and wiser, I try to put myself on their shoes and I realize… ya ampun, kasian banget ya orang-orang ini disalahin, diomongin yang jelek-jelek, disumpah-serapahin, dibenci sama orang-orang yang nasibnya ada di tangan dia~ Sama orang-orang yang harus dia temui dan pimpin setiap hari~

Gila.. Ga berkah banget hidupnya..

Padahal mungkin bukan kemauan dia juga hal-hal tidak mengenakan itu terjadi pada kita~ Mungkin beliau hanya menjalankan titah bos yang lebih besar lagi, atau dia harus mengikuti policy perusahaan.. Many reasons yang ga dijelaskan ke kita~

Well ada juga sih kasus shitty bosses, ngl, bos gw di Dian dan XXXXX itu masuk ke kategori ini. Bos di Errthing present tense juga. Hahahaha~~

Banyak orang yang dipercaya jadi people manager oleh perusahaan, tapi sebenernya mereka belum layak untuk jadi people manager. 

Entah leadershipnya belum mateng. Atau masih struggling dengan dirinya sendiri sehingga nggak bisa ngatur orang. Atau BU alias butuh uang alias on survival mode sehingga lebih mentingin dirinya sendiri dibanding bawahannya. Atau egonya ketinggian--punya kebutuhan untuk ‘rise to the top’ sendiri, diagung-agungkan sendiri. Atau nggak punya emotional intelligence [ga punya hati alias jahat]/intellectual intelligence [ga punya otak alias stupid]. Atau punya gangguan mental kayak anxiety disorder. Many many reasons orang ga layak jadi leader, the list goes on and on and on~

Bos XXXXX, karakternya plin plan, bentuk otaknya kayak labirin, sering no clue jalan mana yang harus diambil. Labil kayak bocah, dikit-dikit ngambek. Kalo ngambek, suka nyinyir kayak anak abege. 

Bos Dian, ambisius ga jelas. Mau punya winning team tapi melakukannya dengan cara-cara yang melawan sistem. Nge-push bawahannya sampai titik darah penghabisan. Orang-orang literally burnout depan mata dia, dia malah tutup mata. Suka main favoritism pula.
 
Bos Errthing, wah ini list dosanya lebih banyak dari Doflamingo, kalo disebutin satu postingan ini cuma ngomongin dosa dia doang. Wkwkwk~~

Anyway, I’m fine, don’t worry. Bekerja di bawah people manager yang agak laen gw anggap sebagai risiko pekerjaan aja. Hehehe~~

Baper sih pasti ada, tapi ga long term-lah, paling sehari dua hari hilang. Gw malah sekarang lebih mempertanyakan kenapa ya mbak atau mas itu begitu? Apa yang terjadi di otaknya sehingga dia begitu? Apa yang dia pertimbangkan? Kenapa dia memilih A instead of B? Apa backstory-nya? Apa pengalaman hidup dia yang menyebabkan dia seperti itu? All these sorts of things yang malah muncul di otak gw instead of hati gw memutuskan untuk baper~

Well, mungkin memang harusnya kalo bos lagi agak laen ga usah hati yang bergerak ya, cukup otak. Hati diem aja.

Anyway… Di ujung tahun 2025 ini, gw reflect back on my experience on being a ‘people manager’—not the actual one, but I have actually been leading a lot of teams—project-based or ‘accidental’/‘task force’ kinda team, and I think I’m actually not bad as a leader. 




I think I have pretty good leadership. Part of it karena gw punya role model leaders yang perfect, yang bisa gw replicate semua perilaku, tindakan, dan wisdom-nya. Duh, I used to work under Albus Dumbledore—someone who can be the prime minister of Singapore if he wanted to. Banyak banget yang gw pelajari dari beliau.

Setelah Albus Dumbledore gw juga pernah kerja di bawah si botak dari negeri Jiran yang walaupun gayanya sok asyik, tapi harus gw akui dia leader yang baik juga. Dari dia gw belajar manage up(per management).

Gw juga pernah kerja hampir 3 tahun di bawah Minerva McGonagall alias Mba Novie sayangku cintaku yang sudah terpisahkan dariku.. (T.T) Dari beliau banyak banget juga yang bisa gw pelajari dan ambil.

Another part karena gw punya kebiasaan baik untuk menerapkan compassion dan empathy terhadap orang-orang yang working closely sama gw. Gw percaya seseorang bersikap begini atau begitu, pasti ada alasannya. So I’m trying to be put myself on their shoes. Mencoba mengerti. 

Caranya gimana? I listen. I believe we have two ears and one mouth so that we can listen twice as much as we speak. Dengan mendengarkan, kita akan memahami. Dengan memahami, kita lebih tau dan yakin apa yang benar dan salah, dan apa yang harus kita lakukan. 

Kebiasaan lain yang mulai gw terapkan adalah memberi apresiasi. Hal simpel tapi sering dilupakan oleh leader. Mereka kadang lupa sesimpel bilang ‘good job’ aja udah life-changing buat bawahannya. Let alone apresiasi yang lebih seperti promosi atau memberi hadiah atau mentraktir makan. You know, just to make the team happy.

Another leadership quality yang gw punya adalah: mentorship. God I love mentoring. I love teaching. Gw suka berbagi ilmu. Gw udah 2 tahun jadi dosen dan selalu hepi kalo lagi ngajar. Menurut gw ilmu itu nggak akan berguna kalo nggak dibagi. Gw hepi kalo bisa berbagi ilmu, tambah hepi kalo tau ilmu yang gw bagi ternyata berguna buat murid-murid/colleague-colleague di masa depan. “Kak, aku ikutin/praktekin yang kamu bilang, and it works!” Ooh.. Melihat mereka bertumbuh dan berkembang karena ilmu yang gw bagi.. Such a rewarding experience. <3

Also, gw sudah mulai membiasakan diri untuk making informed decision. Decision making can be tricky, tapi bisa juga kita trick back, caranya adalah dengan stay informed. Apa aja hal-hal yang akan come along with the decision, what’s the risk, pikirin dan antisipasi dari awal. Dengan begitu, decision making bisa lebih yakin dan ga usah khawatirin risikonya. 

Kalaupun keputusan yang gw ambil salah, ya gw akan bertanggungjawab sepenuhnya. Nggak akan kabur. 

Gw Alhamdulillah bukan orang yang ga punya pendirian ya. Bukan orang yang ‘terserah’-minded dan selalu bisa memilih hitam atau putih, nggak pernah abu-abu. Jadi, decision making buat gw bukan sesuatu yang susah. Yang susah adalah bagaimana menjadikan itu informed decision making. Makdarit, harus effort lebih untuk mempertimbangkan segala sesuatunya. Jangan panik, jangan reaktif. 

Anyway, kenapa gw tiba-tiba ngebahas people manager ini karena kemarin baru ketemuan sama Elia dan Apree—2 bestie dari SD yang udah jadi people manager duluan. Elia manages a team of 40 people, Apree manages a team of 100++ people. Pretty awesome, huh? Gw jadi kompetitif deh. Hwehehe~

Lastly, gw cuma mau bilang, resolusi 2025, selain menjadi orang baik, adalah menjadi people manager karena gw sudah punya beberapa skill-nya. Skill lain, bisa learning by doing insha auloh. Pondasi gw sebagai leader bisa dibilang sudah 80% kuat. I believe gw udah nailed bagian emotional intelligence, tinggal pertajam IQ aja. I am READY to take the challenge. BRING IT ON! 
 

Sunday, September 17, 2023

Me wassup #89: Gifting, Semakin Mantap Berbisnis, Full WFO

 Hi, guys! How yall doin?

Gw lagi sendirian di rumah coz everybody goes on staycation karena warga Belanda lagi di mari. 

Emosi gw lagi stabil karena kemarin baru ketemu Grace & Elia, my besties. Cuma sama mereka gw bisa cerita lepas tanpa filter. Jadi lumayan lega banget abis cecurhatan duniawi. <3

Kita ketemuan dalam rangka ulang tahun Grace dan upcoming ulang tahun Elia. Ceritanya gw mau kasih kado buat mereka, yang barang-barangnya udah mengendap di kamar gw sejak Maret, 6 bulan bro!!! Makanya gw ngotot ngajak ketemuan otherwise salah satu gift item yang gw kasih basi! Wkwk~

In case you don’t know, I really love gifting! I feel joy in searching and buying gifts for my loved ones. 

Gw bisa niat banget ngasih orang kado, apalagi kalo mereka orang2 penting buat gw. Pasti ada adegan riset dulu orang itu lagi butuh apa atau suka apa. Lalu dikurasi! 

Buat ultah tahun ini, gw kasih Grace:
- Sepaket skincare [4in1] merek Grace and Glow, karena selain namanya sama kayak beliau, Grace is in dire need of skincare right now [how thoughtful is that!], beli di Shopee ini.
- Beyond The Vines Reversible Relaxed Bag warna Sage/Blush yang ukurannya jumbo banget karena dalam waktu dekat Grace akan semakin banyak kebutuhan sehari-harinya. Gw beli waktu ke Sg bulan Mei di BTV Takashimaya.
- Glutanex Glow Balm yang gw dapatkan di fanmeeting Song Jihyo bulan Mei, karena seperti gw, Grace juga ngefans sama Jihyo. Bahkan lebih ngefans dia daripada gw. Dia yang nularin gw Running Man, terutama Jihyo. Jadi ketika gw dapet sepaket skincare Glutanex dari fanmeeting, emang udah niat salah satunya di-keep buat Grace.
- Masih dalam tema fanmeeting Jihyo, gw juga dapet kartu e-money bergambar muka Jihyo. Since e-money gw udah banyak banget, jadi kasih ke Grace aja. So it’s another item that represents Jihyo’s presence to Grace. Jadi walaupun Grace ga ikut fanmeeting, dia tetep bisa merasakan presence-nya Jihyo dari merch-merch ini [how thoughtful is that! (2)]

Sedangkan buat Elia gw kasih:
- Mini Perfume Princesse Marina de Bourbon yang gw beli di Sasa-Hong Kong, wanginya ENAK BANGET! Feels like royalty deh kalo pake.
- Beyond The Vines Micro Dumpling Bag warna Fern Green yang gw beli di BTV Takashimaya barengan tasnya Grace. Elia tuh suka barang2 girly dan cute so gampang banget menyimpulkan dia bakal suka BTV dan benar! Wkwk~
- Pocket mirror dari Turkey yang lumayan besar secara ukuran, tapi enteng. Warnanya putih + ijo muda, Elia banget! 
- Mini pouch dari Turkey, karena bulan lalu Elia baru kasih gw mini pouch dari Korea, jadi semacam mini pouch exchange. Hahaha~~
- Hand Sanitizer Botanical Essentials yang wanginya sooo soothing, bikin rilek dimanapun berada. Secara Elia mau traveling sebentar lagi, this will be handy!

Aaahh~~ So happy to see them happy receiving my gifts. <3

Next topic: niat gw untuk berbisnis semakin mantap, gaes. 

Kemarin adalah kelas terakhir gw di kursus menjahit. Kok cepet banget?? Iya karena cuma ambil kelas 3x pertemuan. Gw pun keknya ga sanggup lebih dari 3x, udah habis kesabaran. Hahaha~~ Sungguh menjahit itu require kesabaran tingkat dewa. 

Walaupun cuma kursus singkat, rasanya hepi banget bisa kenalan sama mesin jahit, belajar teknik dasar, dan menghasilkan sesuatu yang berguna dari situ. So far udah bawa pulang 6 produk karya sendiri: 1 drawstring bag, 1 scrunchie besar, 1 scrunchie kecil, 1 laptop (yang salah estimasi ukuran lalu jadi ipad) case, 1 totebag, 1 sarung bantal. Membuat gw berkesimpulan, gw tyduck akan bisnis totebag, karena bikin totebag sangat menghabiskan kesabaran. LOLOLOLOL~

Setiap karya gw kasih liat ke nyokap dan beliau excited juga, in a sense bisa melihat peluang bisnis dari situ. Nyokap bahkan sudah setuju untuk beli mesin jahit dan dalam waktu dekat kita mau field trip ke pasar Cipadu buat beli bahan. 

Gw hepi banget nyokap dukung ide bisnis gw ini. Her support is much much needed karena gw berencana menjadikan beliau COO-Chief Operation Officer ketika bisnisnya udah jalan. Secara gw kan masih budak korporat ya, ga mungkin bisa hands on in daily basis. I’m so glad to be able to give her this opportunity to be useful and productive in her age right now. 

Sekarang gw selalu menyempatkan diri belajar bisnis di kala weekend, entah cari supplier-lah, bikin creative ideation-lah, cari referensi design-lah, nonton konten tips-tips bisnislah, dll. Nyicil ilmu, supaya ga blank-blank amat pas udah mulai. 

Semoga faedah dan barokah.

Menuju #2024SeetaBebasPerbudakanKorporasi. Wkwk~~

Beneran capek banget jadi karyawan, guys. Tired of following orders from horrible people. Tired of living in terrors every day. Apalagi per mingdep kantor gw full WFO. :’(

I mean, I know it will happen sooner or later karena kantor2 lain pun udah pada full WFO. Emang tinggal nunggu waktu aja dan waktu itu ternyata as soon as tomorrow~ 

Rasanya berat banget. Selain karena 2 alasan capek jadi karyawan yang gw sebutkan tadi, juga thinking about expensive operational cost, macet, polusi, dll. 

Tapi mungkin itu cuma ada di kepala aja kali ya. Sebelum pandemi pun ke kantor 5 hari kerja gapapa~ I do think koordinasi tim lebih baik jika bertatap muka. Tapi masalahnya kan warga Errthing tidak sedisiplin warga Dian ya. Yaelah dateng ke kantor aja paling cepet jam 10, gimana mau produktif? Terus kerjanya setengah hati dan ga niat, kayak ga punya ownership akan kerjaannya, karena basically orang2 yang kerja di sana benci kerjaannya. Terus kerjanya ga satset, harus diingetin baru kerja, dan sangat rentan melakukan kesalahan. Dooooohhh~~ Banyak banget masalahnya Errthing~

#2024SeetaBebasPerbudakanKorporasi IZ DA GOAL!!!

Udah ah segitu aja curhat hari ini~ 

Salam dari mahakarya jahitan gw kemarin, oknum yang bikin gw pengen makan orang pas ngerjainnya. Wk~



Monday, January 2, 2023

Last day of holiday

 Hi guys! How yall doin?

Aaaaakkkk holiday segera berakhir in a few hours….

Fyi, gw baru dikasih 4 hari libur sama kantor. Solid 4 hari. Jumat-Senin. Duh. Luv banget. And I ain’t waste a single day. Tiap hari jalan2. Mulai dari Kamis malam nonton Avatar: The Way of Water (keren banget, guys!! Ntar gw cerita dikit di bawah), Jumat berburu diskonan di midnight sale GI (lumayan dapet beha baru, new year new bra!), Sabtu di rumah aja kirim2 happy new year ke orang2 sambil nungguin pergantian tahun ditemenin sama berisiknya petasan2 komplek, Minggu impulsif ke PIM buat nyari jaket puffer buat nyokap yang mau ke Turki, dapet bonus beli sunglasses buy 1 get 1 di Optik Melawai—buat ke HK bulan Maret. ihiy!

Quick review Avatar: The Way of Water



I FUCKING LOVE IT!

Keren banget gaes! Ga sia-sia James Cameron bikin film 11 tahun. Ga ada celah lho, solid 10/10!

Kayak all the reasons you go to the cinema, or all the reasons you watch movies, ada di Avatar gitu. For the cinematography, for the story, for the characters, for experience, for escape, everything, akan terjawab dengan nonton Avatar.

Gw mayan nyesel ga nonton di IMAX. Telmi sih, jelas2 di judulnya ada kata 'water', ya pasti ada adegan dalem airlah, ga mungkin bisa dinikmati hanya dengan 2D! 

Kemarin gw nontonnya di Premiere. Soalnya filmnya kan 3 jam ya. Takut backpain aja sih, maklum wis tuwir. Wkwk~

Setelah nonton, baru berasa rugi nonton 2D. Jadi saran gw buat yang belom nonton, nonton di IMAX, guys. Yang mau nonton 2x boleh sih, satunya di IMAX. Rasakan perbedaannya. 

Today Senin, lumayan well-spent juga walaupun di rumah ajah. Nonton YouTube—karena Netflix dan Disney+ gw lagi ga bisa—MacOS kudu di-upgrade. Huhuhu~

Gw nontonin Lapor Pak! yang ternyata lucukkk bangettt~~ Ternyata Lapor Pak! udah ngetop dari tahun 2021 ya? Dooohhh kemana aja sih gw?? Yang kayak gini-gini pasti telat. Kemarin tau The Prediksi telat, sekarang Lapor Pak! telat juga~

Ya maaf guys, 2020-2021 saiia sibuk jadi bucin QQ. Dunia gw hanya berputar di drakor, dracin, anime. Mana sempet memperhatikan jagat hiburan tanah air~ Sekarang nih baru. Going hyperlocal gara-gara kerja di Errthing. Gapapa. Seeta otw menjadi Indonesian entertainment expert!

Selain Lapor Pak! gw juga lagi demen duo bapak-anak Gading & Gempi. 



Doooohhh… Mereka tuh yaaa… TOO CUTE!!! Ya Allah berikan gw jodoh seperti Gading yang bisa babo banget kalo udah ketemu anaknya, apalagi anak perempuan~ 

GISEL DASAR LU YA~~ PUNYA LAKIK KEK GADING DISIA-SIAIN!!! (owhhh nge-judge~ wkwk)

Dan gw pengen punya anak kayak Gempi plisss~~ Cangtippp bangettt, dooohhh~~ Gennya Roy Marten ga maen-maen. Si Gempi tuh mukanya muka Gading tapi thank God kulitnya kulit Gisel. Hahaha~~ Dan Gempi pinter banget kakk, anak 7 tahun udah mengerti konsep gimmick tuh kek manaaa~~ hahaha

Dibesarkan di keluarga artis juga bikin Gempi nyaman depan kamera. Di YouTube atau acara TV, ngomongnya pinter dan ga jaim, tapi tetep cool. Rafathar tuh somewhat masih suka ada ekspresi ga nyaman dengan adanya kamera 24/7 (mungkin karena udah terlalu sering) dan ga lepas ngomong, Gempi bisa manage herself in front of cameras and do well in interviews, both in Indonesian and English. 

Amazing-nya Gempi ga berenti sampai situ. Walaupun pintar dan mengerti lebih banyak untuk anak-anak seumurnya dan terkesan lebih dewasa dari umurnya, kekanakkan-nya ga ilang sih. She still acts like 7 yo kid. Kudos to Papa Gading dan Mama Isel untuk parenting-nya.

Anyway, tadi sempet yoga, vinyasa yang alon-alon tapi maknyesss. Entah udah berapa minggu ga yoga. Sejak sakit itu kalo ga salah, ditambah malas, dan kebanyakan acara. 

Tapi kalo ada yang gw banggain dari diri gw di tahun 2022, itu adalah mau start yoga dan actually ditekuni seminggu sekali. Yoga terbukti ampuh sih buat my overall well being lebih balance dan pikiran lebih jernih. Emosi juga jadi lebih stabil. Semoga 2023 yoganya ga bolong2 dan actually mau invest buat yoga class. Karena selama ini masih by YouTube nih, too cheap ass buat ikut kelas yoga. Kan sama aja gerakannya. Nyehehehe~~

Tapi setidaknya udah invest di baju dan yoga mat kok. Little by little ya.

Besok ngantor. *sigh*

Gw udah overthinking dari kemarin malem to the point harus brainswash myself bahwa besok adalah hari yang menyenangkan: ketemu tim gw yang lucu dan caem, bisa beli kopi favorit di Kopi Kenangan (Kenangan milk tea + extra shot), dan ini masih hawa2 liburan—orang2 masih kerja in slower motion. 

Soalnya the idea of ketemu orang2 Errthing yang lebih banyak yang ga gw sukanya daripada sukanya itu… it stinks! Semoga Errthing lebih banyak tobatnya tahun 2023 deh. 

Speaking of 2023, beberapa target yang ingin gw achieve antara lain:
1. Belajar jahit
2. Ikut yoga class berbayar
3. Bungee jumping 
4. Bikin tato
5. Konsultasi ke psikolog/psikiater
6. Nikah

No 3 udah pasti achieve bulan Maret. No 4 insya auloh achieve setelah Lebaran/pertengahan tahun. No 2 kita lihat sambil jalan—harusnya doable karena deket rumah ada yoga class 35k aja. No 5 adalah saran Rini yang mungkin ada bagusnya. Karena hidup gw sebagian besar waktunya dihabiskan di Errthing yang mana sering membuat gw stress dan mengganggu mental health. Gw jadi sering anxiety dan tiap pagi asam lambung gw naik.

Impact-nya gw jadi harus sering2 healing—bisa seminggu sekali healing, just to keep me sane. Nah, No 5 itu gw harap bisa menjadi solusi supaya ga sering-sering healing. Harapannya expert bisa identifikasi sebenernya masalah gw apa sehingga ditemukan metode healing yang tepat. 

And uhm… No 6? No comment. Nyehehehe~~

Udah ah itu aja. Later, bitches!

Sunday, February 6, 2022

DUGUN DUGUN DUGUN DUGUN DUGUN

OMG!!!! 

DEGDEGAAANNNN~~~~

BESOK FIRST DAY AAAAAAAAKKKKKKK~~~~~

Gila guys, nervous-nya seminggu full sejak pulang dari Bali hari Selasa kemarin. Tiap hari menghitung hari. Khusus hari ini menghitung jam.

Mampus nih gw kena probation lagi, bisa di-cut kapan aja~

Kalo kerjaannya ga cocok gimana??? Kalo ga dapet chemistry sama orang-orangnya gimana??? Kalo ga perform gimana???

Mau nangis~ T.T

Dari tadi pengen cerita sama orang but everyone is busy. Grace lagi sibuk ultah Ethan. Rini lagi ngurus nyokap bokapnya yang kena covid. *sigh*

Akhirnya kembali ke blog ujung-ujungnya.

Makasih ya blog, selalu standby kapan aja buat aku… *peluk*

Mungkin gw abis ini solat kali ya, biar rada tenang dikit. Solat terbukti ampuh soalnya selama ini. Kalo gw lagi gundah gulana, ga tau arah, ga punya petunjuk, ga ada orang yang bisa diajak ngomong, berserah aja, let God do the rest.

Anyway, doakan ya gaes. I know nobody will read this post, karena blog ini gw lock karena I’m not ready to share my Dec-Jan experience to the world yet. But in case you actually read this couple months later, I hope it’s because I posted something fun and interesting, not something gloomy. 

I will blog my 1st week experience insya Allah, karena kalo ga salah dulu di QQ juga. Ya kalo 1st week kelewatan, maybe pas sebulanan. 

I hope this nervousness is actually excitement in disguise. Coz the works I imagine I would be doing are quite fun. So hopefully they are really fun. If it tops the fun I had in QQ then I would be eternally grateful. 

God speed.

Bismillah.

Friday, December 31, 2021

Sesaat sebelum tahun baru

 Hi, guys! How y’all doin?

Tepat 6 jam sebelum pergantian tahun. Biasanya hari gini gw gunakan untuk either bikin resolusi atau a year back reflection—udah ngapain aja di 2021.

Well today I don’t feel like doing both~ Haha~

Ya gara-gara abis di-PHK itu, bikin rusak semuanya. Kalau mau bikin resolusi kayaknya ngayal babu banget. Bisa dapet kerjaan baru tahun depan aja udah syukur. Terus kalau mau reflection 2021, tahun ini overall sih happy, apalagi 6 bulan terakhir yang bebas drama. 2021 adalah salah satu tahun terbaik dalam hidup gw. Eh tiba-tiba ada plot twist di endingnya~ Kampret!

Gw tahu gw banyak salah, terlalu terlena pada karier dan hal-hal mundane duniawi. Gw punya feeling 2022 akan jadi atonement year, untuk menebus kesalahan-kesalahan di 2021. 

2022, please be nice to this bitch. 

Mungkin kalau boleh bikin 1 resolusi, lebih banyak sosialisasi kali ya?

Jadi gw kemarin baru ambil 16personalities test lagi, karena rupanya sudah 2 tahun sejak gw ambil tes terakhir. Gw pernah bahas hasilnya di sini.

2 tahun kemudian…… gw masih INTJ-T! LOL



Bedanya, tingkat introvert gw menurun nih gaes, yang 2 tahun lalu di angka 81%, tahun ini di angka 58%! Gile~ Drastis juga turunnya! Pandemi ini ternyata membuatku semakin extrovert! Wkwkwk~

I mean, I don’t mind being an extrovert. Mungkin ini efek samping hidup gw lebih bahagia kali ya? Jadi gw enjoy-enjoy aja sharing pieces of my life with others~ 

2021, melalui QQ, gw banyak terkoneksi sama orang2 yang dulu gw kenal, either itu temen kuliah, ex-colleague, people at work, etc. 2022 insya Allah kesempatan untuk re-connect itu akan lebih banyak lagi. Mungkin ini saatnya untuk bersosialisasi lagi, channeling my extrovert side. Gerak duluan, jangan nungguin orang lain yang gerak. All you need is an open mind and to be kind. Yuk bisa yuk! 

Until then, wish me luck in the job search. Happy new year!

Saturday, September 4, 2021

Bahas Covid

 Hi, y’all~ how ya doin?

Tudei sesuai judulnya mau bahas Covid. I know this topic sucks, kayak ga ada topik lain aja, pasti isi postingannya sedih/menyebalkan, blablabla. I know, gw pun males sebenernya bahas Covid, tapi I feel like I really need to address this because it’s important.

Sebelumnya gw sering bahas Covid di postingan2 lain di blog ini, tapi ga bahas secara mendalam. Kayak sekenanya aja, sebagai konteks kegiatan2 lain yang gw lakukan.

So it’s time for the one and only, the master villain, the-thing-who-must-not-be-named, the ultimate enemy of humanity, to be addressed… properly.

Covid sudah menghancurleburkan kehidupan manusia 1,5 tahun terakhir. Wabah yang tadinya kita kira hilang dalam hitungan minggu, ternyata multiply jadi bertahun2 dan sampai sekarang pun ga ada kepastian kapan selesainya. 1,5 tahun sudah kita hidup dalam uncertainties karena Covid, and it sucks.

Gw belakangan suka kepikiran kalo ga ada Covid, gimana ya hidup gw sekarang? Apakah gw masih di Dian, atau udah pindah ke QQ, atau bahkan ke tempat lain? Apakah gw udah traveling ke tempat2 yang belum pernah gw datengin sebelumnya? Apakah gw ketemu orang2 yang nggak pernah terbayangkan sama gw sebelumnya? Apakah gw melakukan sebuah breakthrough yang bener2 life-changing? Semua kesempatan2 berharga yang hilang karena Covid~

Semakin dipikir, semakin berasa halu. Realitanya Covid ini adalah the new normal. Jadi ekspektasi harus ditekan dan disesuaikan. 

Stance gw akan Covid sendiri fluktuatif dari waktu ke waktu. Ada kalanya gw parno banget, ga berani keluar rumah, masker sampe didobel, belum lagi beli APD mahal a.k.a raincoat Gorman, hand sani selalu di kantong, semua barang yang mau gw sentuh disemprot dulu, puasa social media karena ga mau denger berita2 negatif soal Covid, baik itu kasus yang terus bertambah atau berika dukacita lainnya. 

Perlahan2 bosen dan menjadi fearless. Mulai keluar rumah, ke kantor, ke mall, staycation, naik busway/MRT, olahraga di GBK, nonton bioskop, dll. Ya kayak ga ada Covid aja~

Kemudian gelombang 2 datang dengan Delta varian sebagai bintang utamanya. Angka kasus sampai puluhan ribu sehari. Kita “dirumahkan” lagi. Kirain sebentar ternyata lama~ Sekarang udah mau 3 bulan~ 

1-2 bulan pertama masih fine2 aja. Bulan ke-3 mulai stress~ Sungguh ingin keluar rumah yaoloh~ 

Tapi dalam stress management karena Covid, gw termasuk orang yang beruntung karena bisa dengan cepat cari coping mechanism. Waktu gelombang 1, coping mechanism gw adalah TikTok. Sekarang gelombang 2, coping mechanism gw adalah online shopping. Segala barang ga penting gw beli, bikin nyokap ngomel2 karena menurut beliau sangat tidak wise untuk spend money beli barang2 ga penting saat pandemi gini. 

Tapi bodo amatlah, as long as gw bisa bertanggungjawab akan barang2 itu, it should be fine. Namanya coping mechanism, dia bekerja selayaknya pengobatan dokter. It heals and helps maintain my emotional well-being—which is sesuatu yang tidak boleh di-ignore saat pandemi gini. Kejiwaan semua orang literally terganggu. 

Ketika kejiwaan lo terganggu, elo ga bisa berpikir lurus. In times of acute stress, we really DON'T think straight. It can lead to racing thoughts, make your thinking seize up, or cause you to think less positively about situations. 

Akibatnya, kalo diajak ngomong ga nyambung, kalo bikin decision salah. Yang terakhir itu gw alami banget waktu mau cabut dari QQ. Itu decision yang di-fuel oleh stress. Ga kebayang sih kalo gw jadi cabut, sekarang gw harus probation di kantor baru, yang mana berisiko bisa di-cut kapan aja tanpa perusahaan kasih pesangon~ Nope, simply can’t afford probation. 

Key takeaway here: hindari membuat keputusan yang life-changing (apalagi kalau keputusan lo berdampak juga ke orang lain di sekitar lo) ketika pandemi. Karena elo most likely sedang stress (walaupun ga sadar) saat membuat keputusan. You are not thinking straight.

Jadi guys, segeralah cari coping mechanism kalian. Jangan biarkan stress berlama2 menguasai diri kalian karena itu bisa menurunkan imunitas—which is sasaran utama si Covid. 

Covid is so much like natural selection—seleksi alam. Dia ga pandang bulu, siapa aja diserang. It’s just the matter of how strong our immune system is. Kalo imun lo kuat, ya survive. Kalo imun lemah, ya byebye~

Covid ini ga ada obatnya, ini yang membuat dia sangat berbahaya. Dia bukan flu yang gejalanya sama dimana2: bersin-bersin, hidung mampet, badan panas, pusing, etc sehingga bisa disembuhkan dengan obat paten.

Gejala Covid beda2 buat setiap orang karena virus ini pintar, dia bisa analyse titik kelemahan setiap orang. Itu yang dia serang. Hence, gejala yang lo alami, akan beda sama yang gw alami.

That’s why banyak orang terkecoh—nggak sadar kalau dirinya Covid, hanya karena gejalanya berbeda dengan gejala orang lain. Akibatnya, dianggap sepele, tidak segera tes, tidak isoman, berkeliaran kemana2 dan menularkan orang lain.

So guys, patuhi prokes sekusyuk mungkin ya. Do it for others—this should be your motivation. Those people around you, be it your family, your friends, your colleagues, or even those strangers you meet at the restaurant, sitting beside you in MRT, kurir Syopi, abang GoFood/GrabFood, the medical staff who give you the vaccine, etc.

Their lives matter. Our lives matter.

Get vaccinated. Comply with health protocols. Find your coping mechanism. Create your own happiness. 

And finally, quoting a powerful line of my favorite anime Tokyo Revengers, I’m gonna say the same thing Takemichi said to Baji before Bloody Halloween. 








Please don’t die.

Have a good weekend!

Saturday, June 5, 2021

Decision is made

 Sooo… I made the decision yesterday. Sebuah keputusan berat, mungkin terberat pada konteksnya yang pernah gw rasakan. Sampai sekarang hati gw masih berasa berat. Asam lambung dari kemarin ga turun-turun. Mau makan ga napsu, mau ngapa2in serba salah.

Ini beda banget sama sensasinya dari resign sebelumnya. Resign sebelumnya, the moment the offer is out, I was so happy! Literally can’t wait to tell everybody that I was finally out of this hell hole~

Sekarang? Ya ampun, rasanya ga kuat ngomong ke orang2. Mereka yang sudah menjadi “keluarga” gw 9 bulan terakhir.

It’s too short. It really is. 

I really really want to cry.

But the decision is made and there’s no turning back. Gw sudah mempertimbangkan dari segala sisi (hopefully) dan memang ini yang terbaik.

Gw memang mengorbankan passion, meninggalkan dunia yang gw suka (entertainment) kali ini dengan sadar, meninggalkan teman2 baik dan solid, dan membuat CV tampak jelek karena kerja kurang dari 1 tahun. Tapi semua ini gw lakukan karena gw melihat kompensasi (karena ada kebutuhan urgent untuk membeli rumah—demi nyokap), kestabilan perusahaan dalam jangka panjang (dibandingkan yang sekarang masih ga jelas nasibnya, kantor baru ada di posisi mau ngapa2in risk free, karena growth-nya lagi kenceng banget), dan mencoba sesuatu yang benar2 baru (sering kalanya gw capek ngerjain marketing, capek berhubungan dengan user, the next one I will be in product team, totally new field).

Ini juga berhubungan sama short term goal gw: buka small business, dan long term goal.

Gw baca beberapa artikel buat orang2 galau pindah kerja, rata2 mengusulkan untuk mencoba menjawab pertanyaan yang sama: apa tujuan hidupmu 5-10 tahun ke depan, pikirkan pekerjaan mana yang bisa membantumu meraihnya.

5-10 ke depan gw pengen jadi expert staff di pemerintahan. Terinspirasi dari mantan colleague di Dian yang resign dari jabatan tingginya untuk menjadi staf ahli BUMN. Gw mau jadi staf ahli di kemenparekraf misalnya, yang menangani industri kreatif, atau kominfo, atau kemenristek, atau kemendikbud, atau kementrian BUMN, whichever-lah.

I think that is so cool. Mengumpulkan ilmu, skill, dan pengalaman sebanyak2nya dan menggunakannya untuk melayani rakyat. 

That’s why gw perlu platform yang bisa memberikan gw koneksi dan akses ke sana, dan itu sayangnya tidak akan gw temukan jika gw bertahan di kantor gw sekarang. I mean, sejauh apa sih social media manager bisa melangkah?

Kantor baru insya auloh, mereka lagi gencar2nya government relation. Maybe I can jump on that too! #wishfulthinking

So yeah, let’s aim for that.

Sekarang gw ga paham yang jadi kegundahan gw apa. This is what I want, I mean, back in the days, gw bersumpah bahwa gw ga akan resign dari QQ kecuali gw dapet offer dari kantor baru ini.

Nah sekarang kejadian!

Moral of the story: mulutmu harimaumu. Wkwk~~

Gw yang pasti takut karena role-nya bener2 baru dan timnya pun baru, takut ga bisa perform. TAPI, HR-nya bilang akan ada performance review 2 bulan sekali, yang mana KPI bisa disesuaikan kalau memang tidak memungkinkan. Manager/supervisor pun akan selalu mengusahakan KPI achieve. 

Gw juga takut bos baru gw sulit diajak komunikasi—seperti di QQ sekarang~ Duh sungguh traumatis banget deh~ Tapi mudah2an nggak, karena dia masih muda dan bahasa Inggrisnya a lot better. Waktu interview pun terdengar asyik. 

Gw juga takut ga punya temen, walaupun sepertinya ga mungkin sih. Karena yang mantan anak Dian aja di sana ada 3 orang. Sama satu lagi temen kuliah, yang sudah konsultasi sebelumnya juga, dan dia mendukung. Katanya company culture-nya bagus. HR pun so far sangat suportif—orang SG, kemajuan, lebih make sense isi otaknya~

Gw takut semua itu bikin gw ga betah, dan berujung pada resign sebelum waktunya lagi~ *amit-amit*

Mudah2an semua ketakutan gw ini wajar. Yang penting komunikasi haru berjalan dengan baik. Pelajaran penting dari kantor yang sekarang kan itu, komunikasi ga boleh putus. Harus sama2 mau mendengarkan, dan kalau ada masalah bisa cari solusi bareng2.  

Amien ya rabbal alamin. Baru pertama kali nih gundah setelah mengambil keputusan. Biasanya gundah ketika menunggu keputusan. Wkwk~

Mungkin gw akan solat biar lebih tenang.

Yuk mariii~~