Saturday, September 4, 2021

Bahas Covid

 Hi, y’all~ how ya doin?

Tudei sesuai judulnya mau bahas Covid. I know this topic sucks, kayak ga ada topik lain aja, pasti isi postingannya sedih/menyebalkan, blablabla. I know, gw pun males sebenernya bahas Covid, tapi I feel like I really need to address this because it’s important.

Sebelumnya gw sering bahas Covid di postingan2 lain di blog ini, tapi ga bahas secara mendalam. Kayak sekenanya aja, sebagai konteks kegiatan2 lain yang gw lakukan.

So it’s time for the one and only, the master villain, the-thing-who-must-not-be-named, the ultimate enemy of humanity, to be addressed… properly.

Covid sudah menghancurleburkan kehidupan manusia 1,5 tahun terakhir. Wabah yang tadinya kita kira hilang dalam hitungan minggu, ternyata multiply jadi bertahun2 dan sampai sekarang pun ga ada kepastian kapan selesainya. 1,5 tahun sudah kita hidup dalam uncertainties karena Covid, and it sucks.

Gw belakangan suka kepikiran kalo ga ada Covid, gimana ya hidup gw sekarang? Apakah gw masih di Dian, atau udah pindah ke QQ, atau bahkan ke tempat lain? Apakah gw udah traveling ke tempat2 yang belum pernah gw datengin sebelumnya? Apakah gw ketemu orang2 yang nggak pernah terbayangkan sama gw sebelumnya? Apakah gw melakukan sebuah breakthrough yang bener2 life-changing? Semua kesempatan2 berharga yang hilang karena Covid~

Semakin dipikir, semakin berasa halu. Realitanya Covid ini adalah the new normal. Jadi ekspektasi harus ditekan dan disesuaikan. 

Stance gw akan Covid sendiri fluktuatif dari waktu ke waktu. Ada kalanya gw parno banget, ga berani keluar rumah, masker sampe didobel, belum lagi beli APD mahal a.k.a raincoat Gorman, hand sani selalu di kantong, semua barang yang mau gw sentuh disemprot dulu, puasa social media karena ga mau denger berita2 negatif soal Covid, baik itu kasus yang terus bertambah atau berika dukacita lainnya. 

Perlahan2 bosen dan menjadi fearless. Mulai keluar rumah, ke kantor, ke mall, staycation, naik busway/MRT, olahraga di GBK, nonton bioskop, dll. Ya kayak ga ada Covid aja~

Kemudian gelombang 2 datang dengan Delta varian sebagai bintang utamanya. Angka kasus sampai puluhan ribu sehari. Kita “dirumahkan” lagi. Kirain sebentar ternyata lama~ Sekarang udah mau 3 bulan~ 

1-2 bulan pertama masih fine2 aja. Bulan ke-3 mulai stress~ Sungguh ingin keluar rumah yaoloh~ 

Tapi dalam stress management karena Covid, gw termasuk orang yang beruntung karena bisa dengan cepat cari coping mechanism. Waktu gelombang 1, coping mechanism gw adalah TikTok. Sekarang gelombang 2, coping mechanism gw adalah online shopping. Segala barang ga penting gw beli, bikin nyokap ngomel2 karena menurut beliau sangat tidak wise untuk spend money beli barang2 ga penting saat pandemi gini. 

Tapi bodo amatlah, as long as gw bisa bertanggungjawab akan barang2 itu, it should be fine. Namanya coping mechanism, dia bekerja selayaknya pengobatan dokter. It heals and helps maintain my emotional well-being—which is sesuatu yang tidak boleh di-ignore saat pandemi gini. Kejiwaan semua orang literally terganggu. 

Ketika kejiwaan lo terganggu, elo ga bisa berpikir lurus. In times of acute stress, we really DON'T think straight. It can lead to racing thoughts, make your thinking seize up, or cause you to think less positively about situations. 

Akibatnya, kalo diajak ngomong ga nyambung, kalo bikin decision salah. Yang terakhir itu gw alami banget waktu mau cabut dari QQ. Itu decision yang di-fuel oleh stress. Ga kebayang sih kalo gw jadi cabut, sekarang gw harus probation di kantor baru, yang mana berisiko bisa di-cut kapan aja tanpa perusahaan kasih pesangon~ Nope, simply can’t afford probation. 

Key takeaway here: hindari membuat keputusan yang life-changing (apalagi kalau keputusan lo berdampak juga ke orang lain di sekitar lo) ketika pandemi. Karena elo most likely sedang stress (walaupun ga sadar) saat membuat keputusan. You are not thinking straight.

Jadi guys, segeralah cari coping mechanism kalian. Jangan biarkan stress berlama2 menguasai diri kalian karena itu bisa menurunkan imunitas—which is sasaran utama si Covid. 

Covid is so much like natural selection—seleksi alam. Dia ga pandang bulu, siapa aja diserang. It’s just the matter of how strong our immune system is. Kalo imun lo kuat, ya survive. Kalo imun lemah, ya byebye~

Covid ini ga ada obatnya, ini yang membuat dia sangat berbahaya. Dia bukan flu yang gejalanya sama dimana2: bersin-bersin, hidung mampet, badan panas, pusing, etc sehingga bisa disembuhkan dengan obat paten.

Gejala Covid beda2 buat setiap orang karena virus ini pintar, dia bisa analyse titik kelemahan setiap orang. Itu yang dia serang. Hence, gejala yang lo alami, akan beda sama yang gw alami.

That’s why banyak orang terkecoh—nggak sadar kalau dirinya Covid, hanya karena gejalanya berbeda dengan gejala orang lain. Akibatnya, dianggap sepele, tidak segera tes, tidak isoman, berkeliaran kemana2 dan menularkan orang lain.

So guys, patuhi prokes sekusyuk mungkin ya. Do it for others—this should be your motivation. Those people around you, be it your family, your friends, your colleagues, or even those strangers you meet at the restaurant, sitting beside you in MRT, kurir Syopi, abang GoFood/GrabFood, the medical staff who give you the vaccine, etc.

Their lives matter. Our lives matter.

Get vaccinated. Comply with health protocols. Find your coping mechanism. Create your own happiness. 

And finally, quoting a powerful line of my favorite anime Tokyo Revengers, I’m gonna say the same thing Takemichi said to Baji before Bloody Halloween. 








Please don’t die.

Have a good weekend!

No comments:

Post a Comment