Sebuah posisi di perusahaan yang selama ini gw hindari karena tanggungjawabnya besar. Belum ada yang menawarkan juga sih kebetulan. Nasib~ :p
Kenapa gw menghindari jadi people manager? Karena jabatan itu tidak hanya bertanggungjawab untuk pekerjaannya, tapi juga untuk nasib bawahannya.
That’s… scary~
Nasib orang ada di tangan lo. Semacam Tuhan… hiii…
I mean, I worked with a lot of people managers my whole career, of course, they are practically my bosses. Seringkali ketika gw jenuh kerjaan, merasa stuck, burnout, overload, zona nyaman, ga naik-naik jabatan/gaji, ga dapetin hak sebagai karyawan sebagaimana seharusnya, whatever masalah karier yang gw alami, pasti yang bakal gw salahin duluan adalah bos~
Dulu gw ga pikir panjang kalo mau nyalahin bos. But as I grow older and wiser, I try to put myself on their shoes and I realize… ya ampun, kasian banget ya orang-orang ini disalahin, diomongin yang jelek-jelek, disumpah-serapahin, dibenci sama orang-orang yang nasibnya ada di tangan dia~ Sama orang-orang yang harus dia temui dan pimpin setiap hari~
Gila.. Ga berkah banget hidupnya..
Padahal mungkin bukan kemauan dia juga hal-hal tidak mengenakan itu terjadi pada kita~ Mungkin beliau hanya menjalankan titah bos yang lebih besar lagi, atau dia harus mengikuti policy perusahaan.. Many reasons yang ga dijelaskan ke kita~
Well ada juga sih kasus shitty bosses, ngl, bos gw di Dian dan XXXXX itu masuk ke kategori ini. Bos di Errthing present tense juga. Hahahaha~~
Banyak orang yang dipercaya jadi people manager oleh perusahaan, tapi sebenernya mereka belum layak untuk jadi people manager.
Entah leadershipnya belum mateng. Atau masih struggling dengan dirinya sendiri sehingga nggak bisa ngatur orang. Atau BU alias butuh uang alias on survival mode sehingga lebih mentingin dirinya sendiri dibanding bawahannya. Atau egonya ketinggian--punya kebutuhan untuk ‘rise to the top’ sendiri, diagung-agungkan sendiri. Atau nggak punya emotional intelligence [ga punya hati alias jahat]/intellectual intelligence [ga punya otak alias stupid]. Atau punya gangguan mental kayak anxiety disorder. Many many reasons orang ga layak jadi leader, the list goes on and on and on~
Bos XXXXX, karakternya plin plan, bentuk otaknya kayak labirin, sering no clue jalan mana yang harus diambil. Labil kayak bocah, dikit-dikit ngambek. Kalo ngambek, suka nyinyir kayak anak abege.
Bos Dian, ambisius ga jelas. Mau punya winning team tapi melakukannya dengan cara-cara yang melawan sistem. Nge-push bawahannya sampai titik darah penghabisan. Orang-orang literally burnout depan mata dia, dia malah tutup mata. Suka main favoritism pula.
Bos Errthing, wah ini list dosanya lebih banyak dari Doflamingo, kalo disebutin satu postingan ini cuma ngomongin dosa dia doang. Wkwkwk~~
Anyway, I’m fine, don’t worry. Bekerja di bawah people manager yang agak laen gw anggap sebagai risiko pekerjaan aja. Hehehe~~
Baper sih pasti ada, tapi ga long term-lah, paling sehari dua hari hilang. Gw malah sekarang lebih mempertanyakan kenapa ya mbak atau mas itu begitu? Apa yang terjadi di otaknya sehingga dia begitu? Apa yang dia pertimbangkan? Kenapa dia memilih A instead of B? Apa backstory-nya? Apa pengalaman hidup dia yang menyebabkan dia seperti itu? All these sorts of things yang malah muncul di otak gw instead of hati gw memutuskan untuk baper~
Well, mungkin memang harusnya kalo bos lagi agak laen ga usah hati yang bergerak ya, cukup otak. Hati diem aja.
Anyway… Di ujung tahun 2025 ini, gw reflect back on my experience on being a ‘people manager’—not the actual one, but I have actually been leading a lot of teams—project-based or ‘accidental’/‘task force’ kinda team, and I think I’m actually not bad as a leader.
I think I have pretty good leadership. Part of it karena gw punya role model leaders yang perfect, yang bisa gw replicate semua perilaku, tindakan, dan wisdom-nya. Duh, I used to work under Albus Dumbledore—someone who can be the prime minister of Singapore if he wanted to. Banyak banget yang gw pelajari dari beliau.
Setelah Albus Dumbledore gw juga pernah kerja di bawah si botak dari negeri Jiran yang walaupun gayanya sok asyik, tapi harus gw akui dia leader yang baik juga. Dari dia gw belajar manage up(per management).
Gw juga pernah kerja hampir 3 tahun di bawah Minerva McGonagall alias Mba Novie sayangku cintaku yang sudah terpisahkan dariku.. (T.T) Dari beliau banyak banget juga yang bisa gw pelajari dan ambil.
Another part karena gw punya kebiasaan baik untuk menerapkan compassion dan empathy terhadap orang-orang yang working closely sama gw. Gw percaya seseorang bersikap begini atau begitu, pasti ada alasannya. So I’m trying to be put myself on their shoes. Mencoba mengerti.
Caranya gimana? I listen. I believe we have two ears and one mouth so that we can listen twice as much as we speak. Dengan mendengarkan, kita akan memahami. Dengan memahami, kita lebih tau dan yakin apa yang benar dan salah, dan apa yang harus kita lakukan.
Kebiasaan lain yang mulai gw terapkan adalah memberi apresiasi. Hal simpel tapi sering dilupakan oleh leader. Mereka kadang lupa sesimpel bilang ‘good job’ aja udah life-changing buat bawahannya. Let alone apresiasi yang lebih seperti promosi atau memberi hadiah atau mentraktir makan. You know, just to make the team happy.
Another leadership quality yang gw punya adalah: mentorship. God I love mentoring. I love teaching. Gw suka berbagi ilmu. Gw udah 2 tahun jadi dosen dan selalu hepi kalo lagi ngajar. Menurut gw ilmu itu nggak akan berguna kalo nggak dibagi. Gw hepi kalo bisa berbagi ilmu, tambah hepi kalo tau ilmu yang gw bagi ternyata berguna buat murid-murid/colleague-colleague di masa depan. “Kak, aku ikutin/praktekin yang kamu bilang, and it works!” Ooh.. Melihat mereka bertumbuh dan berkembang karena ilmu yang gw bagi.. Such a rewarding experience. <3
Also, gw sudah mulai membiasakan diri untuk making informed decision. Decision making can be tricky, tapi bisa juga kita trick back, caranya adalah dengan stay informed. Apa aja hal-hal yang akan come along with the decision, what’s the risk, pikirin dan antisipasi dari awal. Dengan begitu, decision making bisa lebih yakin dan ga usah khawatirin risikonya.
Kalaupun keputusan yang gw ambil salah, ya gw akan bertanggungjawab sepenuhnya. Nggak akan kabur.
Gw Alhamdulillah bukan orang yang ga punya pendirian ya. Bukan orang yang ‘terserah’-minded dan selalu bisa memilih hitam atau putih, nggak pernah abu-abu. Jadi, decision making buat gw bukan sesuatu yang susah. Yang susah adalah bagaimana menjadikan itu informed decision making. Makdarit, harus effort lebih untuk mempertimbangkan segala sesuatunya. Jangan panik, jangan reaktif.
Anyway, kenapa gw tiba-tiba ngebahas people manager ini karena kemarin baru ketemuan sama Elia dan Apree—2 bestie dari SD yang udah jadi people manager duluan. Elia manages a team of 40 people, Apree manages a team of 100++ people. Pretty awesome, huh? Gw jadi kompetitif deh. Hwehehe~
Lastly, gw cuma mau bilang, resolusi 2025, selain menjadi orang baik, adalah menjadi people manager karena gw sudah punya beberapa skill-nya. Skill lain, bisa learning by doing insha auloh. Pondasi gw sebagai leader bisa dibilang sudah 80% kuat. I believe gw udah nailed bagian emotional intelligence, tinggal pertajam IQ aja. I am READY to take the challenge. BRING IT ON!
No comments:
Post a Comment