Sunday, May 22, 2016

Purpose #5: Made To The 2nd Round + Choosing a Course and Campus

Hi, guys! How y’all doin?

Sekarang mau cerita tentang proses mendaftar ke kampus tujuan, sampai akhirnya diterima. :)

Sedikit follow up dari Purpose edisi sebelumnya, long story short, kira2 sebulan setelah substantial test, result-nya keluar, and yeah, gw lolos seleksi. Yeaaaayyy!!!

Nungguinnya exactly sebulan, degdegan banget, tiap hari kepikiran, bener2 satu bulan penuh worry buat gw~ Kerja ga konsen, makan ga nafsu, main ga tenang, mau beli tiket DWP cemas, ah pokoknya ga beres banget deh hidup gw~ Alhasil gw jadi orang paling religious di dunia~ Seperti yang Kak Ayu bilang, cuma beasiswa yang bisa bikin gw solat, wkwk~

Anywaaay~~ So yeah, I made it. 10 Desember 2015 pukul 5 sore gw dapet email yang menyatakan gw lulus. Saat itu setting-nya gw lagi di kantor, jadi begitu dapet notifikasi email masuk, gw langsung keluar bawa laptop, lari ke tangga darurat yang sepi dan kedap suara. Karena apapun hasilnya, reaksi gw akan sangat lebay. Hahaha~

So yeah, gw bukan emailnya dan menemukan kata “dinyatakan lulus”.

Langsung teriak sekenceng2nya. Terus nangis. Hahaha~~

Kan lebay~

Nangis tersedu2 sampai agak tenangan dikit, terus nelpon nyokap dan bokap, mengabarkan kabar gembira. Abis itu nelpon Grace, ngasih tau dia juga. Terus nangis lagi soalnya pulsa langsung abis~ HAHAHAHA~~ Kampret Telkomsel~

Masih overwhelmed, gw masih merasa butuh untuk share emosi ke orang lain. Akhirnya gw ngomong ke William, temen kantor merangkap bos gw kala itu, yang mana memberikan sedikit kontribusi untuk beasiswa ini. Dialah yang ngasih gw surat ijin atasan waktu gw apply.

“Will… I made it!”
“Serius??? Wah Seeta, congrats!!!”

Kami berpelukkan macem Teletubbies. Terus gw nangis lagi tersedu2 di pelukan William. Kenapa gw cewek banget sih di saat2 kayak gini?! Wkwkwk~

Terus gw ngasih tau Kiki, yang selama ini juga ngasih dukungan moril buat gw.

“Mamah Kiki… aku lolos…”
“Alhamdulillah… Selamat ya, Seeta!”

Cium tangan Mamah Kiki. Terus nangis tersedu2 lagi di pelukan Kiki. Wkwkwk~~ Bancik banget!

Terus gw inget masih ada satu orang lagi yang harus gw kasih tau: Pika! Kenapa harus ngasih tau Pika? Karena kalo diterima gw janji mau ikut DWP sama dia!

“PIK!!! Gw lolos, Pik!!! Gw dapet beasiswanyaaaa~~”
“Seriusan, Ta!!! Yeaaayyy!!! DWP dong kita??”
“Cussss!!”

What could be better to celebrate other than DWP? Drowning in excitement and going crazy with Skrillex and Diplo! What a perfect ending for my 2015. :)



Wew~ long story short malah jadi short story long~ wkwk~

Gw bikin makin long dikit boleh ya? Karena masih ada satu poin yang mau gw bahas. Hmmm... Setelah diterima, gw menganalisa kenapa gw bisa diterima. Gw mencari alasan yang masuk akal dan berikut 4 alasan yang bisa terpikirkan oleh gw:

1. Bidang keilmuan yang gw pilih masuk sasaran bidang prioritas. Seperti yang dijabarkan di sini, ada di poin nomor 12: Bidang Budaya, Seni dan Bahasa. Other than that karena gw juga belajar management, bidang keilmuan gw juga merambah ke Ekonomi dan Sosial. So yeah, make sense.

2. Tema perkuliahan yang gw pilih pun masuk tema prioritas sesuai daftar ini. My future studies judulnya Arts and Cultural Management (explained below), logikanya sih jurusan itu mencakup tema Industri Kreatif (no. 6), Teknologi Informasi dan Komunikasi (No. 10), Ekonomi/Keuangan Syariah (No. 16) dan Budaya/Bahasa (No. 17). So yeah, make sense.

3. Visi dan misi gw jelas. Apa yang mau dilakukan di Aussie nanti selama masa perkuliahan, mau jadi apa setelah selesai kuliah, bagaimana mewujudkannya, dll. Jelas, penting alias ber-impact buat negara (positive impact of course), dan realistis.

4. Reckon that I fucked up my LGD, it's only the interview and essay that determined my score. Essay, no doubt, I nailed it. Interview? I'm not sure. I think I nailed it. But if you ask why, other than the 3 reasons stated above, well... maybe... it's either because I looked very convincing or... simply good-looking. LAWL~

Okay sekarang ngomongin kampus.

Riset

Tahap ini sebenernya udah gw lakukan jauuuuhhh sebelum daftar Purpose. Kalo ngikutin timeline yang mana gw kirim aplikasi Purpose bulan Oktober, riset kampus gw lakukan bulan Juni/Juli~ Geez udah hampir setaun yang lalu~ ckck~

Tapi memang begitu kok. Proses dari riset kampus sampai akhirnya masuk kuliah itu emang biasanya setahun. Ini kampus gw mending di Aussie masuknya Juli. Kalo di UK/US, masuknya baru Agustus, September atau bahkan November~ Lebih lama lagi~

So yeah. Riset kampus.

Ketika niat buat ikutan Purpose udah ada, saatnya nyari jurusan+kampus tujuan.

Step #1: Tentukan mau belajar apa.

Jangan sampai salah jurusan karena ga tau mau belajar apa ATAU asal milih jurusan hanya karena lokasi kampusnya menarik ATAU sok tau/sok pinter/nekat milih jurusan yang susah di kampus yang terkenal/bergengsi.

Buat gw pertimbangan milih jurusan disesuaikan sama apa yang gw suka DAN apa yang mau gw lakukan dengan apa yang gw suka itu.

Pertama: apa yang gw suka?

Nah dari dulu gw cuma suka 2 hal di dunia ini: nonton film sama dengerin musik. Okelah sekarang jadi 3, sama YouTube. Jadi gw pengen jurusan yang gw pilih nanti saling mendukung sama hal2 yang gw suka itu.

Film dan musik > seni

Tapi apakah gw seniman? Bukan. I’m not an artist, neither an artistic person~ Trust me, i'm not any artsier than you guys. 

But I do give fuck about arts.

Lantas apa posisi gw di dunia seni?

Pengamat. A certified one becoz I used to be a journalist. For almost 4 years!

Nah pengamat kerjanya di mana? Di industri.

Tapi as a pengamat, apakah gw hanya fokus di musik dan film?

Nope. Gw juga mengamati televisi, buku, fashion, lifestyle, visual art, motion art, art event, and of course para seniman themselves. Ga cuma yang ada di Indonesia, tapi juga internasional.

Terus sejak ada internet gw ga cuma mengamati di dunia nyata, tapi juga di dunia maya, dengan segala tools yang ada, seperti websites, social media, forum, media sharing sites, smartphone apps, dll.

Ini membuat scoop yang mau gw pelajari lebih luas, karena meliputi budaya alias culture. Industrinya pun ga sebatas industri seni, tapi juga industri kreatif secara general.

Kedua: apa yang mau gw lakukan dengan apa yang gw suka itu?

Apakah gw mau stay jadi jurnalis? Nggak. Kalo masih pengen jadi jurnalis sih ga usah S2, ya nggak? Skill udah mantep, pengalaman udah banyak, media tempat bernaung juga tersedia dimana2, tinggal pilih. Terus buat apa S2?

Gw ga berniat untuk melanjutkan karier jadi jurnalis. That’s for sure. I’m gonna keep writing, tapi ga sebagai jurnalis. Gw pengen S2 karena gw pengen punya ilmu dan skill untuk melanjutkan karier di industri lain yang sesuai dengan apa yang gw suka, which is seperti yang udah gw jelasin di atas, industri seni.

Tapi karena gw bukan pelaku seni, apa yang bisa gw lakukan di industri seni? Gw udah memilih untuk tidak menjadi pengamat lagi, lantas apa yang bisa gw lakukan di industri seni?

Di sinilah pengalaman kerja gw selain jadi jurnalis play major role. Thanks to XXXXX, gw dapet pengalaman untuk mengurus event juga selama kerja di sana. Any kinds, any scales, any concepts. Gw sering dipercayakan untuk meng-handle project gede yang melibatkan dana besar dan ribuan orang. I’m gonna say I’m pretty ace at that.

Dari sinilah gw menemukan role di industri seni. Gw pede kalo gw bisa jadi supporting system, orang2 yang bekerja behind the scene untuk industri seni. Jadi gw perlu S2 untuk mendapatkan ilmu dan skill untuk mempersiapkan gw untuk jadi itu.

Step #2: Cari jurusannya.

Caranya? Gampang, tinggal Google. Masukin keywords-nya:

postgraduate arts culture creative industry

Keluar deh tuh banyak option kampus+jurusan.

Mulai dipilih2.

Caranya? Pilih kampus yang ada di daftar Purpose. Ga semua kampus ada di daftar Purpose, jadi mending cek dulu daftarnya. Pastikan kampus pilihan ada di daftar.

Cute advice: sadar diri.

Sadar kemampuan. Sadar otak. Sadar mental.

Dream big boleh, tapi tetep harus realistis.

Kalo gw kan udah realistis dari sananya, jadi gw jauh2in tuh milih kampus macem Ivy League, atau kampus2 yang world rank-nya urutan 1-20. Bukan kenapa2, mungkin untuk masuk gw bisa, tapi untuk keluar? I don’t think so~

Jangan sampai udah dibiayain mahal2 sama negara terus ga bisa lulus~ Mitamit.

Nah dari sini aja udah banyak yang tereliminasi kan tuh~ Jadi lebih gampang milihnya.

Gw me-list sekitar 10 jurusan sejenis dari 10 kampus yang berbeda. Dari 10 itu, gw pilih yang world rank-nya tinggi. Walaupun bukan Ivy League, ya minimal Top 50-lah. Bukannya sok pinter, but more like, why not? Gw kan udah milih jurusan yang gw suka, nah gw ga mau kampus yang gw pilih ga mendukung jurusan gw itu.

Mendukung as in visi dan misinya oke, fasilitasnya oke, staf pengajarnya oke, kuliah2nya oke, track record alumni-nya oke, lingkungannya oke, sistemnya oke, in other words, gw mau kampus yang bagus dan diakui kebagusannya.

Akhirnya dari 10, tinggal 5 yang harus di seleksi:
1. Cultural & Creative Industries – King’s College London
2. Global Creative & Cultural Industries – SOAS, University of London
3. Creative Industries & Cultural Policy – University of Glasgow
4. Arts Management, Policy and Practice – University of Manchester  
5. Arts and Cultural Management – University of Melbourne

Step #3: Putuskan!

Ini proses seleksi yang susah karena semuanya menarik, and seems plausible to get accepted –brain wise-.

But then the more practical side of myself kicked in. For those of you who don’t know, selain realistis, gw orangnya juga praktis. Gw suka segala sesuatu yang praktis. Mudah, cepat dan berhasil. Efektif dan efisien. Kalo bisa gampang, kenapa dibikin susah?

Sisi Seeta yang praktis inilah yang banyak andil untuk menyeleksi 5 nominee itu. Toh secara rank mereka udah lumayan tinggi. Jadi secara kualitas kurang lebih samalah. Sekarang mending fokus cari yang kira2 paling gampang dimasukin.

Riset lagi. Liat persyaratan tiap kampus. Mana yang persyaratannya paling gampang untuk dipenuhi. Liat juga overview jurusannya, mana yang kira2 paling gampang dijalani untuk kuliah.

Dari riset ini, cuma satu kampus yang sesuai sama personality gw.

No. 5: Arts and Cultural Management – University of Melbourne

Why?

Ketika kampus2 lain pendaftarannya mengharuskan gw untuk bikin arts project, minta referensi dari minimal 3 orang, bikin 5 esay, and so on, and so on, Unimelb syarat masuknya gampang banget: IELTS, motivation letter, transkrip nilai.

Udah.

Awalnya gw ga percaya. I mean, mana mungkin semudah itu persyaratannya, kan termasuk kampus top. Akhirnya gw kirim email ke admission-nya. Beberapa hari kemudian dibales emailnya dan mereka meyakinkan gw kalo bener, cuma perlu 3 itu!

So I’m like, OKAY LET’S ENROLL!

LOL~

Some of you may think, why Australia? Ngapain lo pilih Australia, padahal di Inggris banyak jurusan serupa, and hellooo~~ Inggris gitu lho, center-nya arts banget~ Aussie mah apah atuh dibanding Inggris~

Well, first off, kalo pertimbangan gw milih kampus adalah lokasi, dari awal gw ga bakal milih Aussie ataupun Inggris, sis! Gw bakal langsung pilih US!

Ya secara US kiblat solat gw dari dulu terus Tuhan gw literally tinggal di TriBeCa Park, it’s only natural for me to pick US~~

Gw juga ga bakal buang2 waktu riset jurusan karena kalo ke US gw mah udah tau mau ambil jurusan apa~ Theologi!

Tapi kan ga bisa gitu. Gw punya responsibility untuk Purpose. Gw ga boleh dong nurutin ego dan melupakan responsibility itu~

Terus kenapa ga Inggris? Okay first off, on the contrary to the blood that flows beneath my skin, I don’t fancy Europe. Eropa ga pernah menarik hati gw in any way. I’m always America-minded since birth, and above everything I’m a proud Asian. Kalo traveling gitu gw lebih suka ke Asia. Ini aja sebenernya buat Purpose gw pengen pilih kampus sekitaran Asia aja~ Jepang atau China atau Korea atau Singapore gitu~ Tapi ga ada jurusannya~ #cedih

Secondly, ini agak sedikit personal. Gw kan anak pertama ya, dan gw punya tanggungan: a baby koala, and I gotta take care of my parents too.

My parents… well they’re still employed (my dad has his own venture and my mom works in an ad agency), but they’re not young anymore. They are both reaching their 60s in couple of years, and I’m so so worried about their condition~

My mom is supposed to retire this year, but she said she still wants to work. My dad travels to many parts of Indonesia frequently. So I think they’re both in a risky condition to be working. That’s why I need to be present at home or close to home. So I could watch them out, give them a company and keep them safe.

UK is so damn far. I just can’t imagine, if anything ever happened to my family and I’m not there nor I can’t be there instantly~ There’s no daily flight, even if there is, I need to travel across the globe for at least 1 day to get back home.

That’s insane.

So let’s not be selfish and Aussie it is.

Melbourne as a location is perfect though, coz it happened to be Australia’s Cultural Capital or Nation’s Arts Capital. Yes, it’s Melbourne, not Sydney. Sydney may have that iconic Opera House but that’s about it. Meanwhile Melbourne has more than just an Opera House.

So for those who wants to study Arts, Melbourne is a perfect choice.

More about the enrolling process, on the next POST!


Laters!

No comments:

Post a Comment