Gw udah sering mendengar predikat ini. Tapi ga pernah
gw sangka bahwa gw akan menjadi salah satunya.
Minggu ini cakrawala gw terbuka ketika disadarkan
bahwa sistem yang selama ini gw berlakukan pada karier adalah jack of all
trades, master of none. Gw bener2 ga sadar sudah menerapkannya since day 1 gw memulai
karier alias sejak masuk XXXXX alias sejak 8 tahun yang lalu.
Buat yang ga tau, jack of all trades master of none
itu sebutan buat yang orang yang punya banyak skill, tapi ga ada yang
bener2 ahli di salah satunya. Knowing how to do a little bit of everything, but
never (having the time to) master one particular skill.
Gw ga pernah menyadari bahwa sepanjang karier gw
adalah jack of all trades. Waktu gw di XXXXX, title gw adalah jurnalis dan
editor, tapi gw juga ngurusin event, social media, branding, promosi, dan masih
banyak lagi. Sekarang di Dian juga gitu, title gw copywriter (which I hate)
tapi gw juga ngurusin event, social media (yang banyak banget akunnya), KOL,
PMO branding, livestreaming, client/vendor management, analytics, PR, dan masih
banyak lagi.
Sama halnya ketika gw memilih jurusan S2. Instead of
staying di jalur komunikasi/jurnalisme seperti S1, gw memilih jalur Arts
Management, yang ilmu2nya totally different. Motivasi gw sama: supaya bisa
memperbanyak koleksi skill gw, supaya gw bisa belajar hal baru yang insya auloh
align sama passion gw, which is entertainment. Gw ga pernah menyadari bahwa
pilihan ini justru berpotensi membawa pitfall buat gw.
Selama ini gw merasa jadi jack of all trades adalah
hal yang lumrah, bahkan wajib di era yang penuh kompetisi seperti sekarang. Menurut
gw kita ga bisa cuma menguasai satu skill, karena tuntutan zaman mengharuskan
kita untuk menguasai banyak skill. Misalnya nih, gw mau ngelamar kerja jadi
writer/editor di start up, itu ga bisa tuh cuma jual kemampuan writing/editing,
bakal kalah sama yang lebih muda, yang lebih murah.
Harus ada skill2 lain yang bisa gw jual sehingga value
gw bertambah di mata perusahaan yang gw lamar. Skill2 yang anak2 lebih muda
yang harganya lebih murah dari gw ga punya.
Jadi jack of all trades juga membuat gw menemukan excitement di hal2 yang belum pernah gw coba sebelumnya, yang setelah dicoba ternyata gw seneng melakukannya. I keep discovering my new potentials by being jack of all trades.
Gw tuh bangga jadi jack of all trades karena ketika ditanya
sama orang kerjaan gw apa, gw bisa jawab dengan a wide range of scope of work yang
bisa membuat gw terdengar sangat berpengalaman.
At most times, jadi jack of all trades juga membantu
gw naikin status di mata orang lain. Misalnya sekarang nih, gw di kantor masuk
tim branding yang kerjaannya ngurusin event. Itu gw udah ga kaget lagi karena
udah biasa. Jadi bos gw tenang mempercayakan itu ke gw. Status gw di mata bos naik.
Long story short, selama ini gw ga masalah disebut
jack of all trades…… sampai kemarin. Ketika gw disadarkan bahwa menjadi jack of
all trades otomatis juga membuat gw menjadi master of none.
Ceritanya gw lagi wawancara kerja untuk sebuah role
yang sangat spesifik. Ketika gw jelasin scope of work gw ke interviewer, dia
kemudian bilang “berarti kamu ga ada yang bener2 ahli di satu bidang ya”. It hits
me and has been bothering me a lot since then. Karena the way I interpret that
statement ga cuma “dari semua kerjaan, gw ga ada yang bener2 jago”, tapi juga “they
can’t trust me to a particular skill that they are looking for” dan “gw ga bisa
fokus”.
Gw udah pasti ga lolos interview itu, which I don’t
mind karena kerjaannya gw ga pengen2 amat~ But still, the fact that I am now
officially a master of none is bothering me a lot. It is as if I am not trying
hard enough, as if yang selama ini gw lakukan sia2 dan pilihan hidup gw banyak yang
salah~
On top of that, gw sekarang merasakan side effect dari
being jack of all trades master of none: burnout. Di pekerjaan gw sekarang, gw
terlalu overwhelmed karena buanyakkk banget yang harus gw lakukan, jadi ga bisa
bener2 fokus. Waktu dan energi banyak terbuang untuk mengurus hal2 sepele, but I
ain’t gain a thing~ Gw ga dapet apa2 dari semua keringat yang gw hasilkan. Gw cuma
pembantu umum. Orang2 dateng ke gw minta bantuan, tapi in the end ga ada yang
memberi gw kredit akan apa yang udah gw lakukan. Timbal balik yang gw dapatkan dengan menjadi jack of all trades ga seimbang dengan effort yang gw keluarkan.
This. Is. Bothering. Me. A. Lot!
Do you think I should stop being one to prevent
further damage?
But I like a lot of things! It's a fact! I like writing, I like
journalism, I like lifestyle, I like entertainment, I like digital, I like
doing events, I like meeting new people and working on projects with them, I like
working with data, I like discovering something new to work on, etc.
Nature gw emang seperti itu.
Gw suka bekerja dan suka sibuk. Gw suka jadi go-to
person orang2. Gw suka jadi si-segala-tahu dan segala-bisa. Gw tau gw pintar manajemen waktu
dan gw bisa mengerjakan semua pekerjaan yang datang ke gw dengan baik.
Jadi gw harus gimana???
Haruskah gw stay dengan pasukan positivis yang
menganggap jadi jack of all trades itu membawa berkah, karena semakin banyak
skill semakin banyak yang dilakukan semakin bagus.
Atau haruskah gw stop being one dan mulai cari tau gw
bagusnya dimana dan stay di situ sampai seterusnya supaya lebih fokus?
Pusing ah mikirinnya, yuk minum anti-depressant dulu~