Itu bos gw.
Seorang sosok sangat senior, sangat berpengalaman,
yang sudah menjabat sebagai Head of Branding—divisi tempat gw bekerja selama
kurang lebih 7 bulan.
Beliau ini sepak terjangnya sudah hampir 30 tahun di
dunia periklanan/marketing dan pengalaman ini berbicara saat beliau bekerja. High-quality leadership, strong ability to multitask, smart decision making, killer planning and strategy, careful
supervision, etc etc. Lengkap semuanya beliau punya.
Gw banyak belajar dari beliau. Ilmu gw selama di Dian
ga pernah bertambah sebanyak ini sejak pindah ke tim beliau. For that I am
thankful.
Namun, hampir 30 tahun pengalaman kerja juga membawa
hal-hal kurang menyenangkan. Pertama, kata-katanya sulit dibantah. Beliau mungkin
jauh lebih berpengalaman dari gw, tapi gw lebih lama di Dian, jadi untuk satu
dua hal, apalagi yang berhubungan dengan sistem kerja di Dian, gw lebih tahu. Tapi
ketika gw mencoba menjelaskan, beliau tidak sejalan dengan gw dan ngotot ingin
mempertahankan stance-nya. Ini sulit.
Beliau juga BM, alias banyak mau. Terkadang tidak
realistis dan menyusahkan. Ini sangat bertentangan dengan gw yang orangnya
sangat realistis dan selalu mencari cara tercepat/termudah untuk menyelesaikan
pekerjaan/masalah. Gw berprinsip kalau bisa mudah kenapa dibikin susah.
Tapi beliau tidak begitu, dia cenderung memilih jalur
paling sulit dan paling menyusahkan untuk melakukan sesuatu, yang
ujung-ujungnya menyusahkan bawahannya. Mungkin ini cara dia untuk memperlihatkan
power dan kuasa, which is okay for a boss. Yang jadi masalah adalah ketika memilih
jalur itu, beliau tidak memperhatikan kapasitas yang tim punya. Jadi ketika
semua melakukannya, kacau. Banyak yang miss, banyak yang salah, banyak drama, banyak
teguran, komplen, atau bahkan marah-marah, sehingga banyak yang baper dan pengen resign.
Beliau juga GJ, alias ga jelas. Apalagi kalau
memberikan brief kerjaan ke bawahannya. Selalu setengah-setengah, tidak pernah
detil. Sebenernya kasian sih, karena ini lebih ke masalah waktu. Kerjaan beliau
banyak banget dan semuanya level susah, sehingga kerjaan semudah memberikan
brief kerja ke bawahan, selalu jadi korban. Ketika memberikan brief, beliau
selalu dalam kondisi tidak fokus dan terburu-buru mengejar deadline yang lain. Membuat
semua bingung. Beberapa kali kerjaan gw berujung kesalahan karena brief awal
dari beliau ga jelas. Mau membantah, tapi balik ke poin pertama, sulit.
Terakhir, beliau bukan tipe bos suka mengapresiasi
bawahannya bahkan ketika mereka sudah berhasil melakukan tugas tersulit yang
diberikan. 7 bulan kerja sama beliau, baru 2 kali gw dipuji—satunya bahkan ga
disampaikan secara langsung, malah di post di Facebook yang mana kita ga
berteman. Padahal gw merasa sudah doing awesome di semua project yang beliau
berikan.
But well, sifat ini mungkin masih minorlah dibanding
yang sebelumnya gw sebutkan. Tapi sayang aja, karena kita, bawahan2nya, bener2
work our ass off ngerjain semua kerjaan yg dia berikan, tapi timbal baliknya
epic zero.
Ketika jadi boss suatu hari nanti, gw akan
mengapresiasi bawahan gw no matter how small the things that they have done,
because everyone is human and deserves to be appreciated.
Okay, terima kasih sudah membaca racauan Sabtu pagi
saya. Blogging is the first thing I did as soon as dapet hari libur, karena
baru selesai mengerjakan proyek terbesar sepanjang sejarah. I deserve this
weekend being lazy and ga jelas as much as I want.
Love ya, bye!