Hi, guys! How y’all doin?
Dulu gw pernah menulis postingan dengan judul ini, makanya kali ini gw kasih #2. Postingan yang dulu itu isinya tentang gw yang lagi mumet kerja, terus keinget masa2 kuliah yang menyenangkan. Memori2 itu jadi pemanis hari gw yang penat dan berhasil membangkitkan mood gw seketika.
Postingan kali ini akan serupa. Karena sesuatu yang manis kembali terjadi di hari Rabu, ketika gw sedang penat.
Sedikit konteks, gw belum mendapatkan pekerjaan tetap, teman-teman. So why don’t you guys try to be a cool friend and stop asking, yeah? Or at least pretending to be cool, like my parents, yang gw tau sebenernya gemes banget liat gw di rumah mulu nonton tv series dan ga tahan buat nanya “gimana lamaran pekerjaannya?”, TAPI mereka tau kalo gw ga suka ditanya2 dan gw pun udah kasih ultimatum semakin sering mereka bertanya semakin besar kemungkinan gw depresi, so they be cool, and shut the hell up.
Well yeah, I’m still unemployed in terms of a steady job in a real corporate. Am I ashamed of it? A little, not gonna lie. Gw tentu malu status gw sekarang pengangguran. Gw tentu khawatir sampai kapan gw akan seperti ini. Kemarin tepat sebulan gw meninggalkan Melbourne dan minggu depan udah Februari.
Rencana awal waktu gw di Melbourne adalah selesai assignment, langsung sebar CV supaya by the time sampai di Indo udah langsung employed. God knows how much I hate being unemployed, I think I’ve said it a lot in this blog. I hate being unemployed. I never gave myself a rest in the past. I was always hustlin. Kayaknya gw ga pernah bener2 istirahat sampai gw tiba Melbourne.
Summer 2017. My first 3-months holiday after 6 years. The last time I had holiday that long was right after my undergrad’s graduation in 2011, while I was seeking for my 1st job.
So yeah I got to rest a bit. Then another 1-month-ish holiday during winter. Finally, the last 2-months in Melbourne while preparing for back for good, which wasn’t quite holiday coz I had so many things to take care, which was stressful and frustrating. I had to apply for job as well, which was as stressful and frustrating as taking care of BFG shits. Then I also had to deal with all flavor of emotions. Great~
Anyway so yeah I’ve been spreading my CV to at least 7 companies. One of them actually had accepted me and wanted me to start this week. But I didn’t feel right. Jabatan serta offering-nya weren’t exactly I look forward in a job, so I feel like if I was to accept the offer, I would’ve been looked very desperate and rushy.
If there’s one thing I learn from this whole job-seeking experience, baik dulu waktu lulus S1, atau setelah lulus dari XXXXX, atau ketika cari internship untuk subject requirement beberapa bulan lalu, atau ketika cari casual job untuk $$$ tambahan selama tinggal di Armadale, atau sekarang nih cari kerja beneran untuk career prospect dan long-term employment status, itu adalah timing.
I think bener kata orang, cari kerja itu emang kayak cari jodoh. Kalo timing-nya belum pas ya ga bakal dapet yang cocok. Dan seperti jodoh, I do believe kerja as a rejeki, semua udah diatur sama The Great Gee Ow Dee, which is why timing is the key, coz The Great Gee will make everything right, at the right place, at the right time.
*tiba-tiba jadi religius*
Jadi gw memutuskan instead of terburu-buru terima kerjaan yang ga sesuai sama apa yang gw mau. Mendingan kasih waktu, kasih timing buat siapapun yang ngatur manajemen kehidupan gw di atas sana, untuk set things right, and eventually (and hopefully) give me what I want in the end. Mungkin ga seperti yang gw harapkan, but when it’s right, I will know and I will accept.
Okay so, sambil gw nungguin jodoh kerjaan, I am lucky I have these amazing friends and former colleagues’ yang ga tahan melihat gw ga ngapa2in di rumah. Mereka mengajak gw melakukan berbagai macam hal. Hangout, udah pasti. Hampir tiap minggu ada yang ngajakin. Makan, nonton, jalan2, you name it, my friends have everything under control, gw tinggal ngikut.
Lama2 kegiatan catching up with Seeta berkembang menjadi sesuatu yang lebih produktif and actually earning money. Beberapa teman actually nawarin kerjaan freelance. Mostly sih standar content writing atau content editing. Tapi lama2 makin varies.
Kemarin gw baru diajak bantu2 EO sama Kak Ayu. Kak Ayu ini dulu temen gw di XXXXX. Kak Ayu punya temen. Temennya itu EO dan lagi bikin event di Annex Building - Pullman. Topiknya berat: renewable energy. Acaranya ada diskusi, workshop, seminar, press conference, dll. Pesertanya kelas kakap semua, ada orang pemerintah, perwakilan perusahaan bisnis energi, media, dll.
Gw ditugaskan untuk menjadi notulen di salah satu workshop, sama seperti Kak Ayu. Acara berlangsung dari jam 9 pagi, sampai jam 5 sore.
Pagi-pagi masih fresh, motivasi masih tinggi, dengerin workshop masih asyik, ngetiknya masih lancar. Hitung2 nambah pengetahuan juga nih tentang renewable energy.
Memasuki wilayah waktu siang, abis maksi, produktivitas mulai slowing down. Mulai ngetik apapun yang didenger aja, literally, tanpa dicerna itu ngomongin apa. Menuju sore, semakin capek, semakin kacau~ Banyak statement yang terlewatkan, mulai ketuker2 siapa ngomong apa, akhirnya pasrah, bergantung sama rekaman aja.
Kemudian dikasitau PIC bahwa deadline yang tadinya adalah jam 12 siang besok, dimajukan jadi jam 12 malam hari itu juga. Jelas ini berita buruk, karena tinggal tersisa 7 jam sampai jam 12. Ga mungkin dibawa pulang dan dikerjain di rumah, karena perjalanan pulang aja makan waktu 2 jam. So, gw dan Ayu segera mengarah ke PI setelah event untuk lanjut kerja.
It was EXHAUSTING! Maybe ini karena baru pertama kali buat gw, atau emang karena topiknya baru (dan berat) buat gw, atau karena pembicaranya ngomong kecepetan, atau otak gw simply can’t keep up, bottom line is bikin notulensi itu ternyata melelahkan, kawan-kawan.
Bahkan walaupun udah direkam dan ditranskrip, tetep aja, butuh perjuangan keras merangkai kata2 supaya jadi kalimat yang enak dibaca. Istilahnya kayak bikin press release, tapi jauh lebih susah karena press release kan basically official statement --but not necessary the whole statement-- yang diperjelas dan dipercantik sedemikian rupa to make the press shut up. Kalo notulensi definitely the whole statement, yang dibuat press release style, harus jelas dan cantik. Termasuk statement2 yang harusnya off-the-record, harus dimasukin juga dengan jelas dan cantik.
Capek, Sis.
Tapi okelah, kan dibayar. Hehehe~~
Skill sih ini, kalo sering2 lama2 juga terbiasa.
So yeah, gw sama Ayu lembur, literally sampai jam 11 kita lanjut kerja di Coffee Bean PI. I have a no-coffee-after-7pm policy, but becoz of this job, I gotta violate my own policy~
Tadinya mau pesen hot chocolate atau chai latte aja, but boy setelah nyobain punya Ayu (doi beli Iced Chocolate), ternyata manis banget! I have a no-sugar-policy right now (yep, not on diet, just tryna be healthy~ gonna talk about it later!), jadi ga bisa ikutan pesen. So I went with my usual cappuccino less ice no sugar~ I hate drinking coffee after 7pm!!!
Anyway, bikin notulensi. Rasanya ga seperti ngerjain assignment. Lebih susah. Karena underpressure. Deket banget deadline~ Assignment selalu gw kerjakan way before deadline, jadi ga segitunya underpressure.
Setiap 30 menit ke toilet, entar karena kedinginan, kebanyakan minum, atau nervous. My digesting system was such a mess~
Di sisi lain harus berkutat sama unpredictable throwback. Jaman2 kerja di XXXXX sering ke PI malem2 buat screening film, kinda miss it~ This job pretty much gave me the feeling of lembur di PI, tapi karena bukan untuk screening, rasanya ada yang ilang~ Terus baper lagi~
Memasuki jam 10, coffee bean udah mau tutup, mas2nya udah beberes meja. Tapi kita ga diusir. Dibiarin aja gitu tetep ngetik. Makasih lho, Mas!!!
Setengah 11 akhirnya beres. Buru2 proofread terus send, walaupun belum 100% yakin sama hasilnya, walaupun gw yakin masih ada beberapa typo yang ga terdeteksi, walaupun ada tanda baca yang kurang, walaupun ada kalimat yang kepanjangan, I was like, fuck it~ I’m going home~
So not me. Ga gw banget ngumpulin kerjaan yang belum sempurna. Ngumpulin kerjaan karena udah deadline aja~ I hate it and I hate myself for doing that. Really really hate it~
Daaann kita pun pulang.
Kangen masa2 di XXXXX lagi, karena semalem apapun kita pulang ga harus bingung pulangnya naik apa karena ada driver+mobil. Kemarin harus berkutat cari yang termurah antara GoCar, GrabCar atau Uber, terus pake acara ditolak puluhan driver karena macet.
Gw sama Ayu udah ga jelas gimana bentuknya ketika akhirnya dapet driver. Si Driver pun rikues untuk ketemu di lobi Thamrin instead of lobi Starbucks, karena macet~ *sigh* This kind of thing ga akan terjadi kalo sama driver XXXXX~ Gw akan dijemput dimanapun gw minta dijemput. Oh the struggle…
Tapi yasudahlah, udah malem, udah capek, males berdebat. Akhirnya kita samperin ke lobi Thamrin. Driver-nya udah disana. Kita pun masuk mobil.
“Malem, Mbak.”
“Malem, Pak, udah tau kan kemana?”
“Satu ke Pondok Kelapa abis itu ke Pondok Gede ya.”
“Iya Pak.”
“Mau lewat mana nih, Mbak?”
“Nurut sama GPS-nya aja, Pak. Atau terserah Bapak deh. Kita nurut aja.”
“Kalo GPS ngarahinnya lewat Kampung Melayu nih-”
“Boleh Pak, terserah.”
“Oke, Mbak.”
…………………………
Gw tepar. Ayu juga tepar. Kemudian si driver ngomong sesuatu yang membuat gw tersentak.
“Baru pulang kerja, Mbak?”
…………………………
Oh my God.
I didn’t see that coming.
I couldn’t believe it.
One statement from a total stranger got me taken aback~
He just casually reminded me of something—two things actually, that I didn’t recognize coz I haven’t done them for a while.
1. I AM WORKING.
Yes, I am working, a full-time job, with real job-desc and real outcome (and income). It was like… Wow! It’s been a while since someone acknowledges that I am ACTUALLY working!
2. I AM REUNITING WITH MY ROUTINES!
Getting up in the morning, leaving home early, going to work, staying around until late to avoid the traffic… OMG... Those all are parts of my life that I’d left for so long~ Tiring indeed, but absolutely delightful, coz I know no matter how tired and stressful I am, I do them to serve my purpose in the community. It’s just how it meant to be.
That moment, all the exhaustion and restlessness inside my body just gone.
Working feels as exciting as it used to be.
Gw jadi tambah semangat cari kerjaan, karena gw ga sabar untuk kembali jadi mbak2 kantoran yang mediocre, yang hidupnya ga jauh2 dari rumah, kantor, mall, restoran, bioskop, tempat karaoke, gym, busway, kereta, taksi, gojek, and all the things that y’all hipster and sophisticated people think are lame, but guess what, that is MY LIFE. My beautiful life! I find happiness and peace in it and that is enough.
Wish me luck for my job-seeking, you guys!
I promise I’ll let you know first-hand when I’m employed!
Laters!
-->