Today I want to talk about limits.
Gw terbiasa jadi yang ter-ter di tempat kerja. Terbaik, terhebat, terpintar, terorganisir, terkuat, tersabar, tercepat, tersolutif, terlogis, ter-tak terkalahkan, dll. I am an Ace and people recognize that.
I go places with being an Ace. Bisa dapetin dream job, akses ke VVIP, dikasih project2 besar, keren, harapan bangsa that no one else could do..
Selama ini gw belum pernah merasa pekerjaan itu berat, karena kapasitas otak gw besar. Knowledge, skillset, dan pengalaman gw yang tidak kaleng-kaleng menjadi modal utamanya.
Mungkin gw masih punya beberapa kekurangan, tapi cuma minor. Selalu bisa diatasi dengan logika dan akal sehat. Ya, faktor penting lain yang membuat gw hebat adalah gw selalu melakukan pekerjaan dengan logika dan akal sehat—dibarengi dengan hati yang tulus dan ikhlas because this job isn’t only mine, but other people's as well. I always make sure they are happy, well-treated, and respected.
Dengan semua modal itu, tidak ada yang tidak bisa gw kerjakan. Tidak ada masalah yang tidak bisa gw selesaikan. Pasti selalu bisa. I have no limit.
Well, that’s what I thought… until Errthing happens.
Baru-baru ini limit gw diuji.
Bukan soal fisik, bukan soal masalah dan solusi, bukan soal kualitas dan kuantitas kerja, tapi soal logika dan akal sehat.
Gw dipaksa bekerja di luar logika dan akal sehat. Bukan cuma kerjaannya, tapi juga atasan, rekan-rekan dan sistem yang bodoh dan konyol.
Like… Because I’m smart, I know for sure these people and systems are wrong. I know for sure this project will fail because of those, but I can’t do anything because I’m not in the management~ I have no right to change things because I’m no decision maker~
As expected, dugaan gw benar. Hari-hari menuju hari H, everything was crumbling. Kacau hancur berantakan. Pure chaos. Everyone became animals. Liar dan tak terkendali. Setiap hari menyerang gw seperti singa kelaparan bertemu mangsanya. Tidak ada lagi logika dan akal sehat, hanya panik dan emosi yang membabi buta.
Ini terjadi setiap hari. My heart raced and it felt hard to breathe. Asam lambung naik, nafsu makan hilang, berat badan turun drastis. The stress was chronic and overwhelming.
Even so, when it comes to physical challenges, gw masih bisa tackle. I could still wake up in the morning, grab my 3kg laptop bag, go to work, and function normally.
But mentally and emotionally… not so much~
This week for the first time ever in 12 years of career… gw menangis karena pekerjaan.
Bukan sekali, bukan dua kali, siang dan malam dua minggu berturut-turut.
Sekuat apapun gw berusaha menahan air mata itu untuk keluar, ga pernah bisa. Semakin ditahan pun semakin sesak. I really can’t hold it anymore.
I soon realized… that was my limit.
Ketika semuanya falling apart karena logika dan akal sehat sudah tidak ada, yang terkuat pun terkalahkan.
Kejadian kemarin membawa pelajaran penting buat gw. Now I know I have a limit. I am more aware of my capabilities. I can recognize when I’m reaching the extent of what I can handle.
I understand more about my strengths, weaknesses, and boundaries. Next time I can make conscious decisions about what tasks or activities I can realistically take on.
Now, the next question is… is it okay to have a limit? What should I do with it?
Should I break it, go beyond, and take on more challenges even though it will cost me another mental breakdown? Or should I lay low and just let it be?
Please do enlighten me.