Sunday, October 26, 2025

Me Wassup #114: Tribute to Glee Musical, Oma Opa Dateng, Reuni Unimelb, Zombie Premiere

Hi guys, how yall doin?

Mood gw Alhamdulillah sudah membaik sejak postingan terakhir. Ada faktor minggu ini banyak kegiatan menyenangkan juga. So walaupun sekarang lagi sakit gigi (yaelaaahh pengeluaran lagi dehh~~), gw akan sebisa mungkin menuliskan semuanya di sini, supaya memori baiknya terasipkan dengan baik. 

Tribute to Glee Musical

Sebuah ajakan dari Auwri yang awalnya gw ragukan. Tapi setelah menonton sama sekali tidak menyesal. Probably the best 120k spending this year. Bayangin aja, bayar 120k udah dapet performance 4 jam! Total ada kali 40 lagu! Warbiasak!




Yang mengadakan adalah sebuah komunitas (?) musik bernama Cantalevia Co dan acaranya di Taman Ismail Marzuki (my first time there!). Basically ini konser sih, bukan teater. Jadi kita bebas nyanyi, teriak-teriak (dalam batas wajar), joget, ngerekam, bawa lightstick/atribut. 

Lumayan surprised Glee fans-nya masih banyak, padahal seriesnya udah tamat dari 2015—10 tahun yang lalu, men! Gw inget nonton Glee pas masih kuliah, nontonnya copy dari donlotannya Nanien. Hahaha~~

Bisa dibilang setengah dari setlist yang dibawain kemarin gw hapal. Luv banget ada tribute to Wicked, both Defying Gravity & For Good dinyanyiin. I like Glee version of both. Long live Kurt Hummel/Chris Colfer, our Gleenda. ;)

Rachel Berry mah ke laut aja. Wkwk~

Oma Junita dan Opa Jim Dateng

Sebenernya mereka udah dateng dari 3 minggu yang lalu, tapi waktu itu cuma mampir bentar ke Jakarta lalu takeoff ke Malang, Raja Ampat, dan Kalimantan. Luar biasa emang opa dan oma gw ini. Usia udah 80+ tapi masih semangat jalan2 kesana kemari. Menikmati hidup semaksimal mungkin.




Oma bawain Jamin, permen favorit gw 5 pak yang langsung gw lahap sambil baca buku Rapijali karya Dee Lestari. Kalo baca buku kan ga bisa makan snack ya, nanti tangannya kotor, bukunya ikutan kotor. Jadi makan permen aja.

Eh… jadi sakit gigi~ T.T

Btw ada gila-gilanya bokap gw, buat opa oma stay di Jakarta, dia bookingin hotelnya Amaris! Wtf~ Pake acara bookingin kamar tambahan buat gw sama ade gw lagi! Yaolohhh sungguh pengalaman legit “Jika Aku Menjadi”/social experiment~ 

Ngamuk gw langsung~ Booking hotel ga berkoordinasi sama gw~ They really don’t deserve Amaris for God sake. Besoknya gw bookingin hotel yang lebih bagus, Oak Tree di Blok M. 

Seriously guys, let’s work hard so that we can at least afford hotel bintang 3+ ke atas ya. Kalo elo traveling sama gw, fyi, I don’t do hotels di bawah bintang 3. Kalo elo mau berhemat silakan, gw akan cari hotel sendiri. I really need a proper sleep environment after a long and tiring day. Makasiy. 

My 1st “Real” Zombie Premiere

Iya, karena zombie premiere yang sebelumnya kan acaranya dagelan. LOL~

Yang sekarang, the real zombie premiere. Premiere film zombie yang amat sangat proper. :)

Woohooo~ Acara kantor yang paling gw tunggu2. Bulan Juli kemarin ada sih acara serupa, tapi yang ini skalanya lebih gede.

I always love acara kantor sekarang ini karena produksinya proper. Semuanya maksimal. Hence, gw pun tampil maksimal. Salah satunya dengan menyiapkan outfit yang tidak sembarangan. Gw hampir selalu beli baju baru untuk acara Awe dan acara zombie premiere kemarin pun begitu. Beda bangetlah sama zaman di Errthing, mau premiere skala gede or kecil, tetep aje bajunya informal. Either legging + hoodie or kaos & jeans item-item. EO style. LOL




Dresscode-nya traditional black. Ketika browsing di Shopee, menemukan this black batik kebaya dari Oemah Etnik kolaborasi sama Bocorocco. Langsung jatuh cinta pada pandangan pertama. Seriously. Setelah ngeliat itu, baju-baju traditional black lain jadi tampak b-aja gitu.

Tapi lumayan pricey, jadi ada adegan galau dulu beli or not. Tapi kemudian menyadari kalo gw emang ga punya kebaya dan ga punya baju pesta. Jadi justifikasinya adalah ini investasi jangka panjang. So, kita beli aja. Mendingan nyesel beli daripada nyesel ga beli kan??? Nyehehe~~ 

Acara berlangsung lancar, walaupun delay 2 jam karena mendadak hujan badai. Gw aja terjebak macet 1,5 jam yang bikin anxiety mampus. Sejak jadi LRT babe ga pernah kena macet soalnya. Sekalinya kena macet langsung anxiety~ Huhu

Reuni Unimelb

The fact that gw tinggal di Jakarta membuat gw semakin hari semakin jauh sama Melbourne. Kayak disconnected gitu. Padahal my years in Melbourne are the best times of my life. Jadi gw selalu mencoba at least setahun sekali ada koneksi sama Melbourne dan yang paling gampang adalah menghadiri event-event kampus di Jakarta. Kemarin menghadiri ini.




Namanya acaranya sungguh appealing untuk single lady seperti saya kan? Hahaha~~

So I signed up. Kebetulan penasaran juga sama venue-nya The Orient Hotel di Bendungan Hilir yang udah lama pengen gw cek. Cakep lho hotelnya, nuansa etnik yang agak eerie, tapi sophisticated. Wajib cobain staycation di sana sekali-sekali!

Acaranya di Mezzanine, yang terletak di lantai 25, so we got almost the whole view of Jakarta skylines during the golden hour. Splendid!

Terus gimana acaranya? Yha okelah. Wkwk~

I made new friends (yang langsung pada nge-add IG gw, yaudahlah ya, kan emang pengen jadi extrovert). Konsepnya lumayan unik, karena kita dibagi 2 grup gitu: host dan rotater. Ada 6 meja bundar, yang host akan stay di meja itu, yang rotater harus berpindah 10 menit sekali. Gw kebagian host, jadi jaga kandang terus. Not that fun.

Yang dateng rata2 alumni muda, meaning yang baru lulus 5 tahun terakhir. Gw termasuk salah satu yang paling tua di sana, secara lulusnya 8 tahun yang lalu ya, Kak.

Banyak orang2 pemerintah juga, ada yang kerja di kantor pajak, Kemenkeu, bea cukai—sehingga perbincangan pasti (walaupun kita coba hindari) selalu ada maneuver ke Purbaya, Purbaya, dan Purbaya. LOL~

Tapi ada juga yang sektor swasta, salah satunya mas Agung yang kerja di Shell Indonesia, yang dengan tenang dan sabar menjawab pertanyaan sejuta umat: Jadi gimana nasib Shell di Indonesia ke depannya???

Gw ga bisa kasih tau jawaban lengkap beliau karena janji off the record. Haha~ Intinya sih, they are working on it. Insya Allah bisa comeback. Mangat mas Agung! Gw dukung dari jauh! Loyal customer Shell banget nih saya! 

Anyway, acara reuni kemarin sedikit banyak bikin gw nostalgia Melbourne life juga. Literally setiap temen baru gw tanyain “dulu rumah lo dimana?” just so I could flashback to area-area familiar yang maybe dulu sering/pernah gw kunjungi. 

Banyak yang tinggal di Brunswick (obviously) dan di sekitar kampus atau city—supaya bisa tinggal jalan kaki ke kampus. Typical orang Indo/mahasiswa internasional di sanalah. 

“Ah lu orang mainnya kurang jauh~” ujarku dalam hati.

Literally semua kaget dan bingung ketika gw bilang gw tinggalnya di Armadale. Lingkungan elit dan strategis (dilewati 3 tram dan dekat dengan 3 train lines), very nice neighborhood, jauh dari hiruk pikuk tapi dekat dengan tempat-tempat eksis: St. Kilda beach, High Street, Chapel Street, dll. 

Notable mentions: The Royal Women’s Hospital (pernah ke sana menjenguk temen gw yang anaknya dirawat—the most beautiful hospital I’ve ever seen!), South Melbourne Market (ooh I miss those oysters!!), Camberwell Market (kegiatan favorit setiap hari Minggu, walaupun ujung-ujungnya ga beli apa2~ haha).

Aah I miss Melbourne. Harusnya ke sana bulan Januari, tapi ga jadi karena nasib gw belom jelas~ Hix~

Alright, that’s all for today. 

 

Tuesday, October 21, 2025

Limits (Part 2)

Kembali lagi dalam episode roda kehidupan Seeta sedang berada di bawah.

I’m not sure gw pernah cerita di blog ini atau belum, kayaknya pernah slightly di sini. Di bulan Oktober, gw menghadapi obstacle pekerjaan yang kedua, yang adalah… my intelligence.

Yep, you read it right. Sepertinya my intelligence tidak cukup kuat untuk menjalani pekerjaan ini. Kerap kali gw merasa bodoh banget. I can’t answer simple questions, I can’t think of the most obvious thing, I can’t communicate my thoughts clearly, I can’t work the way they work, I can’t remember things, I can’t be critical and creative, I can’t give ideas, I can’t respond to ideas…

It’s almost like I’m not qualified for this job.

Ini mengingatkan gw pada postingan ini, dimana gw menyerah pada limit diri sendiri. Bedanya, saat itu yang membuat gw menyerah adalah faktor eksternal, orang lain. So I know who to blame.

But now, yang menguji limit gw adalah diri gw sendiri, my whole being with my own thoughts and action.

Gw mencoba mencari akar masalah kenapa gw begini. Yang terlintas di pikiran gw pertama adalah, I’m not well-equiped for this job. Background gw untuk pekerjaan ini bisa dibilang minimalis. Let’s say gw cuma punya 30% skill dan knowledge yang dibutuhkan, which is not enough.

Ini gw aware banget sebetulnya. Sewaktu di interview pun gw mention ke mereka, ini pertama kalinya gw handling this kind of role. Gw terbiasa beroperasi di upper funnel, bukan di lower funnel. Gw terbiasa bekerja di brand side, bukan di client side. But they accepted me anyway…

Kedua, lagi-lagi masalah komunikasi. Interpretasi gw akan sesuatu berbeda dengan mereka. Yang gw anggap baik-baik saja, ternyata tidak baik-baik saja. Perbedaan pendapat akan menghasilkan persepsi/judgment, yang bisa jadi negatif jika pendapat gw sifatnya unpopular opinion alias beda sendiri. 

“What the hell is she thinking?”

Ketiga, I don’t have a good/proper mentor. I don’t want to do this, but it’s easier to blame someone else, right? But seriously, I think selama ini gw selalu punya bos yang bisa merangkap jadi mentor, atau team mate yang bisa jadi mentor. Tapi di sini ga ada. People have so limited time for me, so I have to figure things out on my own—which is difficult karena gw ga bisa leluasa di sini karena status gw yang bukan FTE. This is the 4th reason. 

Terakhir, well maybe I’m not trying hard enough. idk guys, kalo ditanya apakah gw sudah memberikan 100%--rasanya sih sudah. Tapi belum cukup juga. Mungkin harusnya gw menambah jam kerja dan bekerja di luar jam kerja, membiasakan kembali hustle culture. But it’s not good for my overall well-being dan malah akan berefek ke kualitas kerja. 

That being said, I’m not sure I’m in a position to say that I am disappointed in myself. Gw ga mau membuat diri gw jatuh lebih terpuruk lagi~ 

I’m not sure what I did wrong either. But at the same time, I know I could do better.

Gw udah tau outcome dari pekerjaan ini. Gw udah tau nasib yang menanti gw di akhir tahun. I can only hope for a miracle. If a miracle does happen, wah itu hoki gw udah max out banget deh. I probably can’t ask anything else to the great G.O.D..

I think I should really see a therapist. 

Sunday, October 5, 2025

Full-on AADC Week + Review Tipis Rangga & Cinta

Hi, guys! How yall doin? 

Maafkan kemalasan gw meng-update blog. Hari ini cuma mau ngomongin satu topik, yak sesuai judulnya.

Minggu ini adalah big week for us kaum millennial di Indonesia, karena kebangkitan suatu IP legendaris yang menemani masa muda kita. *cailah

Welcome back, Ada Apa Dengan Cinta (AADC), dalam wujud Rangga & Cinta (R&C).

Sekilas soal AADC, back in the days, gw SUKA BANGET filmnya. Not only the film, but the whole universe, the IP itself. 

Adalah masa-masanya gw pas SMP itu pengen buru-buru pulang sekolah supaya bisa re-watch filmnya yang gw beli dalam bentuk VCD setiap hari.

masih gw simpen lho, udah 23 tahun umurnya~


Gw ulang-ulang adegannya. Sampai hapal dialog-dialognya, mimik-mimiknya, lagu-lagunya, karakter-karakternya, gimmick-gimmick-nya. Favorit gw always adegan Cinta berantem sama Rangga, dan adegan Cinta bohong ke temen-temennya. Wkwk

Gw menguasai AADC se-khatam gw menguasai Harry Potter. 

Everything is still very clear now in my memory. Jadi ketika mengetahui AADC akan di-remake dalam versi musikal di Rangga & Cinta, gw hepi banget. The idea of reliving the story that was once very special for me is very exciting, apalagi dalam bentuk musikal. I love musicals!

So, meluncurlah gw ke bioskop di hari pertama tayang 2 Oktober kemarin bersama Nanien.

Jadi setelah nonton, gimana review-nya? Kita bikin videonya di sini:




Si paling content creator kan Nanien, abis nonton kita berdua ga berenti review, then she be like “kita kontenin aja yuk” Wkwk. Bagus sih, melihat opportunity, momennya pas soalnya, lagi hangat-hangatnya.

Namanya juga ngonten dadakan, kita ga sempet bahas semua. Itu aja udah 10 menit dan mall udah mau tutup. Kita udah diliatin dengan penuh makna sama mas-mas Chagee Agora Mall. Wkwkwk~

Beberapa hal yang ga sempet kita omongin, mau gw bahas di sini.

[!!!SPOILER ALERT!!!]

Pertama, Rangga & Cinta sangat PG-13—dalam artian, banyak yang disensor/diperhalus. Dua adegan yang beda banget sama AADC 2002:

- Alya mencoba bundir. Di AADC 2002, masih dikasih liat darah. Di R&C, cuma sampai adegan Alya nangis-nangis masuk kamar mandi. Lalu penonton baru disuruh menebak sendiri apa yang terjadi. 

- Airport farewell kiss. Di AADC 2002, the kiss is very explicit, mouth to mouth. Di R&C, cuma pelukan dan tempel kening aja.

Gw tidak kecewa. Mungkin para produser punya pertimbangan sendiri. Mungkin supaya filmnya aman dikonsumsi semua umur atau menghindari komplen2 manja ortu yang anaknya masih underage dan mau nonton. 

Kedua, banyak dialog iconic yang dihilangkan/diganti. Sayangnya, yang dihilangkan/diganti itu adalah dialog-dialog yang funny/witty. Beberapa di antaranya:

“Nggak prinsipil!”

“Elo kena pelet?”

“(Kamu) di rumah, semuanya pasti dikerjain pembantu.”
“Enggak juga. Kalau ada pembantu, kenapa nggak dikasihkan kerjaan.”
“Ya, kalau bisa dikerjain sendiri, kenapa harus dikerjain pembantu?”
“Ya, kalau misalnya ada pembantu, kenapa harus dikerjain sendiri. Hayo?”

Nggak apa-apa sih, cuma menurut gw 3 dialog itu udah funny as it is, jadi harusnya ga usah dihilangkan/diganti. Mengurangi satu sel lucu AADC. 

Ketiga, banyak adegan yang dihilangkan/diganti juga. Salah satunya adegan Rangga ngelempar pulpen di perpus ke siswa yang berisik. 

Versi 2002: Rangga lempar pulpen
Versi R&C: Rangga cuma negur “berisik!”

Kalo yang ini gw sangat menyayangkan diganti, simply karena dialog Rangga di versi 2002 itu iconic banget:

“Baru saja saya ngelempar polpen ke muka orang gara-gara dia berisik di ruang ini. Saya nggak mau polpen itu balik ke muka saya gara-gara saya berisik sama kamu.”

Beuhhh~~ Kelas.

Ke-empat, ini sempet gw mention di video review itu sih, tapi ini versi lengkapnya. The shift of perspective ketika nonton film yang totally sama di 2 waktu yang berbeda. Sempet gw post di IG Stories juga. Gw post lagi di sini supaya nyawanya lebih lama:




Yha. That’s what I feel. Perbedaan POV itu adalah highlight R&C buat gw. The whole watching experience, re-experiencing the same dialogues, the same scenes, the same characters, the same music, the same gimmicks 23 years later… Wah that’s totally something. Mungkin ini part of nostalgia ya.

Tbvh, buat gw R&C itu film komedi buat gw. Gw ketawa 80% of the time. Everything just seems so funny to me. For this reason, I would love to see it again just to experience it again.

A’ite. Itu dulu aja yang mau dibahas. Selamat bernostalgia AADC bersama Rangga & Cinta. Show the movie some love, ajak temen-temen dan keluarga lo nonton. Box office-nya agak slow. Banyak review kurang mengenakkan juga di luar sana, ga usah digubris. Nonton aja. Kita rayakan IP film terbesar di Indonesia ini bersama-sama. :)