Monday, December 22, 2025

Vietnam Trip - Part 3

Hi guys, how yall doin?


Mari kita tuntaskan review Vietnam Trip yang ga kelar-kelar ini. Hahahaha~


Let start where we left okay?


As expected, Rong May Glass Bridge memakan waktu seharian. Kita baru bisa baik ke city sekitar jam 3an, dalam keadaan perut lapar. Melangkahlah kita ke sebuah restoran bernama PHỞ NGÔ H'MÔNG -TRÁNG TAY (CORN NOODLE) yang memang sudah kita incer dari pagi. Restoran ini posisinya deket Thong Dong Restaurant, tempat kita breakfast, dan ketika berjalan melewatinya, kita terpana karena jam 8 pagi aja itu restoran udah penuh sama orang lokal. “Wah, local’s favorite nich!”


Restoran ini USP nya cukup unik, “corn noodle”, jadi menu noodle termasuk pho bahan dasarnya adalah jagung. Menarik!


Kami pun masuk dan memesan 3 chicken pho. Endeussss pisannn~ Corn makes everything better. Kayak level up gitu rasanya, ada gurih, asin, manisnya. Kuahnya juga top markotop. Seger dan melegakan tenggorokan yang kering akibat cuaca dingin. 


Di meja sudah tersedia berbagai macam kondimen seperti acar, ketumbar, lada, garam, soya sauce, dan favorit gw… unknown oil yang bikin rasa makanan ter-enhanced secara drastis! 


The thing is, gw ga tau itu minyak apa. Either minyak ikan atau minyak babi. Di Melbourne ada restoran pho favorit gw di city, Pho Bo Ga Mekong, itu dia sediain minyak ikan as condiment. Gw selalu tambahin itu ke pho gw kalo makan di sana. Gw juga sering makan fish oil di Indonesia dan indeed itu bikin makanan lebih tasty. Tapi itu di Melbourne yang komunitas muslimnya banyak dan Indonesia yang adalah negara muslim. Kalo di Vietnam gini yang bukan negara muslim, rasanya tidak mungkin itu ikan. Nyehehehe~~


Nanien dan Tisha sih strictly ga mau makan, ga mau ambil risiko. Kalo gw sih, YOLO aja. Wkwkwk~


Dua suapan pertama chicken pho saja sudah membuat hidung meler saking nikmatnya. Makin hepi pas tau harga satu porsi cuma 50k dong ajah. Our late lunch ditutup dengan teh panas tawar yang menyegarkan jiwa raga. After pho sesh, WE REBORN!


Kami selesai makan sekitar jam 5. Hari itu adalah harinya kami checkout dari Sa Pa lalu kembali ke Hanoi naik sleeper bus. Jadwal sleeper bus kita berangkat masih midnight nih. We got 6 hours to kill, jadi kita….. ngopi aja.


Menuju sebuah cafe yang review-nya bagus, bernama White Cloud Cafe & Restaurant. Cafe ini terdiri dari 2 bagian, indoor dan outdoor. Sebenernya sih pengen di outdoor karena seperti namanya, kalo siang, di luar itu view-nya itu gunung yang diselimuti awan, indah sekali (di fotonya). But alas, saat itu udah malem dan dingin. Daripada sakit, yuk kita ngeteh cantik aja di dalam. 


Menu makanan lumayan pricey, beli pizza vegan untuk bertiga. Minumnya sendiri-sendiri. Gw ngeteh anget aja, biar bisa kompres tangan yang menuju beku di tekonya. Makan, ngobrol, ngonten, dll sampai sekitar jam 9. Lalu kembali ke hostel untuk menunggu jemputan HK Sleeper Bus.


Pengen banget mandi rasanya. Tapi karena udah checkout, kita ga berhak atas both, kamar dan mandi. Pengen minjem kamar mandi aja sungkan karena satu-satunya yang tersedia adalah kamar mandi di rumah owner-nya, yaitu lantai paling bawah hostel. Mereka udah pada tidur pula, ga enak ganggu.


Jadi cuci muka pake makeup remover aja sementara. Lalu numpang ngecas sambil rebahan. Pukul 11:30, jemputan datang dan kami diantar menuju headquarter HK Sleeper Bus untuk checkin dan menunggu keberangkatan. 


Walaupun sudah tengah malam, masih banyak penumpang lho! Kami kira cuma kami doang di bus. Ternyata ramai! 


Kami checkin, prosedurnya gampang banget, tinggal ke counter dan nunjukin bookingan di Klook. Alhamdulillah lancar jaya, ga pakai drama kayak keberangkatan menuju Sa Pa


Di headquarter ketemu WC, langsung pipis dan cuci muka pake air beneran. Lalu jajan just in case kelaparan tengah malam di dalam bus. Lalu menunggu sekitar 1 jam sebelum bus berangkat.


Muka bantal kami. 00:00 Sa Pa local time


Kalo ga sama Nanien gw ga bakal nih dapet pengalaman beginian. Tengah malam masih terjaga, menunggu bus bersama backpacker-backpacker lainnya. Bye bye beauty sleep. Wkwk~


Lewat tengah malam, bus pun berangkat. Tanpa babibu langsung minum antimo dan ambil posisi tidur. Ekspektasinya sih langsung pules ya. Rencana tinggal rencana. Ternyata gw ga berbakat jadi backpacker. Walaupun udah minum antimo, tetep ga bisa tidur. Bisa sih tidur-tidur ayam. Tapi gw kan light sleeper ya, jadi ketika ada guncangan sedikit, kebangun. Noise dikit, kebangun. Bus berhenti, kebangun. Ga bisa tidur pules~


Jadi monmaap nih, cukup sekali ini aja ya naik sleeper bus. Wkwkwk~


Bus tiba di Hanoi kira-kira 5 jam kemudian. Gw hampir salah turun ketika bus berhenti di Noi Bai Airport. Gw yang masih dalam keadaan setengah sadar, mengira kita di-drop di situ. Gw pun mendapat ketukan di depan kompartemen ketika bus berhenti, jadi gw kira memang saatnya turun. Sebenernya udah curiga sih karena Nanien dan Tisha ga ikut turun. Pas udah mau turun bus, untung supir bus segera menyadari bahwa gw sedang sleepwalking, langsung bilang 3 kata sakti ke gw: “Hey, you, no!” Lalu melakukan gesture tangan menyuruh gw balik ke kompartemen. Okay fine. Hahahaha~


Lanjut perjalanan menuju pusat kota Hanoi—tujuan sebenarnya, sekitar 1 jam kemudian. Kita di drop di headquarter Hanoi lalu menunggu shuttle yang akan mengantar ke hotel masing-masing.


Gw berpisah sama Nanien dan Tisha di sini karena berbeda hotel. Gw menginap di Beryl Signature Hotel, yang ternyata sudah berubah nama jadi Armani Hotel. Fotonya di Gmap belum diganti. Untung bangunannya masih sama persis. 


Masalahnya nih guys, itu masih jam 7 pagi, belum bisa checkin hotel. Gimana dong?


Nanien dan Tisha yang berhasil tidur pulas di bus mengide untuk cari breakfast/kopi. Tapi gw menolak. Akibat tidur ga pules, badan gw rontok. Pegel dan sakit sekujur badan. Belum lagi masuk angin dan meriang karena udara Sa Pa yang dingin.


Yang paling parah, kedua pergelangan tangan dan bahu gw keram. Setelah dianalisis, karena gw main parkour di jembatan maut itu. Tangan dan bahu bekerja ekstra keras, karena harus menjaga keseimbangan dan jadi tumpuan satu badan. Sial, pas main gapapa, eh after effect-nya baru terasa besoknya.


Gw cuma butuh 2 hal: pijet dan tidur. 


Dua hal itu terjawab di satu ide: Vietnamese massage. Sejak awal landing di Hanoi dan Sa Pa, udah liat banyak banget massage dan tertarik buat nyoba. Tapi again, masih pagi, belum banyak yang buka. Kalopun ada yang buka, pasti shady—ga tau pijet apaan tuh. Hahaha~


Gw menghabiskan 2 jam berikutnya untuk googling mencari tempat pijet yang legit. Lalu ketemu namanya Sen Spa. Review di Google bagus-bagus. Harganya a bit expensive, di atas rata-rata. But heck, at times like this gw bener-bener butuh treatment yang proper.


Gw kontak Whatsapp-nya. Kurang lebih percakapannya seperti ini:


”Halo, minta pricelist dong.”

“Tinggal dimana mba?”

“Di Beryl Signature.”




“Ini lokasi cabang terdekat dengan hotel mba.”

“Buka jam berapa?” 

“9:30.”

“Bisa lebih pagi ga?”

“Saya cek staff saya dulu ya.”


10 mins later……


“Mba, bisa ya datang sekarang. Staf saya sudah ada 1 orang yang ready.”

“Mantap. Bayar pake cc bisa ga?”

“Bisa, tapi ada charge bank 3%.”

“Gas!”


Luv banget ini Sen Spa. Lokasinya literally sedeket ituh sama hotel gw, cuma 80m. Oh betapa considerate-nya mereka pilihin cabang yang deket hotel gw. <3


Masuk langsung disambut stafnya. Lalu disediakan footbath dan jahe panas.




Lagi enak-enak footbath, ada chat masuk:


“Ini elo ya?”



Wkwk~ Sialan~ Ada Lambe Turah memantau gw dari cctv!





Another proof the owner is so considerate, katanya boleh request ceunah mau difokuskan kemana pijetnya. Ya monmaap, literally satu badan pegel semua ini. Hajar aja full body! Hahaha~~


Anyway, itu pertama kalinya gw Vietnamese massage dan sukak banget! Pijetannya sedetil pijat tradisional Indonesia. Sama-sama nekkid dan pake minyak juga. Tekanannya pas di titik-titik yang sakit/pegal. Pake teknik, ngga ngasal. 


Paling suka part ketika kepala, punggung, perut, dan mata dikasih bantal panas. That’s some magic shit right there, karena pegelnya langsung hilang. 


Kepala juga dipijet dan ending-nya badan di-stretching kayak di Kokuo. Dilipet-lipet sampai bentuknya ga masuk akal to the point kalo diminta reka ulang gimana stretching-nya gw membayangkan sebuah gerakan akrobatik yang tentu saja tidak bisa gw lakukan dalam keadaan normal. Hahaha~


Overall, fantastic service. Stafnya sangat profesional, diem, ga ngajak ngobrol karena dia tau gw capek banget baru pulang dari gunung. Dia membiarkan gw tidur pulas. Karena masih pagi, tempatnya sepi, disetel lagu yang calming juga seperti di Kokuo. Bersih, kinclong. Ada toilet proper. 


Another plus point mereka bersedia buka lebih pagi demi gw. Sangat memuaskan. 10/10 recommended. Gw biasanya pelit kasih tips tapi kali ini saking puasnya, gw kasih tips 30k Dong. She deserved it.


One thing to note, spa ini ga ladies only ya, cowok juga bisa masuk. But no worries kalo dipijet yang harus nekkid gitu ada tirai pemisah kok untuk privacy.


Selesai pijet, balik ke hotel, udah bisa checkin. Bablas mandi air panas dan tidurrrr~~


[Lanjut next post part terakhir asap!]


Sunday, December 14, 2025

Vietnam Trip - Part 2

Hi guys, how yall doin?


I can’t believe it takes me almost a month to continue Vietnam Trip. Maap sibuk gaes. Hehehe~


Btw, a little heads up, per 2 postingan terakhir, gw nulis blog pakai iPad dengan Apple Magic Keyboard. Jadi secara formating sedikit berbeda dengan postingan2 sebelumnya. Itu karena di iPad gw pakai Google Docs, instead of Ms. Word. Jadi banyak function di Ms. Word yang nggak ke-sync otomatis. I know user experience-nya kurang enak, but hang in there guys, i’m trying my best to master this asap and fix the problems for you!


Day 3 - 15 Nov


The whole point we are visiting Sa Pa adalah karena mengincar altitude. Di Sa Pa ada Fansipan Indochina Summit, gunung dengan puncak tertinggi di Indochina, alias ~~SKYPIEA~~ 


Wkwkwk~~


No kidding, gw sign up for this Viet trip ya karena the idea in my head is visiting the sky. Hahahaha


Kita bangun pagi sekitar jam 5 lalu sarapan instant pho yang kita beli malam sebelumnya di minimarket setempat (pho yang gw beli enak lhooo, segerrr).


breakfast situation



Berangkat menuju Sun Plaza (mall yang merangkap station untuk naik kendaraan ke Fansipan, yes, mall yang selalu ada di konten orang2 yang ke Sa Pa itu) sekitar jam 6 untuk mengejar 3 kendaraan menuju Fansipan: monorail, cable car, dan funicular. Yes, banyak banget emang kendaraannya. Ini gw sebutin in order of size ya, dari besar ke kecil. Semua kendaraan itu tiketnya bisa beli on the spot, tapi gw saranin beli sekalian di Klook aja, ada yang udah round trip. Karena kalo beli on the spot, bakal ngantri. 


Ketiga kendaraan ini paketnya round trip-nya di Klook sekitar 800ribu. Mungkin agak pricey untuk sebagian orang. But here’s the thing, sebenernya ga ada kewajiban untuk naik ketiga kendaraan tersebut. Kalo lo mau monorail doang, atau sampai cable car doang gapapa. Pemandangan dari level manapun di Fansipan ini, whether itu level monorail, cable car, maupun funicular sama-sama aja. Intinya foto dimanapun akan berlatar langit dan awan. Cuma gw saranin kalo udah sampai sini mah, hajar aja sampai atas. Tanggung. Kapan lagi ke langit paling atas?


Setiap pemberhentian kendaraan, kita disambut dengan feature yang berbeda-beda. Turun monorail, kita masuk mall lalu berjalan melintasi mall tersebut melewati gallery dan restoran untuk naik cable car. Turun cable car, kita ketemu pelataran outdoor luar biasa luas yang sudah dikelilingi awan. Imagine this big balcony, dimana lo bisa melihat ke bawah, except bukan tanah yang lo liat, tapi awan. So beautiful.


Kemudian kita harus naik tangga yang cukup tinggi untuk naik funicular. Karena saat itu kita sudah di ketinggian 3,000m di atas permukaan laut, tekanan udara semakin rendah, membuat molekul oksigen sedikit dan tersebar. Tangga menuju funicular sebenernya nggak tinggi-tinggi amat tapi, karena oksigen tipis, belum apa-apa udah ngos-ngosan. Well intinya santai aja, ga usah buru-buru, pelan-pelan. Udah sampai awan masih ngejar apa sih? Wkwk~


Pertama kali nih naik funicular, semacam monorail mini gitu. Karena kita ke sana hari Minggu, rame banget, jadi experience-nya 11-12 sama naik KRL, dempet-dempetan shay. Tapi trip-nya cuma 1 menit-ish sih, so no biggie.


Funicular mengantarkan kita ke puncak Fansipan yang… rame banget juga. Wkwk~ Segala jenis manusia di situ, baik lokal maupun turis. Lagi ada upacara pengibaran bendera Vietnam juga oleh staf di sana karena masih pagi, jadi stop sebentar untuk menonton prosesinya.


Untungnya space-nya gede sih, jadi masih bisa cari spot yang kosong. Semua landmark ditaro di situ, ada miniatur summit, tugu, dll. Yang paling rame tentunya tugu, karena ada tulisan “Fansipan 3,143m” gede-gede, tentunya menjadi semacam achievement yang bisa dipamerin di sosmed, jadi orang-orang ngincer foto di situ. Ada posisi prestasinya tapi ngantri panjang banget. Jadi kita selfie aja. 





Fyi, matahari di puncak tertinggi itu panasss banget guys. Idk why padahal tingginya ga jauh dari pelataran cable car yang suhu normalnya 15 derajat, tapi panasnya yaampun boiling hot! Gw langsung buka jaket di situ. Kalo pake baju item yassalam deh. Abis foto-foto kita langsung turun, ga kuat panasnya. 


Capek berjalan-jalan di langit, kita ngaso di cafe, the only cafe di langit, namanya Cafe Du Soleil. We were lucky karena mendapat meja dengan posisi prestasi: di hook, jadi dapet pemandangan dari sisi depan dan belakang. Karena satu-satunya cafe di situ, harga makanan dan minumannya agak mahal. Tapi semahal-mahalnya harga di Vietnam, masih manusiawi kok untuk kantor orang Indonesia. Kita ngopi dan makan pastry. Semuanya enak.


Fitur-fitur lain di Fansipan ada taman bunga warna-warni penuh patung dan gimmick, tangga stairway to heaven, love garden, dan mini village. Kita datengin satu-satu dan puas banget foto-foto. 


Karena udah start dari jam 7 pagi, sekitar jam 12 siang kita udah selesai jalan-jalan. Karena udah jam makan siang, terpikir oleh kita untuk cari makan di Sun Plaza. Toh kita akan menuju ke situ juga untuk pulang. Udah nih, kita turun dengan wishful thinking itu. Turns out… it’s not exactly a mall~ It’s a plaza, tapi plaza di sini bukan mall ya definisinya, learned it the hard way. Kita muter-muter satu Sun Plaza, instead of menemukan restoran, malah tersesat macem di labirin. Alhasil, udah laper, capek pula, makin cranky deh. 


Kita akhirnya meninggalkan Sun Plaza dan makan di restoran biasa aja. Pilihan jatuh kepada restoran bernama Sa Pa Emotion Restaurant, lokasinya udah deket hotel. Kita ke sana karena review-nya bagus, rating 4,9 di Google. Restorannya sederhana, dengan sentuhan tradisional ornamen-ornamen Vietnam di sana sini. Makanannya enak, pas sama lidah orang Indo. Porsinya besar. Untuk makan bertiga, gw, Nanien, dan Tisha cuma memesan 1 nasi goreng, 1 pho, 1 spring roll aja udah kenyang.


Unfortunately karena kita udah laper banget, ga sempet foto-foto di restorannya maupun makanannya. Tapi restoran ini beneran recommended guys. Pelayanannya bagus, restoran bersih, makanan dateng cepet. Stafnya juga ramah dan bisa bahasa Inggris.


Kita balik hotel sekitar jam 3 untuk bobo ciang, bebersih, dan late post content (nyehehehe~). Lalu keluar lagi abis magrib untuk nongki malem. Jalan-jalan menikmati Sa Pa night. Nonton pertunjukan semacam tarian lokal Sa Pa di alun-alun (ga tau tari atau pencak silat sebenernya karena gerakannya banyak yang ekstrem). Lalu lapar dan mencari makan. Kali ini tujuannya ke cafe edgy bernama:





Kayaknya kita cuma mesen steak satu porsi, sisanya minum masing-masing (gw pesen hot chocolate pake boba, enyakk, ga terlalu manis). Tapi ini pun udah kenyang banget karena porsinya gede-gede. Cafe edgy ini dalemnya Instagramable banget, spot foto lucu-lucu. Silakan kunjungi kalo mau ngonten. 


Begitulah hari ketiga kami. Perjalanan ke langit yang menyenangkan yang diakhiri cokelat hangat yang nikmat. Malem itu kaki pegel, tapi my heart was content. :)


Foto-foto lengkap wisata Fansipan bisa diliat di IG gw.


Day 4 - 16 Nov


Memasuki hari ke-empat yang adalah hari favorit gw karena kita akan melakukan extreme sport! Prepared my parkour shoes specifically for this. Kita menuju ke Rong May Glass Bridge!!!


Pertama kita cari sarapan dulu. Nanien dan Tisha obsessed with this vegan restaurant yang kita kunjungi 2 hari sebelumnya, Thong Dong. Ternyata restaurant ini punya cabang lain, kita pun meluncur ke sana. Cabang kedua ini ga se-edgy yang pertama karena indoor semua. Tapi kita masih menikmati vibe edgy dengan konsep klasiknya. 


Ada yang unik, di setiap meja, ada kartu pak yang isinya quote-quote petuah hidup gitu. Mayanlah kita bacain satu-satu sambil nungguin makanan ready. 





Abis sarapan, meluncur ke Rong May naik Grab Car. Btw, akses di kemana-mana di Sa Pa ini gampang banget pakai Grab ya gaes. Mau motor or mobil, 22nya gampang dan murah. Kita beruntung banget selalu dapet driver yang bisa bahasa Inggris jadi kalo mau nanya-nanya gampang. Driver yang nganterin kita ke Rong May malah best banget. Dia nanya apakah kita udah punya tiket masuk ke sana, kita bilang belum. Dia bilang dia bisa bookingin supaya kita ga perlu antre lagi nanti. Harganya sama dan kita bisa bayar langsung pakai cash ke dia. Luv banget!


Dia awalnya menawarkan jasa ditungguin di Rong May-nya, dengan biaya sekitar 100ribu Dong per jam. Awalnya kita tertarik karena Rong May posisinya lumayan jauh dari pusat kota, ga banyak Grab Car beroperasi di sana, takut ga bisa pulang. Tapi kita bener-bener ga bisa prediksi berapa lama bakal di sana, takutnya lama banget, jadi kita nego. How about kita balik ke kota pake driver itu lagi. Jadi dia ga usah nungguin, tapi kita udah pasti pulang sama dia. Dia setuju, dengan bayaran disamain dengan yang ada di aplikasi. Luv banget lagi!!!


Rong May Glass Bridge ternyata berada di tengah pegunungan yang akses menuju ke sananya sangat berliku, harus naik turun dan memutar-mutar beberapa gunung. I’m not good with this kind of road trip. Mabok. Sialan, Antimo ga dibawa lagi~


We arrived around 45 mins later (thank God perjalanan ga lama-lama amat), masih harus naik shuttle dan lift menuju ke atas. Hands down lift tertinggi, tercepat, terseram, dan terlama yang pernah gw naiki seumur hidup. Dua menit di lift, bro! Ga bisa sih kalo baru putus naik ini, another 2 awkward minutes with your ex, must be awkward. LOL


And we arrived in Rong May Glass Bridge finally. Disambut oleh tangga pelangi yang cantik. Tanpa basa basi gw sama Nanien langsung menjelajahi glass bridge dari ujung ke ujung, ngonten! Tisha cuma sanggup seperempat rute. Hahaha~~





Di ujung Glass Bridge, katanya ada temple dan lake, tapiii kayaknya ga penting2 amat deh, jadi kita ga kesana. Wkwkwk >> alasan aja padahal simply ga mau ke sana karena require another hiking menuju puncak. Jadi biarlah temple dan lake-nya kayak apa remain a mystery for us. Nyehehe~~


Rong May menawarkan banyak wahana seperti suspension bridge, flying fox, sky slide, sky swing, dll. Semuanya ada additional cost, jadi ga seperti Dufan yang admission ticket can cover all gitu ya konsepnya. 


Gw dari awal udah ngincer Suspension Bridge, semacam jembatan goyang gitu, karena ini yang paling extreme. Tapi Nanien dan Tisha ga mau, jadi mereka nunggu di bawah. 


Berjalanlah gw sekitar 20 menit ke lokasi Suspension Bridge, 20 minutes of hike ya, karena harus ke atas lagi nih kita. Lumayan ngos-ngosan tapi drive-nya sangat kuat karena ini another fear-conquering moment, another bucketlist to be checked. 


Finally arrived, bayar lagi another 250ribu Dong: 150ribu buat mainnya, 100ribu buat kontennya via Drone. No insurance, your decision your risk nih konsepnya. Wkwk~




Ngantri sebentar, di belakang 2 bule. Kita nungguin orang yang balik dulu. Jadi ternyata jembatannya itu 2-way ya gaes, jadi orang yang udah sampai ujung mau balik ke tempat semula harus lewat jembatan yang sama. Jadi ada adegan bertemu sapa dulu kayak semut kalo ketemu semut lain dari arah berlawanan. Wkwkwk~ Mampus!


Tibalah giliran gw. Langkah-langkah awal terasa ringan, no issue. Seru banget sensasinya seperti terbang. Sepoi-sepoi angin menjadi teman perjalanan yang menyenangkan. Cuma kurang efek awan-awan beterbangan mengelilingi aja nih, karena hari itu cerah, ga berkabut. 


Drone merekam di first half of the crossover, jadi harus full smiles all pretty biar kontennya bagus. 


Waktu masih bisa senyum


Everything is good… hingga menuju ke pertengahan~


Kok, lama-lama jarak antara satu step dan step lain semakin lebar, sehingga harus bener-bener hati-hati, harus kuda-kuda dulu sebelum melangkah, doing a little bit of math menghitung jarak antar step untuk menentukan kaki maju sejauh apa, otherwise gerakan kakinya kurang panjang, bisa jatoh~


Sialnya lagi, di pertengahan ketemu rombongan arah balik, keluarga Filipina gitu, sekitar 5-6 orang. Astaga, mana gw sendiri. Untungnya mereka baik-baik banget, mereka yang membantu gw. 


“It’s okay, let’s keep the balance. We're gonna focus on the left side, so you can walk through from the right side. We’re gonna stay for a while so that you can walk while keeping the bridge balance.”


Terdengar oke, tapi teknik inipun menyeramkan, karena gw harus melepas pegangan yang sebelah kiri dan menaruh tangan kiri di handrail sebelah kanan dan berjalan menyamping satu arah seperti kepiting. Iya jembatannya balance, TAPI GW-NYA NGGAK BALANCE!


But that was the only choice I had, this beautiful Filipino family had been so kind to let me walk through first. So I'll just go with it. Tetep berusaha fokus. Berkali-kali berterimakasih sama those Filipino guys sambil jalan. Mereka cheering me up juga. Makasih guys.


Langkah demi langkah pasti kuambil tanpa terasa sampailah di ujung, reuni dengan dua cowok bule tadi di station. Duduk, ambil napas, mencerna situasi, baru terasa capeknya. Itu jembatan ternyata panjang juga, 200m ada kali. Makanya capek.


Haus banget. Tapi di station ga yang jual apapun. Jadi ya cuma bisa menunggu dan menunggu. Sekitar 10 menit kemudian, perjalanan pulang dimulai.


Perjalanan pulang tidak sesulit pergi karena udah tau susahnya dimana, udah belajar. Kalo perjalanan pergi memakan waktu 10 menit, pulang cuma 5 menitlah. It felt glorious, knowing I just made another life achievement. So great, man!


Kemudian menunggu giliran footage drone ditransfer ke hape. Efektif banget tinggal colok kabel ke iPhone. Stafnya gercep banget. Less than 5 mins prosesnya, udah deh kelar urusan di Suspension Bridge. 


Balik ke bawah nyamperin Nanien & Tisha kaki rasanya enteng banget. Ternyata gw emang cocok liburan yang konsepnya kayak gini. Adrenalin dan alam. My heart was full. <3


[udah kepanjangan, lanjut Part 3 di postingan selanjutnya yaa]