[Di suatu
hari Minggu yang panas, Seeta yang lagi banyak kerjaan, sok-sok-an ga banyak
kerjaan dengan sok-sok-an ngeblog tentang The Dark Knight Rises. I have no idea
what I’m doing, my fingers just type by itself.]
It’s not
really a review~
Gw ga segitu
cerdasnya ngereview film sekelas The Dark Knight Rises. Hahaha~
Ada dua poin
yang mau gw share sekarang lewat postingan ini. Poin pertama, my thoughts about
TDKR the movie itself. Poin kedua, tentang sedikit persamaan yang gw temukan
antara TDKR dan Harry Potter and Deathly Hallows Part 2. Well, I know lo pasti
udah muak banget kalo gw ngebahas Harry Potter terus2an. Jadi gw mengerti kalo
lo ga mau baca yang poin kedua. Hahahaha~ Oh well… at least I’m allowed to write.
:)
Gw pengen
shares what’s on my mind aja ketika selesai nonton film ini.
Gw udah
nonton TDKR dua kali.
Pas nonton
pertama kali, satu hal yang terlintas di kepala gw adalah:
“Ah~ kog
kayaknya lebih seru The Dark Knight ya!”
Seru, dalam
artian kriminalnya, si Bane, ga segila si Joker. Joker bisa membuat gw ikutan
takut dari awal sampe akhir film. It was like, wah apaan lagi nih rencana Joker
selanjutnya, siapa lagi yang dibunuh, gimana cara bunuhnya, dll… hal-hal
seperti itu terlintas terus di kepala gw selama nonton The Dark Knight 4 taun
yang lalu. Dibandingkan terror yang dihasilkan Bane sama pasukan bawah tanahnya
itu, terror yang dibuat Joker itu lebih mengancam, lebih ganas, lebih
mematikan. Gregetnya maksimal.
Nah greget
itu ga terlalu gw rasakan di TDKR. Bane jahat sih jahat, tapi dia ga secerdas
Joker menyusun rencana kriminalnya gitu lho. Bunuh orang ya bunuh orang aja,
ngerampok ya ngerampok aja. Tapi gw ga ngeliat rencana dibalik rencana, jadi
alur ceritanya lurus terus, otak kita ga dipaksa untuk mikir. ‘What next’-nya
udah bisa ketebak. Gw sampe berpikiran Bane sama Joker kalo disuruh lomba
ngerjain tes IQ, Joker pasti lebih tinggi hasilnya. Hahahaha~
Dari sini
TDKR bikin gw kecewa sesaat. Cuma gini doang film summer yang katanya pamungkas
itu? Kog konfliknya gitu doang? Kog endingnya ga spektakuler? Gw memang ngasih
nilai 9 untuk keseluruhan aspek film ini, tapi itu karena gw ngasih nilai 10
buat The Dark Knight. I expect something more, really. But that didn’t happen.
But then, I watched
it for the second time, i saw more, i figured out more, i realized more (plus google here, google there, google everywhere), I gotta
tell you, ternyata verdict gw yang barusan SALAH BESAR.
The Dark
Knight Rises itu more than meets the eye!
Banyak banget
adegan ga ketebak, banyak banget pesan2 implisit di setiap dialognya, di setiap
aksinya si Bane, di karakter2 baru kayak Catwoman, Blake (Joseph Gordon
Levitt-yang ternyata Robin ya? Doooohhhh~ jayusssss…), sama Miranda Tate yang
ternyata anaknya Ra's al Ghul (dooohhh~ itu lebih jayus lagi~ gw kirain dia
bakal jadi pengganti Rachel Dawes buat ending happily ever after), Alfred yang
udah segitu sabarnya menghadapi tuannya yang stubborn banget, etc…
“alur
ceritanya lurus terus…”
Wrong. So wrong.
Well, i'm not gonna make a review. I just wanna tell you, kalo ada yang
bikin gw kagum sama TDKR, itu adalah karakter-karakternya yang sangat human disitu. Gila gw kangen film superhero yang kayak gini, yang menunjukkan sisi human dari superhero-nya, mengingatkan gw pada Watchmen (2009).
Nah di TDKR, semua tokohnya dikemas dengan sangat realistis dan manusiawi. Bane, especially, is a very complex character! Dia interpretasi dari sosok yang frustasi dan penuh dendam. Nggak kayak Joker yang emang udah gila dari sananya, yang melakukan tindak kriminal hanya untuk bersenang-senang, Bane dibesarkan di penjara yang mencekam, dia terbiasa disiksa, dia terbiasa dengan rasa sakit dan sisi manusiawinya membuat dia pengen semua orang merasakan apa yang dia rasakan. Akhirnya dia bebasin semua kriminal paling berbahaya buat jadi komplotannya, orang-orang yang menurut dia deserve keadilan yang sama dengan dia sendiri.
Nah di TDKR, semua tokohnya dikemas dengan sangat realistis dan manusiawi. Bane, especially, is a very complex character! Dia interpretasi dari sosok yang frustasi dan penuh dendam. Nggak kayak Joker yang emang udah gila dari sananya, yang melakukan tindak kriminal hanya untuk bersenang-senang, Bane dibesarkan di penjara yang mencekam, dia terbiasa disiksa, dia terbiasa dengan rasa sakit dan sisi manusiawinya membuat dia pengen semua orang merasakan apa yang dia rasakan. Akhirnya dia bebasin semua kriminal paling berbahaya buat jadi komplotannya, orang-orang yang menurut dia deserve keadilan yang sama dengan dia sendiri.
Kebetulan, dia
ketemu sama Talia, anaknya Ra’s al Ghul dan secretly fall in love with her. Jadi
pas Talia merencanakan dua hal penting: bales dendam ke Batman karena udah
ngebunuh bapaknya DAN meneruskan misi bapaknya untuk menghancurkan Gotham, Bane
dengan senang hati membantu. And then the story goes. It was a very perfect
plan! Siapa sangka Miranda Tate itu Talia? After all this time with romance and
the business joint, Miranda Tate TERNYATA musuh utamanya? Shit~ I didn’t see it
coming~ has everyone seen this coming?
Kemudian Bruce
Wayne, di TDKR, dia interpretasi dari sosok superhero yang blagu. Dengan sok-nya
dia ngerasa bisa mengatasi kekacauan yang ditimbulkan Bane dengan menghiraukan saran2
dari Alfred, dari James Gordon, dari Blake. Dia juga sok suci, dengan bilang kalo dia belom mengorbankan segalanya buat Gotham. Ternyata dia gagal dan kena batunya
sendiri. Bane ternyata jauh lebih kuat dari yang dia bayangkan.
Moreover,
rakyat Gotham udah ga percaya sama Batman. Nah ini juga poin penting. Rakyat Gotham.
Mereka dikasih porsi besar disini. Dengan cerdasnya Christopher Nolan
mendeskripsikan rakyat Gotham sebagai orang-orang brengsek yang nyalahin Batman
atas kematian Harvey Dent. Padahal mereka ga tau yang sebenarnya, mereka ga tau
kalo Harvey Dent udah jadi Two-face sebelum akhirnya dibunuh Batman.
Rakyat Gotham
juga digambarkan sebagai orang-orang yang mengagung-agungkan polisi dan orang
kaya. Mereka ga butuh superhero bertopeng lagi. Mereka akan totally kehilangan
arah kalo polisi dan orang2 kaya itu ga ada. Ini juga bagian dari rencananya si
Bane: people judgement! Adegan orang2 kaya kapitalis dan polisi diadili dengan
kejamnya oleh rakyatnya sendiri, pilihannya dibuang apa dibunuh, itu adegan
(excuse my language) TAI BANGET! Cara Bane ngancurin Gotham itu TAI BANGET!
Pertama-tama moral mereka dirusak dulu, baru abis itu kotanya di-bom! Seriously,
who would ever think of that? Bane juga ngejebak seluruh polisi Gotham di
jalanan bawah tanah supaya ga ada lagi yang bisa nolongin rakyatnya. That makes
the people of Gotham totally stands alone. Ga ada yang bisa lari, ga ada yang
bisa selamat.
Catwoman, dia
juga sangat manusiawi, terlebih dengan menunjukan sisi kewanitaannya saat
terakhir2 akhirnya bersedia bantuin Batman. Anne Hathaway, wow, what can I say
about her? She is beyond perfect. Cantik, sexy, actingnya bagus itu mutlak, lo
juga udah pada tau. Tapi Anne disini luar biasa. Dia membawa karakter Catwoman
ke dalam dimensi baru. Pertama dia berhasil membawakan pesonanya dengan
sempurna, tanpa harus keliatan slutty, tanpa harus terkesan seperti wanita
nakal. Dia sukses memanipulasi Batman dan Bane tanpa meninggalkan kecurigaan
apapun dari mereka berdua. Dia smart, dia tau mana yang bisa menguntungkan dia.
And she kicked ass in high heels!!! Jadi dari segala sisi, I don’t know, she’s
just right!
Joseph Gordon
Levitt. Ternyata dia Robin! Fuck ini lelucon paling tidak lucu di The Dark
Knight Rises. Walaupun kalo diperhatiin, Nolan udah ngasih banyak clue dari
awal sampe akhir film kalo cowok ini bakalan jadi something. Blake punya faith
yang kuat kalo Batman masih bisa mengatasi semua ini, makanya Bruce Wayne
percaya sama dia dan mewarisi Batcave buat dia. Actingnya JGL, as always,
stunning. Karakternya ini paling mungkin kalo dibuat spin-off suatu hari nanti,
either itu masih dibawah kendali Nolan or else. Tapi pasti banyaklah yang
mengantisipasi, terutama cewek-cewek (seperti gw :P). Ah, speaking of spin-off,
Catwoman juga bisa dibikinin spin-off. Konon rumornya udah ada yang nawarin si
Anne, cuma Anne bilang dia cuma mau jadi Catwoman lagi kalo ada andil Nolan di
filmnya. Well, that’s what we call #sikap.
Alright,
alright, gw ga mau berpanjanglebar lagi, since masih ada satu poin yang mau gw
bahas. Intinya, The Dark Knight Rises itu spektakuler! Kalo biasanya gw suka suatu
film karena jalan ceritanya bagus, kali ini gw suka karena karakternya
bagus-bagus dan dalem banget. Nilai plus karena emosi kita banyak dimainin. Hmmm…
what else? Ah!! Open ending!!! I absolutely love it!!! Nolan ga bakalan
membiarkan kita keluar bioskop dengan perasaan tenang! Dia pasti ngasih kita
Pe-er! Hahahaha~ dan Pe-er nya ya itu, the open ending. Is Batman dead, or not?
What do you think?
Dulu sebelum
TDKR tayang, gw sempet taruhan sama beberapa orang kalo Batman pasti mati di
TDKR. Well, speaking of surprises, isn’t it? Banyak orang yang setuju sama gw,
banyak yang nggak. Di film pun, dikasih liatnya si Batman mati kan? BUT,
tiba-tiba Nolan bikin kita bertanya2 lagi dengan adegan-adegan kampret kayak si
Alfred liburan ke Paris ketemu Bruce Wayne yang udah happily ever after sama
Selina Kyle, Lucius Fox yang baru tau autopilot The Tumbler (or Battumbler? Apa
sih nama kendaraan baru Batman yang bisa terbang itu?) udah dibenerin yang
memungkinan Bruce Wayne untuk kabur sebelom nuklirnya meledak. Tapi tapi tapi,
kalaupun dia bisa kabur, sejauh apa dia bisa lari? Dia akan tetep ada di radius
ledakan nuklirnya toh? Hmmm… Very interesting.
Alright! Poin
2.
Sebenernya poin
kedua ini udah kepikiran jauh sebelum gw memvonis TDKR itu spektakuler. Jadi
pas awal2 gw bilang TDKR kurang seru karena Bane ga segila Joker. Nah saat itu,
tiba-tiba gw kepikiran aja, apakah film ending dari sebuah saga fenomenal itu
emang meant to be not that good? I mean, look at Harry Potter, endingnya hancur
lebur. Terus TDKR, endingnya kurang greget. Apakah para sutradara itu udah
terlalu lelah untuk bekerja lebih keras memuaskan para penonton? Apakah mereka
kehabisan ide? Apakah mereka dikejar deadline oleh para pemodal, sponsor, dll? Atau…….
Ada sesuatu yang lain yang ingin mereka sampaikan di film, sesuatu yang lebih penting
dari sekedar adegan2 spektakuler yang dinanti-nantikan?
Pertanyaan terakhir
ini mengusik gw untuk mencari tau lebih dalam. What is that ‘something else’ or
‘something more’ to tell the audience? Is it the story? Is it the fight? Is it
the hero?
Setelah gw pikir-pikir,
jawabannya bukan itu semua.
It’s the
ending itself.
Saat Nolan
bikin TDKR dan David Yates bikin HP7P2, mereka bikin film penutup, bukan film
blockbuster. Ini membuat tanggung jawab mereka lebih besar, karena mereka harus
mikirin gimana menyelesaikan film ini tanpa harus menghilangkan unsur-unsur
penting dari adaptasinya dan gimana supaya penonton either yang fans atau yang
bukan fans bisa tetep puas melihat visualisasinya dan mengerti jalan ceritanya.
Menurut gw
ini sesuatu yang susah. Pe-er nya Nolan mungkin lebih gampang karena Batman
adalah adaptasi komik yang aplikasinya ga sesusah adaptasi novel. Apalagi dari
awal Nolan udah punya idealisme untuk membuat Batman jadi lebih gelap dan lebih
realistis. Tapi idealismenya itu sendiri yang akhirnya membunuh dia ga sih? Segitu
banyak unsur-unsur yang dia masukin di TDKR malah membuat penonton, terutama
yang ga ngikutin Batman Begins sama The Dark Knight, bingung pas nonton.
Tapi maksud
gw, that is not the point. Instead of mengabulkan permintaan penonton yang pengen
liat adegan yang emang pengen mereka liat, you know, typical stuff like the
hero will win, the bad guy will lose, and let there be peace in Gotham, Nolan malah
mengalihkan perhatian penonton dengan memaksa mereka mengerti jalan cerita yang
dia tentuin dari awal. Itu yang gw bahas tadi, dimana Gotham dirusak moralnya,
Batman dipaksa tunduk, dll… Kenapa? Karena dia pengen trilogy Batman ini
ditutup dengan cara yang ga biasa, TAPI ga menghilangkan esensi dari film
penutup itu sendiri.
Makanya ceritanya
dibikin sedemikian kompleks, sedemikian rumit, tapi semuanya tetap mengarahkan
satu konklusi: Batman-nya sendiri yang harus berkorban, karena dia jagoannya.
Bingung?
Sama, gw
juga.
Oke langsung
bahas Harry Potter aja.
David Yates,
memang ga seberani Nolan buat menanamkan idealismenya dia di Harry Potter. Of course,
emang dia mau keselamatan hidupnya terancam sama ratusan juta Potterheads? Jadi
dia bener-bener keep it low, keep it simple, nurut sama bukunya. Tapi yang gw
permasalahkan disini adalah adegan pamungkas Harry Vs. Voldemort yang melenceng
jauh dari bukunya. Pertanyaan gw adalah? Why did he do that?
Kenapa dia ga
seperti Nolan, yang bikin filmnya sedikit lebih rumit atau mungkin sedikit
lebih kreatif, supaya endingnya lebih memuaskan? Kenapa endingnya begitu doang?
Ternyata
setelah gw pikir-pikir, jawabannya adalah: karena. itu. bukan. ending-nya.
Endingnya adalah
adegan epilog 19 taun kemudian di Stasiun King’s Cross.
That’s it,
dia berhasil membuat film penutup. Kenapa? Karena adegan itu sukses membuat kita ga bertanya2 lagi setelah keluar dari bioskop. Kita semua udah ngerti itu ending. Suka ga suka, kita dipaksa untuk terima kenyataan itu. Sebenernya sama aja kaya Nolan yang membuat kita keluar bioskop dengan bertanya2 Batman mati apa nggak. Kita mungkin bertanya-tanya, tapi setidaknya, kita tau itu endingnya. Full stop.
………………………………………………………………………………………………………………………
It’s over 2000 words i write in this post, still I have no clue what I’m trying to write.
It’s so full of trash~
Well, welcome
to my blog!
Oh ya! One more thing, kemaren ada yang nanya sama gw, jadi menurut lo The Avengers sama The Dark Knight Rises bagusan mana, Ta?
Well,
The Dark Knight Rises, obviously. :)
Oh ya! One more thing, kemaren ada yang nanya sama gw, jadi menurut lo The Avengers sama The Dark Knight Rises bagusan mana, Ta?
Well,
The Dark Knight Rises, obviously. :)
Enjoy the
rest of your weekend, folks!
No comments:
Post a Comment